WALHI bersama 36 Pengacara Menggugat Ijin Lingkungan PLTA Batang Toru

“Penyelamatan Rimba Terakhir Sumatera Utara” Bentang Alam Batang Toru, dengan luas total sekitar 150.000 ha, terletak di Kabupaten Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara. Dari luas tersebut, hampir 142.000 ha merupakan hutan primer. Bentang alam Batang Toru masih utuh dengan keanekaragaman hayati yang mengagumkan dan sangat perlu perhatian dari publik umum. Selain itu, bentang alam Batang Toru juga mendukung kehidupan lebih dari 130.000 jiwa yang menikmati jasa lingkungan darinya. Satwa dan tumbuhan yang menarik Ekosistem Batang Toru menjadi habitat bagi banyak satwa liar dan tumbuhan yang dilindungi dan terancam punah seperti harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae), beruang madu (Helarctos malayanus), tapir (Tapirus indicus), kambing hutan (Capricornis sumatraensis) dan berbagai jenis lain, termasuk burung enggang gading (Rhinoplax vigil) dan burung kuau (Argusianus argus). Tumbuhan yang menarik termasuk bunga tertinggi dan terbesar di dunia yaitu berbagai jenis bunga bangkai (Amorphophallus spp.) dan raflesia (Rafflesia cf. micropylora-gadutensis). Telah ditemukan banyak jenis anggrek baru untuk dunia ilmiah di pegunungan terjal ini serta beberapa jenis flora lain yang cukup menarik seperti tumbuhan parasit dari keluarga Balanophoraceae, dan jenis saprofit baru dari bangsa Thismia spp. Orangutan Tapanuli: Pongo tapanuliensis Bulan November tahun 2017 nama ‘Tapanuli’ dan ‘Batang Toru’ tiba-tiba menjadi lebih terkenal di dunia. Orangutan yang ada di Tapanuli sebelumnya dianggap sebagai populasi orangutan paling selatan dari Orangutan Sumatera, Pongo abelii. Namun berdasarkan penelitian secara mendalam oleh kelompok peneliti Indonesia dan mancanegara dalam bidang genetika, morfologi, ekologi, dan perilaku, ternyata orangutan di Batang Toru secara genetika malah lebih dekat dengan Orangutan Kalimantan, Pongo pygmaeus, sehingga harus dipisahkan menjadi spesies tersendiri. Maka orangutan yang ada di Tapanuli dinyatakan sebagai jenis baru dengan nama “Orangutan Tapanuli” (Pongo tapanuliensis). Persebarannya yang sangat terbatas dan jumlah populasi sedikit (paling langka dan terancam di dunia sehingga telah dijatuhkan status Critically Endangered atau “sangat terancam kepunahan” oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN). Berarti sangat penting untuk dilestarikan agar tidak mengalami kepunahan. Dan karena hanya ditemukan di Provinsi Sumatera Utara, Orangutan Tapanuli merupakan satu-satunya jenis kera besar di dunia yang endemik pada satu Provinsi (kalau Orangutan Sumatera endemik pada Indonesia tetapi dua Provinsi)! Orangutan yang sangat langka ini hanya ditemukan di Bentang Alam Batang Toru namun telah terpecah dalam 3 populasi, dan hanya populasi yang di blok barat (500 s/d 600 individu) yang dianggap dapat bertahan (dengan catatan tidak ada gangguan atau kehilangan habitat), sedangkan populasi di blok timur (160 individu) dan di Cagar Alam Sibual-buali (kurang tersisa kurang dari 30 individu) sudah menuju kepunahan karena kawin silang (inbreeding) apabila tidak dapat dihubungkan kembali dengan populasi di Blok Barat. Salah satu faktor yang membuat Orangutan Tapanuli sangat rentan terhadap kepunahan adalah lambatnya berkembang biak: betina memiliki anak pertama baru di umur 15 tahun, dengan jarak antar melahirkan anak sekitar 8 atau 9 tahun. Ancaman dari PLTA Batang Toru, PT. North Sumatra Hydro Energy Belum lagi ditemukan solusi untuk menjaga populasi Orangutan Tapanuli karena perkembangan biakannya yang lama dan penyambungan populasinya, saat ini keberadaan Orangutan Tapanuli justru terancam akibat dibangunnya mega proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru oleh PT. North Sumatra Hydro Energy (NSHE). PLTA Batang Toru ini digadang-gadang sebagai PLTA terbesar di Pulau Sumatera dengan kapasitas 510 MW di mana pembangunannya meliputi tiga kecamatan yang ada di Tapanuli Selatan yaitu, Sipirok, Marancar dan Batang Toru. Wilayah pembangunan PLTA ini berada di kawasan hutan Batang Toru yang menjadi habitat Orangutan Tapanuli. Sejak dicanangkan pada tahun 2016, pembangunan PLTA ini direncanakan akan selesai dan beroperasi pada 5 tahun mendatang. Pembangunan infrastruktur proyek berupa jalan akses, SUTET dan terowongan bawah tanah sepanjang 13 km pada habitat orangutan Tapanuli di pinggir sungai Batang Toru akan berdampak ganda. Pertama akan memusnahkan harapan untuk menyambungkan kembali ketiga populasinya dan kedua, akan menghilangkan sebagain habitatnya yang paling kaya dengan kepadatan orangutan paling tinggi, serta membuka akses bagi manusia pada habitat terakhirnya. Sebenarnya klaim ‘kapasitas 510 MW’ sudah merupakan suatu tanda tanya karena kapasitas tersebut hanya tercapai selama 6 jam setiap hari. Proyek PLTA didesain sebagai ‘peaker’ yaitu menyuplai listrik pada saat beban tinggi dari jam 1800 sampai dengan jam 2400. Maka aliran sungai akan disimpan selama 18 jam kemudian dilepaskan untuk menghasilkan listrik selama 6 jam. Bayangkan, sungai menjadi kering selama 18 jam dan banjir selama 6 jam. Dengan demikian proyek PLTA ini akan sangat berdampak sosial dan ekonomi kepada masyarakat yang tinggal di wilayah hilir bendungan, terutama masyarakat yang tergantung pada sektor pertanian, perikanan, dan transportasi air. Sawah yang dipinggir sungai tidak akan bisa digarap lagi. Bahaya Bencana Belum lama, kita sudah melihat dampak mengerikan dari jebolnya bendungan PLTA di Laos disusul bencana gempa di Pulau Lombok. Ini mengingatkan kita bahwa Ekosistem Batang Toru terletak di pinggir Sesar Besar Sumatera (Great Sumatran Fault) dan di salah satu lokasi di daratan Sumatera yang paling rawan gempa bumi. Pemecahan bendungan akibat gempa bisa berakibat fatal bagi masyarakat yang tinggal di hilir. WALHI Sumatera Utara merasa harus bertindak Dari banyaknya masalah-masalah dan ancaman-ancaman yang disebutkan di atas, menghentikan proyek ini adalah pilihan tepat. WALHI Sumatera Utara menilai mega proyek ini lebih banyak memberikan dampak buruk bagi lingkungan serta masyarakat. Dana Prima Tarigan selaku Direktur WALHI Sumatera Utara mengatakan jika dihitung valuasi ekonominya, maka penghasilan masyarakat juga tidak kalah penting dengan pasokan listrik yang dibutuhkan. Apalagi di situ merupakan haibtat kera besar yang menjadi kebanggaan Indonesia dan terancam punah. Selain itu juga masyarakat yang selama ini mengelola hutan dan DAS secara lestari sebagai sumber penghidupan mau beralih ke mana ? Artinya tidak ada pilihan lain selaiun menghentikan proyek ini. Tegas Dana. Saat ini WALHI Sumatera Utara bersama 36 pengacara tengah mendaftarkan gugatan terkait ijin lingkungan dari PT. NSHE. WALHI Sumatera Utara melihat ijin lingkungan PT. NSHE bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Salah satunya Undang-Undang tentang penerbitan ijin lingkungan, asas-asas pemerintahan yang baik, dan Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan dan Perlindungan Lingkungan Hidup serta peraturan-peraturan lainnya. Selain itu WALHI Sumatera Utara melihat terdapat potensi kerusakan lingkungan, konflik masyarakat, dan risiko punahnya orangutan akibat kehilangan dan fragmentasi habitat. WALHI Sumatera Utara juga melihat potensi bencana ekologis karena kawasan tersebut merupakan episentrum gempa bumi di Sumatera Utara, yang sangat dekat dengan patahan tektonik utama.   Tim Kuasa Hukum WALHI Sumatera Utara

1.     Manambus Pasaribu, S.H, M.H 13. Epraim Simanjuntak, S.H 25. Helen NM Napitupulu, S.H., M.H
2.     Sahat M Hutagalung, S.H., M.Hum 14. Jupenris Sidauruk, S.H 26. Samsul Arifin Silitonga, S.H., M.H
3.     Roy Marsen Simarmata, S.H 15. Irvan Viktor, S.H 27. Muhammad Mitra Lubis, S.H
4.     Joice Novelin Ranapida, S.H 16. Marjoko, S.H 28. Padian Adi S. Siregar, S.H., M.H
5.     Ismail Hasan Koto, S.H 17. Dewi Biotika Gangga, S.H 29. Ronal Safriansah, S.H
6.     Muh. A Matondang, S.H., M.Hum 18. Yopi Mariadi, S.H 30. Nuriyono, S.H
7.     Teuku Raja Arief Faisal, S.H 19. Alamsyah Hamdani, S.H 31. Muslim Muis, S.H
8.     Surya Adinata, S.H., Mkn 20. Ibrahim, S.H 32. DR. Redyanto Sidi, S.H., M.H
9.     Ibrahim Nainggolan, S.H.,M.H 21. Golfrid Siregar, S.H 33. Andi Muttaqien, S.H
10.   Prasetio Hadi, S.H 22. Pandapotan Simanjuntak, S.H.M.H 34. Wahyu Wagiman, S.H., M.H
11.   Jeffrianto Sihotang, S.H 23. Thomas Pakpahan, S.H 35. Boy J Even Sembiring, S.H., M.
12.   Surya Darma Pardede, S.H 24. Gindo Nadapdap, S.H., M.H 36. Ronald M Siahaan, S.H., M.H

    Narahubung      : Dana Prima Tarigan      : 08126344992 Golfrid Siregar                       : 085264545207