#SaveMeratus Menang, Pemerintah Segera Evaluasi dan Cabut Izin Industri Ekstraktif Bermasalah

Siaran Pers WALHI,
Banjarmasin, 14 Februari 2021

#SaveMeratus Menang, Pemerintah Segera Evaluasi dan Cabut Izin Industri Ekstraktif Bermasalah

Banjarbaru, 12 Februari 2021 –  Mahkamah Agung memenangkan gugatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) terhadap Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan PT Mantimin Coal Mining (MCM). Dengan memberi putusan “Menolak Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan PT. MCM. Dalam hal ini Mahkamah Agung (MA) telah memberi kabar baik di tengah bencana ekologis yang terjadi di Kalimantan Selatan melalui putusan PK MA Nomor 15 PK/TUN/LH/2021, tanggal 04 Februari 2021.

Putusan PK MA itu menjadi kabar yang dinantikan rakyat Kalimantan Selatan. Setelah melalui proses yang panjang dan dua kali gagal dalam gugatan awal di (PTUN Jakarta) dan di tingkat banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) Jakarta, akhirnya suara rakyat Kalsel dimenangkan.

Diketahui sebelumnya pada tanggal 28 Februari 2018, WALHI bersama Kuasa Hukum yang tergabung dalam Tim Advokasi Pengabdi Lingkungan Hidup mendaftarkan gugatan terhadap Menteri ESDM, Ignatius Jonan yang telah mengeluarkan SK Menteri ESDM nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Mantimin Coal Mining (PT. MCM) menjadi Tahap Kegiatan Operasi Produksi, tanggal 4 Desember 2017 di 3 kabupaten yaitu kabupaten Tabalong, kabupaten Balangan dan kabupaten Hulu Sungai Tengah dengan luas 5.908 Ha.

Menanggapi hasil putusan MA ini, Direktur Eksekutif Daerah WALHI Kalsel, Kisworo Dwi Cahyono mengatakan ini adalah kemenangan kita semua warga Kalimantan Selatan. “Atas putusan MA yang tetap memenangkan Gugatan WALHI, ini kemenangan kita semua, WALHI mengapresiasi putusan PK MA ini. WALHI berterimakasih kepada semua pihak dan seluruh elemen masyarakat yang mendukung gugatan, ini adalah berita baik ditengah terjangan bencana ekologis. Untuk pihak tergugat yaitu kementerian ESDM dan PT. MCM kami mendesak harus menjalankan putusan MA ini” katanya.

Apalagi perjuangan Penyelamatan Meratus juga sudah lama kita perjuangankan sejak tahun 80 dan 90-an sampai sekarang, baik terkait isu Kehutanan, isu pertambangan dan pengakuan Masyarakat Hukum Adat.

Menteri ESDM Dan PT. MCM Melakukan Pembangkangan Hukum

Sebenarnya WALHI telah memenangkan gugatan di tingkat Kasasi MA melalui Putusan Kasasi MA Nomor 369 K/TUN/LH/2019, Tanggal 15 Oktober 2019. Ini adalah berdasarkan permohonan Kasasi yang diajukan WALHI. Dan pada tingkat kasasi ini putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap, final, dan mengikat.

Amar putusan Kasasi MA tersebut menyebutkan mengabulkan gugatan Penggugat (WALHI) untuk seluruhnya, menyatakan BATAL ATAU TIDAK SAH SK Menteri ESDM nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Mantimin Coal Mining (PT. MCM) menjadi Tahap Kegiatan Operasi Produksi, mewajibkan Tergugat (Menteri ESDM), tanggal 4 Desember 2017, dan mewajibkan Menteri ESDM selaku Tergugat untuk MENCABUT SK Menteri ESDM nomor 441.K/30/DJB/2017, tanggal 4 Desember 2017.

Pertimbangan Hukum Majelis Hakim Kasasi MA sesuai dengan fakta dan kondisi di Kalimantan Selatan terkait Kawasan Karst yang harus dilindungi sebagaimana yang terungkap dalam persidangan. Pertimbangan Majelis Hakim Kasasi MA menyebutkan bahwa sebagian areal tambang PT. MCM berada di kawasan karst yang merupakan Kawasan lindung geologi. Apabila kawasan tersebut dilakukan eksploitasi, maka berpotensi merusak fungsi aquifer air, karena ekosistem karst memiliki fungsi aquifer air alami, sebagai penampung dan penyalur air bagi wilayah di sekitarnya. Karena itu sangat tepat Majelis Hakim Kasasi MA menyebutkan bahwa tindakan hukum Menteri ESDM mengeluarkan SK Menteri ESDM nomor 441.K/30/DJB/2017, tanggal 4 Desember 2017 tersebut melanggar  asas-asas umum pemerintahan yang baik, yakni asas kehati-hatian precautionary (precautionary principle);

Tetapi faktanya sampai saat ini Menteri ESDM tidak mencabut SK Menteri ESDM nomor 441.K/30/DJB/2017, tanggal 4 Desember 2017 tersebut. Artinya dalam hal ini Menteri ESDM tidak melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap. Ini menunjukkan Menteri  ESDM MELAKUKAN PEMBANGKANGAN HUKUM.

Melalui putusan PK MA ini, diharapkan menteri ESDM taat dan patuh terhadap hukum yang berlaku di negara ini. Karena itu diharapkan Menteri ESDM agar menghormati dan melaksanakan putusan pengadilan. Tidak ada lagi alasan menunda dan tidak melaksanakan putusan pengadilan. Tentunya bukan hanya izin yang diterbitkan kepada PT. MCM. Dalam hal ini termasuk Presiden Joko Widodo diharapkan untuk segera melakukan evaluasi dan mencabut izin-izin yang bermasalah lainnya di Kalimantan Selatan, sebab bencana ekologis banjir di Kalsel juga merupakan potret muram krisis iklim dan krisis lingkungan di Kalimantan Selatan.

Penting untuk diketahui WALHI sering menyampaikan bahwa Kalimantan Selatan dalam posisi Darurat Ruang dan Darurat Bencana Ekologis, selain konflik agraria yang sering terjadi, bencana ekologis termasuk banjir dan karhutla juga sering menerpa Kalimantan Selatan. Dengan luas wilayah kurang lebih 3,7 Juta Ha, ada 13 Kabupaten/Kota hampir 50 % sudah dibebani izin Pertambangan dan Perkebunan Kelapa Sawit belum lagi HTI dan HPH.

Beban perizinan tambang batubara menjadi yang paling besar selain Hak Guna Usaha (HGU), Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) dan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu – Hutan Alam (IUPHHK-HA). Beban lingkungan di Kalsel dapat dilihat melalui beban perizinan industri ekstraktif yaitu Izin Usaha Pertambangan Minerba 628.708 Ha, diantaranya IUP Mineral 81.825 Ha, IUP Mineral Bukan Logam 33.741 Ha, IUP Batubara 489.483 Ha, IUP Batubara Pulau Laut 23.659 Ha.

Di sektor hutan, Izin Usaha kehutanan Seluas 743.078 Ha yakni IUPHHK-HA 197.167 Ha, IUPHHK-HT Luas 539.882 Ha, dan Izin Perkebunan seluas 811.115 Ha, yakni HGU Luas 503.704 Ha dan Izin Lokasi seluas 307.411 Ha. Dalam kontek Pegunungan Meratus, tercatat ada sekitar 4.301,78 Ha lahan terbuka pertambangan dan 10.148,29 Ha lahan berupa Perkebunan. Sedangkan dari sisi perizinan untuk korporasi di Pegunungan Meratus sekitar 6.228,36 Ha diantaranya HGU 51.644,80 Ha, Izin Usaha Pertambangan Minerba, dan 95.201,47 Ha IUPHHK-HT.

Dalam hal gugatan, WALHI telah mengajukan Gugatan, Banding dan Kasasi terhadap keputusan yang dikeluarkan Kementerian ESDM di Jakarta yang pada tanggal 4 Desember 2017 mengeluarkan SK bernomor 441.K/30/DJB/2017 tentang penyesuaian tahap kegiatan PKP2B menjadi tahap Operasi Produksi kepada PT Mantimin Coal Mining (MCM). Izin itu meliputi tiga kabupaten (Tabalong, Balangan, dan Hulu Sungai Tengah).

Dilansir dari laman website MA, telah dipublikasikan hasil putusan dengan nomor perkara 15PK/TUN/LH/2021 yang dijalankan oleh Hakim Ketua Dr. Yosran, SH., M.Hum, Hakim kedua Prof. DR.HM. Hary Djatmiko, SH., M.S., dan hakim ketiga Prof. DR. H. Supandi, SH., M.Hum serta Panitera Pengganti Rut Endang Lestari, SH telah putus dengan hasil putusan “Tolak PK”.

Artinya bahwa Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan oleh PT MCM ditolak oleh Mahkamah Agung. Dengan demikian gugatan WALHI yang awalnya kandas di PTUN Jakarta dan PTTUN Jakarta, kemudian dimenangkan oleh Mahkamah Agung baik pada tingkat kasasi maupun pada tahap Peninjauan Kembali.

Kini saatnya kita mengawal putusan ini, sudah menjadi kewajiban Kementerian ESDM untuk melaksanakan/mengeksekusi putusan pengadilan, dan PT MCM harus segera angkat kaki dari wilayah Kalsel. Pemerintah dalam hal ini juga harus mengevaluasi seluruh izin industri ekstraktif tambang, sawit, HTI dan HPH di Kalsel sebagai resolusi dari krisis iklim dan lingkungan hidup yang terjadi dan untuk menjawab Kalsel dalam posisi darurat ruang dan darurat bencana ekologis.

Kaitannya dengan darurat ruang dan darurat bencana ekologis yang sering terjadi, WALHI mendesak negara:

  1. Cabut UU 3 tahun 2020 Minerba dan UU 11 Tahun 2020 Cipta Kerja.
  2. Tanggap Bencana (sebelum, pada saat dan pasca bencana/Pemulihan). Pemerintah jangan lambat dan gagap lagi dalam penanganan bencana.
  3. Review dan Audit seluruh Perijinan industri ekstraktif Tambang, Sawit, HTI, HPH secara Transparan dan dibagikan ke publik.
  4. Stop ijin baru; yang ada saja sudah membuat kacau, apalagi kalau ditambah.
  5. Penegakan hukum, terutama terhadap perusak lingkungan.
  6. Bentuk Satgas/Komisi Khusus Kejahatan Lingkungan dan SDA serta bentuk Pengadilan Lingkungan. (Bubarkan Inspektorat Tambang).
  7. Perbaikan/Pemulihan kerusakan Lingkungan termasuk DAS, Sungai, dan Drainase.
  8. Review RTRW (Rencana Tata Ruang Wilayah).
  9. RPJM, RPJP dan APBD/N yang pro terhadap keselamatan rakyat dan lingkungan, berkeadilan lintas generasi serta mampu menghilangkan bencana ekologis.
  10. Menteri ESDM agar melaksanakan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, final dan mengkat yaitu Putusan PK MA Nomor 15 PK/TUN/LH/2021, tanggal 04 Februari 2021, dengan mencabut SK Menteri ESDM Nomor 441.K/30/DJB/2017 tentang Penyesuaian Tahap Kegiatan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B) PT Mantimin Coal Mining (PT. MCM) menjadi Tahap Kegiatan Operasi Produksi, mewajibkan Tergugat (Menteri ESDM), tanggal 4 Desember 2017.

Narahubung:

Kisworo Dwi Cahyono (081348551100)
Jefry Raharja (081253468855)
Judianto (085775260228)