WALHI Desak Menteri ESDM Membatalkan Izin Operasi Produksi Pertambangan Batubara Baru Karena Mengancam Wilayah Kelola Rakyat

Pers Rilis WALHI Bangka Belitung Jakarta, 04.04.2018. Pada tanggal 28 Februari 2018, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mendaftarkan gugatan di PTUN Jakarta kepada Menteri ESDM yang mengeluarkan izin operasi produksi PT MCM. WALHI mengugat SK Menteri ESDM No. 441.K/30/DJB/2017, tertanggal 4 Desember 2017, tentang IUPK Operasi Produksi batubara PT Mantimin Coal Mining (MCM). Hari ini, rabu 4 April 2018 adalah sidang pertama dengan agenda pembacaan gugatan. Dikeluarkannya izin ini tidak melibatkan sama sekali masyarakat di daerah yang akan terdampak oleh operasi penambangan batubara. IUPK PT.MCM meliputi Kabupaten Tabalong, Balangan dan Hulu Sungai Tengah Propinsi Kalimantan Selatan. Sedangkan Perda No. 13 Tahun 2016 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Hulu Sungai Tengah 2016–2036 menyatakan bahwa Kabupaten Hulu Sungai Tengah memang terdapat potensi batubara namun peruntukannya tidak untuk dieksploitasi. Lokasi PT.MCM di Batu Tangga Kabupaten Hulu Sungai Tengah 56% dari luasan izin yang diberikan merupakan kawasan esensial Karst. Lokasi izin juga merupakan sumber air dan air baku bagi PDAM Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Kisworo Dwi Cahyono, Direktur Eksekutif WALHI Kalimantan Selatan mengatakan ”Pegunungan Meratus tersebut satu-satunya belum tersentuh pertambangan dan harus dipertahankan sampai kapanpun. Potensi kerugian pertambangan batubara akibat air baku yang rusak sebesar Rp 194.400.000.000.- per bulan. Selain itu juga berdampak pada kerusakan lingkungan dan ancaman banjir di 3 kabupaten antara lain Hulu Sungai Tengah, Tabalong dan Balangan”.

Izin pertambangan batubara tersebut juga akan berdampak pada lahan padi milik masyarakat seluas 22.218 hektar di enam kecamatan meliputi Kecamatan Batang Alai Selatan, Batang Alai Utara, Barabai, Pandawan, Labuan Amas Utara dan Labuan Amas Selatan. Potensi kerugian akibat rusaknya lahan padi mencapai Rp 511.014.000.000 (Lima ratus sebelas miliyar empat belas juta rupiah) permusim tanam. Ditambah lagi dengan terancamnya irigasi Batang Alai senilai Rp 500.000.000.000.- yg dibangun sejak tahun 2009 lalu. Dwi Sawung, Pengkampanye Energi dan Perkotaan Eknas WALHI mengatakan ”Dikeluarkannya izin menunjukan pemerintah masih memberikan ruang eksploitasi bahan mentah dan sumber daya tidak terbarukan untuk kebutuhan jangka pendek. Pengalaman pahit minyakbumi tidak menjadi pelajaran oleh pemerintah, ekspor dan penambangan minyak bumi dan besar-besaran dimasa lampau tidak memikirkan kebutuhan jangka panjang membuat hari ini Indonesia mengimpor minyakbumi.” Pengalaman pahit ini harusnya membuat pemerintah membatasi eksploitasi batubara, dengan membatalkan izin dan tidak mengeluarkan izin baru operasi produksi adalah salah satu jalan agar pengalaman pahit minyak bumi tidak terjadi di batubara. Selesai Nara hubung: Kisworo +62 813-4855-1100 Direktur Esekutif WALHI KALSEL Dwi Sawung +62 815-6104-606 Pengkampanye Energi dan Perkotaan Eknas WALHI Ronald A Siahaan, SH, MH, +62 877-7560-7994 Tim Advokasi Pengabdi Lingkungan Hidup