Negara Harus Bertanggung Jawab atas Hilangnya Nyawa (Alm) Erfaldi, Seorang Pejuang Lingkungan Sulawesi Tengah

Pers Release
Walhi Sulawesi Tengah - WALHI - YLBHI - JATAM Sulawesi Tengah - JATAM

Jakarta 10 Maret 2022 – Penegakan hukum terhadap aparat penegak hukum yang melakukan kejahatan dan pelanggaran HAM semakin jauh dari keadilan. Setelah melewati proses panjang untuk mengharap keadilan, pada tanggal 3 Maret 2023, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Parigi Moutong, Sulawesi Tengah justru memvonis bebas terdakwa BRIPKA Hendra dari dakwaan pelaku penembakan (alm.) Erfaldi. Majelis Hakim menilai terdakwa BRIPKA Hendra tidak terbukti melakukan penembakan yang menyebabkan hilangnya nyawa Erfaldi.

(Alm) Erfaldi, seorang pemuda asal Desa Tada, Tinombo Selatan, tewas tertembak dengan kondisi mengalami luka tembak di bagian punggung kanan pada 12 Februari 2022. (Alm) Erfaldi bersama ribuan warga di kecamatan Kasimbar, Toribulu, dan Tinombo Selatan, Parigi Moutong, Sulawesi Tengah, pada saat itu tengah melakukan aksi protes turun kejalan terhadap rencana aktivitas pertambangan emas milik PT Trio Kencana. Warga menolak kehadiran pertambangan emas seluas 15 ribu hektar yang mengancam lahan pemukiman, lahan pertanian dan pangan, serta sumber air warga.

Terhadap putusan ini, Erfina, salah satu keluarga (alm) Erfaldi menyatakan kekecewaannya. “Keluarga sangat kecewa, harapan keluarga sebelumnya sangat besar agar pelaku dihukum seberat-beratnya, tetapi kenyataannya tidak ada keadilan bagi adik saya”, ungkapnya. Kematian Erfaldi tentu berdampak besar terhadap keluarga. “Ayah saya sampai mengalami depresi, bahkan hingga kini hasil dari proses penegakan hukum termasuk dakwaan tidak pernah diberitahukan kepada ayah”, imbuhnya.

Diketahui, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa hukuman 10 tahun penjara pada Pengadilan. Namun Pengadilan memutuskan lain. Terbitnya putusan ini mendapat tanggapan dari Edy Kurniawan, YLBHI, yang turut menyesalkan atas putusan ini. “Kami turut menyesalkan meski kami tidak kaget”, ungkapnya. Putusan ini semakin menambah preseden putusan pengadilan yang berkompromi terhadap pelaku kejahatan dan pelanggar HAM. “YLBHI telah menangani banyak kasus extra judicial killing yang sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan lagi-lagi putusan selalu berkompromi pada pelaku.” Kasus ini sulit untuk tidak dikategorikan sebagai kasus pelanggaran HAM. “Sayangnya Kepolisian, Kejaksaan hingga Pengadilan sering kali tidak memiliki sensitifitas pada Hak Asasi Manusia,” imbuhnya.

Menarik kembali akar dari peristiwa ini sebetulnya adalah protes penolakan warga terhadap pertambangan PT Trio Kencana. Aksi protes ini kemudian disikapi dengan berlebihan oleh aparat kemanan hingga berujung hilangnya nyawa (alm) Erfaldi. Direktur Eksekutif Daerah Walhi Sulawesi Tengah, Sunardi Katili menerangkan, bahwa sebetulnya peristiwa ini akibat lambannya pemerintah dalam mengambil keputusan untuk menghentikan usaha pertambangan yang merusak lingkungan. “Sebetulnya aksi protes warga terhadap pertambangan PT Trio Kencana sudah ada sejak tahun 2010”, ungkapnya. Jika saja pemerintah bersikap bijak, tentu peristiwa sedemikian ini tidak terjadi. Bahkan sejak peristiwa meninggalnya (alm) Erfaldi, diketahui izin PT Trio Kencana tidak pernah dievaluasi. “Sungguh tidak ada lagi keadilan, keberadaan PT Trio Kencana sebagai akar penyebab peritiwa ini tidak kunjung dievaluasi, sedangkan putusan bagi meninggalnya (alm) Erfaldi juga mengaburkan siapa yang musti bertanggung jawab”, imbuhnya. Sementara terhadap putusan ini, Walhi Sulawesi Tengah yang turut mengawal proses persidangan juga menilai terdapat sejumlah kejanggalan dalam proses persidangan. “Kami menilai adanya sejumlah kejanggalan sepanjang prosesi persidangan seperti, kenapa terdakwa tidak dihadirkan pada saat rekonstruksi? Mengapa Jaksa menggunakan dakwaan alternatif?”, pungkasnya.

Sementara itu, pendekatan terhadap akar masalah yaitu persoalan pertambangan PT Trio Kencana yang merusak lingkungan, Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah, Taufik, menyesalkan proses pengamanan yang berlebihan pada peristiwa 12 Februari 2022 lalu. “Kami menyesalkan proses pengamanan aksi pada 12 Februari 2022 lalu dimana aparat penegak hukum menggunakan senjata dan peluru tajam dalam penanganan aksi”, ungkapnya. Padahal diketahui tindakan tersebut dilarang berdasarkan Perkpolri Nomor 16 tahun 2006. Selanjutnya Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Sulawesi Tengah, juga menyesalkan terhadap penetapan 3 orang warga sebagai tersangka yang saat ini didampingi oleh Walhi dan JATAM. “Sementara pelaku dibebaskan, meski hasil investigasi dan uji balistik mengarah pada Bripka H, sedangkan proses hukum terhadap warga terus dilakukan. Hal ini tentu melukai perasaan keluarga”, tutupnya.

Fanny Tri Jambore, Eksekutif Nasional Walhi, memberikan keterangan bahwa menurutnya perlu adanya reformasi struktural terhadap aparat penegak hukum. “Berdasarkan catatan Walhi, sejak pemberlakuan UU No 3/2020 tentang Minerba, telah ada setidaknya 22 orang yang mengalami peristiwa kriminalisasi, intimidasi dan kekerasan yang justru dilakukan oleh aparat kepolisian”, ungkapnya. Walhi menegaskan bahwa seharusnya Erfaldi merupakan bagian dari pejuang lingkungan yang seharusnya dilindungi berdasarkan Pasal 66 UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan. “(alm) Erfaldi seharusnya dilindungi sebagai orang yang memperjuangkan hak-nya untuk mendapatkan lingkungan baik dan sehat, bukan sebaliknya ditembak”, tutupnya.

Terakhir, koalisi yang terdiri dari Walhi Nasional, Walhi Sulawesi Tengah, JATAM Nasional, JATAM Sulawesi Tengah, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) dalam konferensi persnya hari ini menyatakan bahwa “Harus ada yang bertanggung jawab atas hilangnya nyawa (alm) Erfaldi”. Koalisi juga mendorong Kejaksaan untuk melakukan kasasi terhadap putusan Pengadilan Negeri Parigi Moutong. Selanjutnya, koalisi akan melakukan eksaminasi publik terhadap putusan ini dan membuatkan amicus curiae untuk menjadi pertimbangan bagi hakim kasasi. Koalisi menutup dengan tuntutan evaluasi kegiatan pertambangan di Sulawesi Tengah yang hingga hari ini dalam catatannya telah banyak menelan korban kekerasan, kriminalisasi hingga pembunuhan di luar hukum. Perlu didorong evaluasi kebijakan pengamanan oleh Polri, khususnya terkait pertambangan di Sulawesi Tengah.

Narahubung:

YLBHI – JATAM Nasional – Walhi Nasional – JATAM Sulawesi Tengah – Walhi Sulawesi Tengah