Konferensi Tenurial 2023: Mewujudkan Keadilan Sosial dan Ekologis Melalui Reforma Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam

Siaran Pers Konferensi Tenurial 2023

Jakarta, 16 Oktober 2023

Indonesia tengah berhadapan dengan krisis agraria dan ekologis yang semakin memburuk. Inilah fakta yang paling mengemuka Konferensi Tenurial 2023. Sebuah momentum penting yang resmi dibuka pada 16 Oktober 2023 di Gedung Serbaguna Senayan GBK. Dengan tema "Mewujudkan Keadilan Sosial dan Ekologis Melalui Reforma Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam," konferensi ini telah menjadi sorotan dunia.

Konferensi ini adalah wadah bagi para pemikir, pemimpin, dan aktivis perubahan sosial untuk menjalajahi isu-isu kritis yang telah mengakibatkan ketidaksetaraan, konflik agraria, kerusakan alam, dan penyebaran kemiskinan struktural yang semakin meluas. Dewi Kartika, Ketua Steering Committee (SC) Konferensi Tenurial 2023, dengan tegas menyatakan, "Situasi ini adalah hasil kebijakan ekonomi-politik dan hukum yang lebih memihak kepada kepentingan liberal dan kapitalistik. Tanah-tanah milik rakyat, kekayaan agraria, dan sumber daya alam telah dijadikan komoditas yang dapat dikuasai secara paksa demi kepentingan investasi dan beragam bisnis berukuran besar."

Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Nasional dari WALHI, menegaskan, "Model pembangunan yang terus-menerus mementingkan modal dan kepentingan korporasi besar telah menjadi biang kerusakan alam, meningkatkan bencana ekologis, dan memicu konflik sosial yang meresahkan. Tapi masalahnya tidak hanya sebatas lahan yang hilang; masyarakat juga kehilangan pengetahuan lokal serta kekayaan tradisional yang selama ini menjadi penjaga alam dan sumber daya alam. Itu adalah kerugian yang sulit diukur”.

Zenzi mengingatkan publik, bahwa Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat menjadi saksi bencana ekologis terbesar tahun 2021-2022, yang membawa banjir dahsyat. Data dari BNPB menggambarkan kengerian tersebut: 24.379 rumah tenggelam dalam banjir, lebih dari 112 ribu warga terpaksa meninggalkan rumah mereka, dan 15 jiwa tak dapat bertahan. Bahkan Presiden Jokowi sendiri menyatakan bahwa banjir ini adalah yang terparah dalam setengah abad terakhir.

Senada dengan itu, catatan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) selama pemerintahan Presiden Joko Widodo (2015-2022), yang menyebutkan setidaknya 2.710 konflik agraria yang telah merugikan 5,88 juta hektar lahan. Konflik-konflik ini berakar dari berbagai sektor, termasuk bisnis, pembangunan infrastruktur, pertambangan, hingga proyek-proyek strategis nasional dan destinasi pariwisata mewah.

Konflik agraria dan perampasan tanah ini telah menyebabkan peningkatan drastis jumlah petani miskin dan petani tanpa lahan di Indonesia. Tanah yang seharusnya menjadi milik petani produktif kini lebih sering diambil alih demi pembangunan dan investasi, sehingga merugikan rakyat. Berdasarkan Data Sensus Pertanian 2013, lebih dari 11,51 juta keluarga petani menghadapi ketidakpastian lahan. Namun, dalam waktu hanya lima tahun (2013-2018), jumlah petani miskin melonjak pesat menjadi 15,8 juta keluarga atau bertambah sekitar 4,29 juta keluarga menurut BPS, Survey Pertanian Antar Sensus 2018. Fakta terbaru bahkan lebih mengejutkan: sebanyak 72,19% petani saat ini termasuk dalam kategori petani miskin, dengan 91,81% di antaranya adalah laki-laki dan 8,19% adalah perempuan menurut BPS-Sintesis 2021.

Regulasi Pro Investasi
Konferensi Tenurial 2023 adalah panggung besar yang menyatukan lebih dari 800 peserta dari seluruh penjuru negeri Indonesia. Mereka bukan sekadar peserta, melainkan para pemandu suara dari akar rumput yang telah berkumpul untuk berbicara. Mereka membawa semangat perubahan dan keadilan.

Salah satu sorotan tajam adalah berbagai regulasi yang semakin mempermudah dan melegalkan perampasan tanah pertanian dan wilayah adat. Erasmus Cahyadi dari Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengungkapkan keprihatinan mendalam, "Kita melihat pemerintah justru mengeluarkan serangkaian regulasi yang tampaknya dirancang untuk memfasilitasi investasi dan kelompok-kelompok elit bisnis dan politik. Ini mencakup revisi UU Minerba, UU Cipta Kerja, UU IKN, hingga Revisi UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP)."

Namun, di sisi lain, regulasi yang seharusnya mendukung keadilan sosial dan lingkungan masih terbengkalai dalam pelaksanaannya. Sejumlah regulasi penting seperti TAP MPR IX/2001, UUPA 1960, UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani, Perpres Reforma Agraria, dan RUU Masyarakat Adat masih belum mencapai titik penyelesaian yang memadai.

Erasmus juga menegaskan bahwa satu dekade pemerintahan Presiden Jokowi belum mampu memenuhi janji Nawacita. Reforma agraria, yang seharusnya menjadi pilar kesejahteraan bagi seluruh rakyat, tidak hanya gagal, melainkan juga meninggalkan rakyat semakin terpinggirkan.

Sementara itu, Muhammad Isnur dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyoroti ancaman terhadap kebebasan sipil yang semakin membesar, seiring dengan ekspansi investasi dan regulasi pro-investasi. "Gerakan masyarakat sipil menghadapi tantangan yang sangat nyata, terutama dalam pengecilan ruang publik yang semakin nyata (shrinking civic space)," katanya. Hal ini tercermin dalam aktivitas pengecaman oleh pemerintah di dunia maya, penutupan paksa forum-forum diskusi publik, serta stigmatisasi terhadap perjuangan masyarakat. Selain itu, aktivis dan demonstran juga semakin sering menghadapi kriminalisasi yang mengancam hak-hak sipil mereka.

Konferensi Tenurial 2023 adalah panggung untuk merayakan semangat perubahan, menyoroti ketidakadilan, dan mencari jalan keluar bersama untuk Indonesia yang lebih adil, lestari, dan inklusif. Suara rakyat menjadi kekuatan utama yang memandu langkah-langkah kita ke depan.

Lebih dari sekadar konferensi, acara ini juga menjadi momen penting untuk memperkuat dan merapatkan barisan gerakan rakyat. Dewi Kartika, Ketua Steering Committee, mengakhiri dengan optimisme, "Konferensi Tenurial ini adalah pusat konsolidasi gerakan rakyat, tempat di mana kita memperkuat diri dan posisi gerakan. Bersama, kita akan menapaki jalan yang semakin kokoh dalam perjuangan rakyat."

 

Panitia Bersama Konferensi Tenure

Juru Bicara:

  1. Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif WALHI – 0812 8985 0005
  2. Dewi Kartika, Sekjen KPA – 0813 9447 5484
  3. Erasmus Cahyadi, AMAN - 0812-8428-0644
  4. Muhammads Ishnur, Direktur YLBHI – 0815 1001 4359

WALHI, KPA, AMAN, HuMa, RMI, Kemitraan, YLBHI, BRWA, Sajogyo Institute, Papua Study Center, Samdhana, Konfederasi KASBI, JKPP, PUSAKA, ICCAs, Rekam Nusantara, FIAN Indonesia, Epistema, KNTI, Madani, KRKP, Perempuan Mahardika, PEREMPUAN AMAN, Sawit Watch, RECOFTC, IGJ, Greenpeace, KATA Indonesia