Menilik Kembali Sejarah dan Regulasi Industri Pertambangan di Indonesia – Bagian 4

Pasca Orde Baru (2004)

Perubahan Aturan Kebijakan Pertambangan

Jatuhnya rezim orde baru yang diiringi dengan reformasi, ikut menyebabkan terjadinya perubahan model pemerintahan secara luas. Dimana dalam era yang baru ini, otonomi yang semula dikuasai oleh Pemerintah Pusat (sentralistik), sekarang diberikan kepada daerah (desentralisasi).

Disahkannya Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 (menggantikan UU No. 22 Tahun 1999), yang membahas tentang Pemerintahan Daerah, kemudian mengatur beberapa kewenangan perihal pemanfaatan sumber daya alam, khususnya yang berada di wilayah pemerintahan daerah.

Salah satu kewenangan yang pada masa itu mendapat kritik yakni terkait model perjanjian seperti Kontrak Karya. Dimana melalui perjanjian ini posisi perusahaan pertambangan swasta sejajar dengan negara. Hal ini tentu bertentangan dengan semangat Pasal 33 ayat 1 UUD 1945 yang menegaskan bahwa “perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”.

Selain disahkannya UU yang mengatur tentang Pemerintahan Daerah, selanjutnya pemerintah mengeluarkan UU No. 4 Tahun 2009 (menghapuskan UU No.11 Tahun 1967), yang kemudian disebut dengan UU Minerba. Melalui UU Minerba yang menjadi acuan baru dalam pelaksanaan aktifitas pertambangan mineral dan batu bara, rezim orde baru yang menganut sistem kontrak pada UU sebelumnya, diganti dengan rezim perijinan.

Di dalam UU Minerba setidaknya terdapat beberapa bentuk perijinan yang diatur, diantaranya yakni: Ijin Usaha Pertambangan (IUP) yang berlaku untuk jenis badan usaha, koperasi dan perorangan. Kemudian ada Ijin Pertambangan Rakyat (IUP) yang diberikan kepada penduduk setempat, baik perorangan, kelompok maupun koperasi, dengan luasan tertentu. Dan yang terakhir adalah Ijin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), yang berlaku untuk badan usaha sepertu BUMN, BUMD serta perusahaan swasta.

Disamping mengatur perihal jenis ijin bagi yang akan membuka lahan untuk aktifitas pertambangan, di dalam UU Minerba juga terdapat aturan kewenangan untuk berbagai level pemerintahan. Pembagian level kewenangan ini dibagi menjadi tiga, yaitu: pemerintah daerah tingkat II, tingkat I dan Pemerintah Pusat.

Perubahan-perubahan lain yang cukup menonjol dalam UU Minerba dibandingkan dengan UU No. 11 Tahun 1967, yakni adanya pengaturan tentang aspek-aspek lingkungan hidup, divestasi, pengolahan dan pemurnian di dalam negeri (hilirisasi) guna meningkatkan nilai tambah. Bukan hanya itu, di dalam UU Minerba juga dibahas mengenai sanksi administratif terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pemegang ijin, serta sanksi terhadap pemberi atau penerbit ijin.

Untuk Kontrak Karya dan PKP2B yang telah berjalan, maka masih akan tetap berlaku hingga habis masa kontraknya. Dalam ketentuan peralihan UU Minerba ini dijelaskan bahwa pemegang Kontrak Karya yang sudah berproduksi saat UU Minerba diberlakukan, wajib untuk melakukan pemurnian selambatnya lima tahun sejak UU Minerba ini diberlakukan.

Kalau ditilik lebih jauh, sebenarnya UU Minerba sudah memberikan perhatian pada aspek lingkungan hidup, namun sayangnya belum banyak mengadopsi prinsip-prinsip yang terdapat dalam UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (UU PPLH).

Seharusnya, Komisi VII DPR saat itu bisa melakukan sinkronisasi dan memasukkan prinsip-prinsip perlindungan lingkungan hidup yang lebih kuat di dalam materi rancangan UU Minerba.

Pada tahun 2018, perubahan UU Minerba masuk dalam prioritas program legislasi nasional (PROLEGNAS). Setidaknya terdapat 7 permohonan judical review ke Mahkamah Konstitusi, serta adanya UU No.23 Tahun 2014 ayat 1, yang dianggap menimbulkan ketidakpastian hukum serta kebingungan dalam penyelenggaraan pertambangan mineral dan batubara di daerah.

Bukan hanya itu, masih menurut Naskah Akademik ini, UU Minerba juga belum mampu menjawab perkembangan, permasalahan, dan kebutuhan hukum di dalam penyelenggaraan pertambangan minerba. Khususnya terkait dengan isu-isu perizinan, pengolahan, pemurnian (smelter), data dan informasi pertambangan, pengawasan, perlindungn terhadap masyarakat terdampak, dan sanksi apabila ada pelanggaran. 

Baca juga:
Menilik Kembali Sejarah dan Regulasi Industri Pertambangan di Indonesia – Bagian 1
Menilik Kembali Sejarah dan Regulasi Industri Pertambangan di Indonesia – Bagian 2
Menilik Kembali Sejarah dan Regulasi Industri Pertambangan di Indonesia – Bagian 3

Sumber:

Anindarini, Grita. Dkk. ICEL. 2020. Beberapa Kritik Hukum Terhadap Perubahan UU No. 4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara.


Cahyat, Ade. 2005. Perubahan Perundangan Desentralisasi Apa yang berubah? Bagaimana dampaknya pada upaya penanggulangan kemiskinan? Dan apa yang perlu dilakukan?

Nalle, Williamson I.V. 2012. Hak Menguasai Negara Atas Mineral dan Batubara Pasca Berlakunya Undang-Undang Minerba.

Ruslina, Elli. 2012. Makna pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945 Dalam Pembangunan Hukum Ekonomi Indonesia.