Kertas Posisi: sikap dan posisi WALHI terhadap mekanisme dan platform transisi energi di Indonesia

Kertas posisi ini menggambarkan sikap dan posisi WALHI terhadap mekanisme dan platform transisi energi di Indonesia, serta memberikan analisis dari aspek perundang-undangan di Indonesia. Secara garis besar, hingga saat ini belum ada payung dan landasan hukum di Indonesia yang melegitimasi mekanisme dan platform transisi energi yang dijalankan di Indonesia, termasuk Sekretariat JETP. Ketidakjelasan dari aspek perundang-undangan menjadikan pelaksanaan transisi energi di Indonesia masih diliputi banyak pertanyaan. Karena pada akhirnya skema energi yang sedang diajukan masih belum bisa menjawab bagaimana persoalan penghentian penggunaan energi fossil, skema pendanaan yang tidak berasal dari utang, dan meletakkan prinsip transisi energi berkeadilan dan berkelanjutan dalam mekanisme dan platform yang dibangun.

Untuk itu, WALHI bersikap dan berposisi MENOLAK terhadap mekanisme dan platform transisi energi di Indonesia saat ini, termasuk skema dari Sekretariat JETP, dengan alasan:

  1. Proses yang dibangun tidak demokratis, karena tidak melibatkan seluruh stakeholder, termasuk rakyat sebagai pemangku kepentingan yang terdampak dari mekanisme ini, di antaranya kelompok buruh, perempuan, masyarakat adat, dan kelompok rentan lainnya.
  2. Masih melanggengkan penggunaan energi fosil dalam skema yang dibangun.
  3. Pendanaan yang bersumber dari utang, sehingga menambah beban rakyat yang saat ini telah mengalami lapisan krisis, termasuk krisis iklim.
  4. Mekanisme dan platform transisi energi yang dijalankan di Indonesia, termasuk kelembagaan JETP, masih belum memiliki landasan hukum yang kuat.
  5. Mekanisme dan platform transisi energi yang saat ini telah dan sedang dikembangkan, termasuk pada mekanisme JETP, tidak meletakkan nilai dan prinsip-prinsip transisi energi yang berkeadilan dan berkelanjutan, termasuk prinsip keadilan gender.

WALHI menuntut pemerintah Indonesia untuk mengembangkan mekanisme dan platform transisi energi yang:

  1. Demokratis, berkedaulatan, transparan, akuntabel, berintegritas/anti-korupsi, mengutamakan kelestarian fungsi lingkungan hidup bagi manusia maupun non-manusia, menghormati keluhuran adat/tradisi budaya lokal dan meningkatkan ketahanan penghidupan masyarakat, mencegah terjadinya ketimpangan dan ketidakadilan gender, serta mendukung upaya penanggulangan krisis iklim.
  2. Memiliki landasan hukum perundang-undangan yang memuat asas dan prinsip-prinsip transisi energi berkeadilan dan berkelanjutan, termasuk asas keadilan gender.
  3. Tidak menggunakan skema-skema pendanaan yang berasal dari utang yang akan menambah beban rakyat.

Unduh dokumen lengkap, silahkan klik tautan di bawah:

(Versi Indonesia)

(Versi Inggris)