Pernyataan Sikap Walhi

Jakarta (21/12), Gubernur Jawa Tengah harus patuhi isi Putusan Pengajuan Kembali (PK) Mahkamah Agung nomor 99 PK/TUN/2016 tertanggal 5 Oktober 2016, yang diajukan oleh Joko Prianto dkk dan WALHI. Putusan PK ini menyatakan bahwa; Pertama, mengadili dan mengabulkan seluruh gugatan para penggugat. Kedua, menyatakan batal izin lingkungan PT Semen Indonesia. Ketiga, mewajibkan kepada Gubernur Jawa Tengah untuk mencabut izin lingkungan PT. Semen Indonesia di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah. WALHI yang merupakan salah satu penggugat dari kasus ini merasa berkepentingan terhadap kelangsungan perlindungan lingkungan hidup dan masyarakat yang berada dalam wilayah izin PT Semen Indonesia tersebut. Sejak diputus oleh Mahkmah Agung tanggal 5 Oktober 2016, putusan Peninjauan kembali ini seakan tidak mampu merubah kebijakan, bahkan Gubernur Jawa Tengah sebagai penerbit izin lingkungan, terkesan dan seolah-olah menafsirkan sendiri putusan PK tersebut. Bahwa tafsir Gubernur cenderung keliru dan melampaui hukum (beyond of the law); Seperti diketahui di berbagai media massa dengan mengquote pernyataan dari Gubernur Jawa Tengah, berkembang opini bahwa tidak ada putusan PK yang menyatakan PT. Semen Indonesia harus ditutup atau tidak boleh beroperasi.

Pendapat yang sering dsampaikan oleh saudara Gubernur Jawa Tengah tersebut cenderung mengabaikan kewajibannya sebagai penerbit izin lingkungan. Dugaan adanya pengabaian bahkan melawan putusan Mahkamah Agung ini nyata terlihat dari upaya saudara Gubernur mencabut izin lingkungan yang lama (yang telah dibatalkan MA) tanggal 9 November 2016 lalu, dan menerbitkan izin lingkungan yang baru yaitu nomor 660.1/30 pada tanggal yang sama, dengan alasan pada pasal 50 ayat (2) huruf a dan b PP 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan. WALHI sebagai penggugat organisasi merasa perlu meluruskan isi dalam putusan tersebut. Supaya masyarakat dan khalayak ramai memahami dan teredukasi atas putusan PK yang membatalkan izin lingkungan PT. Semen Indonesia tersebut.

WALHI merasa meluruskan beberapa hal antara lain : Pertama, kenapa WALHI dan masyarakat memilih mengajukan gugatan atas terbitnya izin lingkungan PT Semen Indonesia, bukan izin operasional atau izin-izin yang lain?. Merujuk pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaaan Lingkungan Hidup (UUPPLH) dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan, yang disebut dengan izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan usaha dan/ atau kegiatan yang wajib Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin usaha dan/ atau kegiatan. Izin lingkungan berdasarkan pada pasal 40 ayat (1) dan (2) merupakan persyaratan untuk memperoleh izin usaha dan/ atau kegiatan. Jika izin lingkungan dicabut baik oleh penerbit maupun oleh pengadilan, maka izin usaha dan/atau kegiatan usaha dibatalkan. Dalam penjelasan pasal 40 tersebut yang dimaksuddengan izin usaha dan/ atau kegiatan dalam ayat ini termasuk izin yang disebut dengan nama lain seperti izin operasi dan izin konstruksi. Artinya putusan PK yang mencabut izin lingkungan PT Semen Indonesia termasuk juga membatalkan izin operasional dan izin konstruksi PT Semen Indoensia atau izin dengan nama lainya. Kedua, Gubernur selaku penerbit izin lingkungan seharusnya menaati isi putusan tersebut, bukan mengambil langkah menafsirkan sendiri dan/atau memberikan opini salah dalam mengartikan putusan PK tersebut. Dalam berbagai wawancara Gubernur menyatakan kurang lebihnya “tidak ada putusan untuk menutup operasi PT Semen Indonesia”. Perlu WALHI tegaskan kepada Gubernur Jawa Tengah untuk lebih berhati-hati, lebih cermat dan lengkap memberikan pendapat atas putusan pengadilan. Jika Gubernur memahami substansi gugatan, substansi putusan PK, isi dari UUPPLH dan PP Izin Lingkungan, pasti pernyataan tersebut tidak mungkin keluar dari seoarang kepala daerah. Akibat dari pernyataan-pernyataan Gubernur yang cenderung memelintir atau mempolitisasi isi putusan pengadilan, menimbulkan dampak negatif terhadap masyarakat. Gubernur yang seharusnya membuat rakyat hidup tenang dengan memperoleh keadilan dan kepastian hukum, hilang atas pernyataan Gubernur yang mengartikan putusan PK tersebut. Kedamaian dan ketentraman bermasyarakat menjadi kecemasan. Opini dalam media massa juga akan mengaburkan isi putusan pengadilan. Ketiga, Tim kecil yang dibentuk oleh Gubernur Jawa Tengah seyogyanya bukan untuk menafsirkan isi putusan, bahkan jangan dipakai untuk mengelak dari kewajiban untuk mencabut izin lingkungan PT Semen Indonesia. Seharusnya tim kecil tersebut dibentuk untuk memudahkan proses pencabutan izin dan memberikan solusi berikutnya.

Tim kecil tidak boleh melampaui hukum yang berlaku, apalagi sekarang sudah ada perintah yang jelas dari Presiden RI untuk menyusun KLHS (kajian lingkungan hidup strategis) di kawasan pegunungan kendeng. Keempat, tentang perubahan izin lingkungan PT Semen Indonesia atau Gubernur biasa menyebut adendum Izin Lingkungan PT Semen Indonesia. Dengan dalih pasal 50 PP 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan Gubernur mengeluarkan izin lingkungan baru (adendum). Maka WALHI perlu sampaikan, bahwa perubahan izin sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 PP Nomor 27 Tahun 2012 tentang izin lingkungan, terhadap izin lingkungan PT Semen Indonesia adalah cacat prosedur dan substansi, bahkan perubahan tersebut melawan norma hukum positif. Jika kita merujuk pada pasal 50 sebagaimana alasan Gubernur menerbitkan izin lingkungan baru, maka sebelum izin baru (perubahan) diterbitkan, ada dua syarat penting pertama yaitu tidak dilaksanakannya rencana usaha dan/ atau kegiatan dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak diterbitkannya izin lingkungan. Dari tahun 2013 PT Semen Indonesia melakukan aktifitas operasi konstruksi dan sekarang sudah hampir 90%. Kedua, PT. Semen Indonesia mengajukan permohonan perubahan SKKLH melalui penyusunan dan penilaian dokumen Amdal baru atau penyampaian dan penilaian terhadap adendum ANDAL dan RKL-RPL, apakah penyusunan Amdal baru sudah dilakukan? Kita semua menyakini berdasarkan fakta yang ada, bahwa belum pernah ada proses penyusunan Amdal baru. Wahana Lingkungan Hidup dengan tegas meminta agar Gubernur Jawa Tengah untuk menghormati putusan MA, dan harus menghentikan operasi pabrik semen, karena tingkat kerentanan dan keterancaman masyarakat dari dampak bencana ekologis yang ditimbulkan dari pabrik semen antara lain pencemaran air tanah, banjir dan kekeringan. Ekosistem karst merupakan sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup manusia yang harus dilindungi, mengigat karakter hidrogeologi karst sangat unik yang memiliki lapisan tanah yang tipis dan potansial, karena hampir sepanjang waktu dapat menyimpan air dalam jumlah yang melimpah sehingga memilki sumber air bagi kebutuhan warga Jawa Tengah. Demikian pernyataan WALHI dibuat, untuk meluruskan perkembangan pendapat dan asumsi yang ada. Sehingga masyarakat tidak memperoleh informasi yang sesat dan salah. Salam Adil dan Lestari, Nur Hidayati Direktur Eksekutif Nasional WALHI Muhnur Satyahaprabu, SH Kuasa Hukum Contact Person: Muhnur Satyahaprabu di 0813.2643.6437