Buku Catatan Akhir Tahun 2014, Eksekutif Daerah WALHI Aceh

Catatan Akhir Tahun 2014
Eksekutif Daerah WALHI Aceh

 

Sepanjang tahun 2014 telah terjadi berbagai kondisi geopolitik, tarik menarik kepentingan yang berkorelasi langsung terhadap kondisi ekologis Aceh. Kondisi geopolitik ini melahirkan beberapa kebijakan yang dinilai justru tidak berlandaskan pada pemenuhan kebutuhan rakyat Aceh, namun cenderung sebagai cerminan investasi yang mengabaikan aspek sosial ekologis. Padahal, semangat investasi yang seyogyanya berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan, harus mengakomodir pilar ekonomi, sosial, dan lingkungan secara imbang. Alih-alih investasi demi kesejahteraan segenap rakyat, alhasil justru hingga tahun 2014 istilah “investasi” masih berkesan sebagai upaya mensejahterakan segelintir pihak.

Peraturan Gubernur Aceh No. 5 Tahun 2014, Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 941 Tahun 2013, serta Qanun No. 19 Tahun 2013, merupakan tiga contoh nyata kebijakan pemerintah yang salah kaprah dalam menerjemahkan pengelolaan ruang rakyat. Akibat kebijakan-kebijakan ini, maka oknum perusak lingkungan pun kian merajalela dan “terlegalkan” aktifitasnya. Sederetan bencana dan kerusakan pun tak terelakkan, sebut saja deforestasi dan degradasi lahan di Aceh yang kian mengkhawatirkan, bencana banjir, longsor, pencemaran lingkungan, kekeringan, konflik satwa hingga sengketa lahan di masyarakat masih tampak mewarnai kondisi Aceh sepanjang tahun 2014.

Belum lagi jika dikaitkan dengan alokasi anggaran daerah yang seharusnya cukup besar untuk mencegah dan menanggulangi segala permasalahan di atas. Alih-alih ingin untung dengan “menggaet” investor sebanyak-banyaknya ke Aceh, pemerintah terpaksa “buntung” karena harus mengalokasikan biaya besar untuk penanganan bencana. Padahal jika kepastian hukum mampu dihadirkan oleh pemerintah Aceh, maka seharusnya kehadiran pembangunan dapat meningkatkan Pendapatan Asli Daerah yang kemudian kembali lagi untuk mensejahterakan masyarakat.Begitu pula dengan para oknum perusak lingkungan harusnya sudah ditindak dengan tegas karena tidak hanya merugikan keuangan negara, juga mencederai kehidupan sosial ekologis masyarakat Aceh.

Sudah saatnya pemerintah Aceh dibantu segenap partisipasi aktif tiap elemen masyarakat bahu-membahu memperbaiki kondisi lingkungan Aceh saat ini, tidak bisa menunggu lagi! Karena hanya dengan secara kaffah kembali merefleksi potensi kekayaan alam Aceh, mengelola kekayaan tersebut dengan prinsip adil dan lestari, maka Aceh akan mampu benar-benar sejahtera dan menjadi tolok ukur kemajuan pembangunan berkelanjutan tidak hanya di tingkat nasional namun juga dihargai oleh masyarakat global!

Untuk ulasan lengkap buku ini, silahkan download link berikut ini:
Buku Catatan Akhir Tahun 2014