Kita Jaga Indonesia dari Pembangkang Konstitusi yang Mewariskan Krisis Antar Generasi

Siaran Pers WALHI
Tinjauan Lingkungan Hidup Indonesia 2022

Kita Jaga Indonesia dari Pembangkang Konstitusi yang Mewariskan Krisis Antar Generasi

 

Jakarta, 31 Januari 2022. Berdasarkan data BNPB, sepanjang 2021 terjadi 2.943 kejadian bencana, yang didominasi oleh bencana hidrometeorologi, yang sangat dipengaruhi oleh kondisi iklim, yaitu banjir sebanyak 1.288 kejadian, longsor 623, dan puting beliung 677 kejadian. Walhi memprediksi tahun 2022 bencana hidrometeorologi akan meningkat sebesar 7%. Sementara untuk banjir akan meningkat di + 17% dan longsor + 7%. Angka ini akan meningkat signifikan jika tidak ada upaya pemulihan lingkungan hidup berbasis capaian, serta upaya menurunkan angka kerentanan.

Bukan hanya bencana alam, perampasan Wilayah Kelola Rakyat, deforestasi penghancuran lingkungan, dan penggusuran, juga akan mengalami peningkatan jika pengurus negara terus menggenjot 211 proyek dan program strategis nasional, yang dilegitimasi melalui Undang-Undang Cipta Kerja. Setidaknya ada sebanyak 47 proyek (17%) bendungan, pembangunan jalan tol sebanyak 56 proyek (30%), pelabuhan sebanyak 15 proyek, sebanyak 8 proyek pembangunan bandara, sebanyak 16 proyek kereta api, sebanyak 15 sektor energi, program food estate, program Pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN) di 5 provinsi, serta proyek/program lainnya. Proyek-proyek strategis ini akan menambah rentan wilayah perkotaan, hutan serta pesisir dan pulau-pulau kecil.

Potret krisis ini akan menjadi nyata, ketika negara terus-menerus melakukan pembangkangan terhadap konstitusi, salah satunya tetap mengimplementasikan UU Cipta Kerja serta aturan turunannya. Seperti yang baru-baru saja terjadi, penerbitan Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2021 tentang Struktur dan Penyelenggaraan Badan Bank Tanah, pasca putusan MK yang menyatakan bahwa UU Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

Hal lainnya solusi yang ditawarkan oleh rezim untuk menghentikan krisis iklim dengan menurunkan emisi guna mencapai target NDC, hanya berupa solusi palsu, karena masih berkutat pada penggunaan sumber energi fosil seperti program gasifikasi batubara dari batubara berkalori rendah yang baru saja diresmikan oleh Jokowi. Walhi menilai program ini malah mempercepat dan meluaskan perusakan lingkungan hidup dan sosial.

Saat ini saja dengan luas pertambangan batubara yang mencapai 4.873.360,97 hektar, emisi yang dihasilkan berdasarkan perhitungan Walhi di November 2021 mencapai 349 Juta Ton Co2-eq, besaran ini belum ditambah dengan emisi yang dihasilkan oleh PLTU dan industri lainnya yang menggunakan batubara sebagai bahan bakar. Begitupun Biofuel dari bahan baku sawit, untuk memenuhi bauran mencapai 50 persen (B50) menurut studi yang dilakukan oleh FEB UI 2021 membutuhkan lahan mencapai 9,29 juta hektar. Ekosistem mobil listrik pun hanya akan menyebabkan rakyat di pulau Sulawesi dan Maluku Utara semakin terpuruk karena dikepung bencana ekologis akibat terlewatinya batas daya tampung dan daya dukung lingkungan hidup oleh aktivitas pertambangan Nikel.

Solusi lainnya yang ditawarkan untuk menurunkan emisi adalah carbon offset atau perdagangan karbon yang merupakan konsep lama yang sudah usang namun didaur ulang kembali, program ini hanya menjadikan Indonesia sebagai toilet karbon dunia apalagi kali ini ruang keterlibatan perusahaan dibuka lebar, sehingga memperdalam cengkraman dan penguasaan korporasi terhadap hutan Indonesia yang meminggirkan dan memiskinkan rakyat.

Hal lainnya yang menjadi sorotan adalah pengesahan RUU terkait pemindahan Ibukota Negara (IKN), di tengah banyaknya protes oleh publik yang menolak pemindahan IKN yang hanya memindahkan kerusakan lingkungan hidup dari pulau Jawa ke Kalimantan dan menciptakan konflik agraria serta kemiskinan baru di Kalimantan Timur, tetapi memperkaya para pengusaha politisi (oligarki). Dengan tanpa geming secara cepat hanya dengan hitungan hari (43 hari) dari sejak pansus dibentuk, RUU pun disahkan oleh Oligarki.

Data Walhi hingga 2021 menemukan 72% merupakan konflik pada proyek-proyek perusahaan swasta, diikuti dengan 13% konflik yang terjadi pada Proyek Strategis Nasional (PSN). Selain konflik, Walhi juga mencatat kasus kriminalisasi terhadap rakyat yang mempertahankan wilayah kelolanya dari ancaman investasi. Sepanjang 2021 sebanyak 58 kasus, tertinggi kriminalisasi yang terjadi di sektor pertambangan sebanyak 52%, diikuti kriminalisasi di sektor kehutanan dan perkebunan sebanyak 34%.  

Meskipun di awal 2022, pengurus negara mengeluarkan SK No.01/MENLHK/SETJEN/KUM.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsesi Kawasan Hutan. sebanyak 234 izin konsesi kawasan hutan dengan total luasan 3,939,236.29 hektar, di antaranya 42 izin dicabut dalam rentan waktu 2015 hingga Juni 2021, dan 192 izin yang dicabut pasca Juni 2021 hingga surat keputusan diterbitkan, 77 izin usaha pemanfaatan hutan yang dicabut dengan total luasan 2,1 juta hektar. Dengan kata lain hanya 5% saja perusahaan yang izinnya dicabut dari perusahaan yang telah memiliki izin di hutan Indonesia dengan luasan yang hanya 6% dari total kawasan hutan Indonesia yang telah dibebani oleh izin usaha pemanfaatan hasil hutan, baik kayu maupun bukan kayu.

Selain mencabut izin usaha pemanfaatan hutan, pencabutan izin untuk pelepasan kawasan hutan juga dilakukan terhadap 129 izin dengan luas 1,7 juta hektar. Begitu juga dengan pencabutan IPPKH sebanyak 21 izin dengan total luasan 18 ribu hektar.

Zenzi Suhadi, Direktur Eksekutif Nasional Walhi memandang bahwa negara telah gagal melindungi keselamatan rakyat, Wilayah Kelola Rakyat serta lingkungan hidup dengan serangkaian kebijakan, produk hukum dan program-programnya. Solusi yang harus dilakukan untuk memulihkan Indonesia dari krisis yang telah terjadi sehingga tidak mewariskan krisis kepada generasi mendatang.

Pertama, Pemulihan lingkungan hidup berbasis capaian.
Kedua, Perubahan sistem perundang-undangan sektor lingkungan dan sumber daya alam.
Ketiga, Penyelesaian konflik melalui pengakuan dan perlindungan Wilayah Kelola Rakyat (WKR).
Keempat, Mengembalikan kedaulatan dan pengelolaan ruang hidup rakyat.
Keenam, UU perubahan iklim menjadi salah satu solusi keluar dari krisis iklim.

 

Narahubung :
Fatimah Smith (Staf Hubungan Media) 0811-550-1980

 

Informasi lebih lanjut :
Uli Arta Siagian (Manager Kampanye Hutan dan Perkebunan) 082182619212
Satrio Manggala (Manager Analisis Kebijakan)  081331274900
Parid Ridwanuddin (Manager Kampanye Pesisir dan Laut) 081237454623
Wahyu A. P. (Manager Kampanye Kedaulatan Pangan, Air dan KEE) 082112395919
Abdul Gofar (Manager Kampanye Transisi Kota Berkeadilan) 082112001871
Dwi Sawung (Manager Kampanye Tata Ruang dan Infrastruktur) +639994120029
Rere Christanto (Manager Kampanye Tambang dan Energi) 083857642883