Picu Bencana Krisis Iklim, Standard Chartered Harus Hentikan Investasi Batu Bara

SIARAN PERS
Untuk segera dipublikasikan

Picu Bencana Krisis Iklim, Standard Chartered
Harus Hentikan Investasi Batu Bara

Jakarta, 19 Maret 2021 - Gerakan Jeda untuk Iklim yang di dalamnya terdapat komunitas Jaga Rimba dan organisasi lingkungan WALHI DKI Jakarta menggelar aksi di depan kantor pusat Standard Chartered Bank di Jakarta hari ini. Aksi dilakukan untuk menyampaikan kepada publik bahwa perusahaan keuangan asal Inggris tersebut masih mengucurkan uangnya melalui investasi kotor.

Pemasangan dua banner bertuliskan “Standard Chartered Bank, Uang Batu Baramu Membunuhku” di Jalan Prof.Dr.Satrio, Jakarta Selatan, kali ini juga sebagai bentuk peringatan kepada Bank tersebut untuk berhenti mendanai industri batu bara yang sudah banyak menyebabkan korban jiwa.

Standard Chartered Bank (SCB) menginvestasikan miliaran dollar ke perusahaan bahan bakar fosil di seluruh dunia. Secara total, melalui bisnis kotor tersebut, mereka telah menyalurkan USD24miliar ke perusahaan batu bara, minyak dan gas sejak Perjanjian Paris. Sebagian besar proyek tersebut tersebar di negara- negara MAPA (Most Affected People & Areas) atau negara-negara yang paling terdampak perubahan iklim, khususnya Indonesia dan Filipina.

Di Indonesia, SCB aktif membiayai PLN Persero, Indonesia Asahan Aluminium, dan Adaro Energy. Padahal, di tahun 2018 SCB secara terbuka mengatakan akan menghentikan pendanaan kepada industri batu bara. Tetapi pada kenyataannya itu hanya janji yang tak pernah terealisasikan.

SCB juga ikut andil dalam bencana banjir besar yang terjadi di Kalimantan Selatan awal tahun ini. Alasannya, perusahaan perbankan yang bermarkas di London itu diketahui sebagai salah satu pemodal perusahaan Adaro Energy, yang mengoperasikan salah satu tambang batu bara terbesar di Kalimantan Selatan sekaligus salah satu pertambangan penyebab degradasi daerah tangkapan Sungai Barito.

“Standard Chartered Bank adalah pembunuh iklim. Mereka terus mendanai kehancuran di Indonesia dengan memberi modal pinjaman kepada perusahaan batu bara yang menghancurkan kehidupan masyarakat Kalimantan Selatan dan masa depan kami semua. Kami baru saja mengalami banjir terbesar di Kalimantan Selatan dalam 50 tahun terakhir dan itu karena deforestasi oleh perusahaan batu bara yang dilakukan dengan tidak terkendali. Standard Chartered harus berhenti membiayai Adaro sekarang juga!” kata Salsabila Khairunisa aktivis Jeda untuk Iklim.

Data dari Market Force, sebuah lembaga yang mengekspos pendanaan perusak lingkungan, mengungkap bahwa Adaro tidak mempunyai rencana untuk mendemonstrasikan bagaimana mereka akan menghentikan penggunaan batu bara dan mendiversifikasi bisnisnya dengan cara yang sejalan dengan upaya Perjanjian Iklim Paris. Pada tahun 2020, Adaro tercatat memproduksi 54,53 Mt, dan pada tahun 2021 akan terus fokus pada bisnis batu bara dengan menetapkan target produksi batubara sebesar 52 - 54 Mt.

Tidak hanya di sektor pertambangan, SCB  juga memiliki andil memperparah kerusakan lingkungan melalui pembiayaan kepada PLN persero untuk pembangunan PLTU batu bara Jawa 9 & 10 di Suralaya, Banten.

“Kita sudah melihat banyak fakta kerusakan dan bencana yang diakibatkan industri ekstraktif terutama batu bara. Bahkan pada 2020, BNPB mencatat terjadi peningkatan bencana ekologis yang didominasi bencana akibat perubahan iklim serta bencana hidrometereorologi,” kata Rehwinda, pengkampanye WALHI DKI Jakarta.

Dalam catatan BNPB sebanyak 1.944 bencana terjadi pada tahun lalu. Sebanyak 730 di antaranya adalah banjir dan 523 kejadian puting beliung. Dengan fakta-fakta tersebut, upaya mitigasi nyatanya malah berjalan mundur. Pemerintah justru tetap "ngebut" mengesahkan UU Cipta Kerja dan peraturan turunannya.

“Bahkan baru-baru ini, Peraturan Pemerintah (PP) No. 22 Tahun 2021 malah menghapus limbah FABA (Fly Ash Bottom Ash) batu bara dari limbah B3. Menurunnya  standard lingkungan hidup, termasuk dihapusnya limbah FABA batu bara dari kategori limbah B3 itu, tentu saja dapat meningkatkan resiko pembiayaan pada energi kotor," imbuh Rehwinda.

Dengan sederet bencana yang telah terjadi dan kemungkinan besar bertambahnya bencana yang lebih parah lagi, SCB harus segera memutus rangkaian hubungan dengan industri perusak lingkungan dan penghancur kehidupan masyarakat Indonesia. SCB harus menepati janji mereka dan menjadi bagian dari penyelamat iklim dunia. Waktu kita tidak banyak!

Kontak Media :
Arie Utami, 08111770920
Rehwinda, 081319117808

Note:

Jeda Untuk Iklim adalah bagian dari koalisi Internasional Friday for Future.
Untuk info kampanye ini lebih lanjut bisa lihat di laman web https://fridaysforfuture.org/cleanupstandardchartered/