Putihkan Dosa Aktivitas Ilegal Perusahaan Tambang dalam Kawasan Hutan, KLHK Lanjutkan Upaya Pembangkangan Konstitusi

Rilis Media
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia

Putihkan Dosa Aktivitas Ilegal Perusahaan Tambang dalam Kawasan Hutan, KLHK Lanjutkan Upaya Pembangkangan Konstitusi

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan telah mengakomodir 14 perusahaan tambang yang selama ini melakukan aktivitas ilegal dalam kawasan hutan untuk terus beroperasi, meskipun telah melakukan pelanggaran hukum. Akomodasi terhadap pelanggaran ini dilakukan dengan menggunakan dalih pasal 110A dan pasal 110B UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Dalam rapat bersama Komisi IV DPR, KLHK bahkan mengungkapkan akan ada 869 perusahaan lagi yang selama ini beroperasi di kawasan hutan yang bisa diampuni. Ini semakin mempertegas bahwa pemerintahan rezim presiden Joko Widodo melanggengkan upaya pembangkangan terhadap konstitusi.  

Mekanisme keterlanjuran yang diatur pada pasal 110A dan 110B Undang-undang Cipta Kerja ini menghapus sanksi pidana yang sebelumnya diatur dalam UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Dengan menggunakan mekanisme keterlanjuran tersebut, yang dilegitimasi lebih lanjut dalam PP No. 24 Tahun 2021,  korporasi yang melakukan pelanggaran hukum bisa melenggang bebas, bahkan meneruskan aktivitas dalam kawasan hutan hanya dengan membayar denda administratif.

Pengampunan pelanggaran hukum oleh perusahaan pertambangan yang beroperasi dalam kawasan hutan ini mempertegas penyelewengan konsepsi perizinan oleh penguasa. Konsepsi teoritis “izin” adalah sesuatu pengecualian, yang memperbolehkan suatu tindakan yang sebetulnya dilarang, sehingga, izin termasuk sebagai ketetapan yang bersifat konstitutif, yakni ketetapan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya tidak dimiliki oleh seseorang yang namanya tercantum dalam ketetapan itu, atau beschikkingen welke iets toestaan wat tevoren niet geoorloofd was. Mengingat bahwa pertambangan dalam bentuk dan skala apapun memiliki daya rusak, dan berdampak penting bagi lingkungan, perizinan pada sektor pertambangan seharusnya tidak hanya dipergunakan untuk pemenuhan administrasi untuk penarikan retribusi, namun harus diletakkan sebagai upaya pembatasan dan kontrol dari daya rusak (tidak semua tempat, tidak semua orang). Perspektif izin sebagai retribusi dan administrasi semata mendorong adanya mekanisme keterlanjuran (upaya pemutihan pelanggaran) yang menjadi preseden buruk penegakan hukum pertambangan.

Kemudahan investasi sektor tambang yang serampangan menyebabkan perusakan besar pada berbagai wilayah penting dan ekosistem esensial yang selama ini memberikan perlindungan terhadap wilayah kelola rakyat serta menjadi sumber penghidupan mereka. Dalam catatan WALHI pemberian Izin Usaha Pertambangan hingga tahun 2021 telah menguasai lahan lebih dari 11 juta hektar, dimana hampir 5 juta hektar diantaranya ada di dalam wilayah tutupan hutan. Operasi pertambangan dalam kawasan hutan akan menyebabkan kerusakan kawasan hutan dalam bentuk deforestasi dan pembongkaran batuan dan mineral. Pembukaan kawasan hutan ini pada akhirnya akan menyebabkan limpasan air hujan tidak lagi bisa terserap, serta meningkatnya pelepasan sedimen tanah, akibatnya kerusakan kualitas lahan hutan akan mendorong sedimentasi pada alur sungai dan ketidakstabilan tanah. Selain itu, buangan kimia hasil tambang pada kawasan hutan akan merusak kualitas air tanah dan pada akhirnya menurunkan kualitas ekosistem secara keseluruhan.

Pemberian pengampunan kepada perusahaan tambang yang selama ini melakukan aktivitas ilegal dalam kawasan hutan untuk terus beroperasi, meskipun nyata-nyata telah melakukan pelanggaran hukum, apalagi dengan menggunakan UU Cipta Kerja yang telah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi sebagai dasar melakukan tindakan pengampunan ini bertentangan dengan prinsip konstitusional. Pemerintah seharusnya melaksanakan putusan MK, dan berhenti mengambil keputusan yang menciderai demokrasi, mengancam keselamatan lingkungan dan tidak sejalan konstitusi.

Narahubung:
Fanny Tri Jambore (Manajer Kampanye Tambang dan Energi WALHI) - 083857642883