Lawan Kriminalisasi Pejuang Pesisir Seluma

Pers Release
Lawan Kriminalisasi Pejuang Pesisir Seluma

Bengkulu, 20 Januari 2023

Organisasi lingkungan, WALHI Bengkulu sangat menyesalkan pernyataan Gustianto selaku Wakil Bupati (Wabup) Seluma yang menyatakan jika perizinan PT Faminglevto Baktiabadi (PT FBA) sudah lengkap dan meminta perusahaan segera beroperasi. Pernyataan Wabup Seluma tersebut harus dipertanggungjawabkan, jika memang perizinan PT FBA sudah lengkap maka Pemkab Seluma harus berani menunjukkannya kepada publik. Selain itu pernyataan “perusahaan telah memiliki AMDAL” juga sangat keliru, sejauh ini tidak ada konsultasi dan sosialisasi publik yang dilakukan oleh PT FBA kepada masyarakat dan Pemerintahan Desa Pasar Seluma (syarat penerbitan AMDAL). Pernyataan yang dimuat di beberapa berita media ini semakin menunjukkan Pemkab Seluma telah mengabaikan hak–hak rakyat, ditambah selama ini Pemkab juga terkesan menghindar dan berdalih bahwa perizinan pertambangan pasir besi ini adalah kewenangan pusat.

Sebelum Dirjen Minerba pada 3 Agustus 2022 lalu, telah mengeluarkan surat teguran 1 yang ditujukan untuk PT FBA, jika dilihat dasar hukum yang digunakan adalah Pasal 22 ayat (1) UU No 32/2009 tentang PPLH yang berbunyi “Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal” dan Pasal 89 ayat 2 huruf (g) yang berbunyi “tidak dilaksanakannya rencana usaha dan/atau kegiatan dalam jangka waktu tiga (3) tahun sejak diterbitkannya surat keputusan kelayakan lingkungan hidup atau persetujuan pernyataan kesanggupan pengelolaan lingkungan hidup”, Dirjen Minerba meminta PT Faminglevto Baktiabadi menghentikan aktivitas sementara dan meminta untuk memperbaharui persetujuan lingkungan.

Diketahui bahwa PT Faminglevto Baktiabadi telah melakukan kegiatan konstruksi sejak Desember 2021 dan melakukan penambangan sejak Juli 2022 lalu, itu artinya selama ini PT Faminglevto Baktiabadi telah beraktivitas tanpa mengantongi Dokumen Persetujuan Lingkungan/AMDAL, dan itu merupakan pelanggaran hukum, seharusnya pihak aparat penegak hukum menjadikan hal tersebut sebagai temuan serta menindak tegas PT Faminglevto Baktiabadi, bukan malah berjaga di lokasi pertambangan dan mengakamodir laporan PT Faminglevto Baktiabadi terhadap masyarakat yang menjaga wilayah kelola mereka.

Dugaan Kuat PT FBA Melakukan Upaya kriminalisasi Pada Masyarakat Desa Pasar Seluma

Di sisi lain telah terjadi lagi upaya yang diduga kuat merupakan skema kriminalisasi yang dilakukan oleh PT FBA terhadap masyarakat yang menyuarakan penyelamatan lingkungan di pesisir barat. Sebelumnya beberapa waktu lalu dikutip dari berita media radar seluma pada (17/12/2022), sembilan masyarakat Desa Pasar Seluma telah dilaporkan ke Polres Seluma oleh Humas PT FBA dengan tuduhan melakukan pengrusakan dan Provokator. Pada saat pelaporan yang dilakukan, Kasat Reskrim Polres Seluma juga membenarkan adanya pelaporan, tetapi belum masuk dan mengarah ke Pidana.

Namun pada Selasa ( 17/01/2023 ), 2 orang warga yaitu Iyonnaidi dan Zemi telah dimintai keterangan oleh Polres Seluma, M. Zhoni pada 19 Januari dan 3 orang lagi, Anton, Elda dan Iswandi juga telah mendapat undangan untuk dimintai klarifikasi pada selasa, 24 dan 25 januari 2023 mendatang. Jika proses pelaporan yang dilakukan oleh PT FBA ini ditindaklanjuti oleh Polres Seluma, Hal ini dapat menambah daftar panjang upaya kriminalisasi yang dilakukan oleh PT FBA sejak 2021 hingga sekarang. Dari adanya beberapa pertanyaan yang diberikan oleh penyidik terlihat ada beberapa pertanyaan yang dianggap diluar konteks pasal 406 ayat 1 KUHPidana juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHPidana. Pelaporan yang dilakukan oleh PT FBA tidak memiliki dasar, sebab masyarakat sama sekali tidak melakukan pengrusakan, masyarakat hanya mempertanyakan persetujuan lingkungan PT FBA yang sejak awal Juli 2022 lalu yang telah melakukan kegiatan penambangan dan tanpa adanya persetujuan lingkungan/AMDAL.

Masyarakat desa pasar seluma yang dilaporkan dan dimintai klarifikasi oleh Polres Seluma merupakan masyarakat pengelola pesisir barat sejak zaman dahulu dan merupakan para pejuang penyelamatan lingkungan di pasar seluma, perjuangan penyelamatan lingkungan yang telah sejak lama menolak kehadiran perusahaan yang mengancam keberlangsungan hidup rakyat.

Polres Seluma harus melihat dan mempertimbangkan bahwa pada pasal 66 UU 32/2009 yang menyatakan bahwa “setiap orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata”.

Desa Pasar Seluma berada di pesisir barat Sumatera, tepatnya di Provinsi Bengkulu, Kabupaten Seluma, desa ini sendiri diberi keberkahan oleh alam, jika dikelola dengan arif dan bijaksana, remis yang ada di Pasar Seluma sendiri selain dapat dikonsumsi juga digunakan untuk ekonomi alternatif masyarakat desa Pasar Seluma, baik dengan cara dijual ataupun diolah kembali menjadi kerajinan tangan yang menarik, keberadaan remis semakin terancam dengan adanya aktivitas eksploitasi yang berlebihan di bibir pantai, remis sendiri merupakan hewan yang cukup sensitif terhadap getaran. Namun, daerah ini juga merupakan zona merah wilayah bencana, yang dibuktikan dengan adanya shelter tsunami di wilayah pesisir barat Provinsi Bengkulu, khususnya di Kabupaten Seluma.

Ironisnya, dengan kondisi yang ada, potensi ekonomi yang dapat membantu kesejahteraan masyarakat, potensi bencana yang harus segera direspon dengan mitigasi yang lebih baik dan berbasis keadilan lingkungan, pemerintah lebih menyukai investasi instan. Berlandaskan hal tersebut, masyarakat bersatu untuk menjaga wilayah hidup mereka, namun upaya masyarakat yang tengah berjuang dengan terang dihalang-halangi, termasuk membuat kasus yang diduga kuat hanya “pengalih isu” semata, dan digunakan untuk menurunkan semangat juang rakyat.

Dengan ini WALHI Bengkulu dengan tegas menyatakan :

  1. Hentikan segala upaya kriminalisasi dan intimidasi dengan tujuan melemahkan perjuangan rakyat atas wilayah kelola serta lingkungan hidup yang baik dan sehat, karena rakyat memiliki hak untuk melindungi dan menyelamatkan lingkungannya.
  2. Mendesak Pemkab Seluma, Pemprov Bengkulu dan juga Pemerintahan Pusat agar mengedepankan kepentingan rakyat, bukan i
  3. Mendesak aparat penegak hukum mengusut dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh PT Faminglevto Bakti Abadi yang diduga kuat beraktivitas tanpa perizinan yang lengkap.
  4. Wilayah pesisir barat, khususnya di Desa Pasar seluma merupakan zona rawan bencana, mitigasi kebencanaan harusnya menjadi poin utama dalam menentukan rencana tata ruang dan rencana wilayah.
  5. Pemerintah harus melindungi wilayah kelola rakyat dengan kearifan lokal dan budaya yang ada.
  6. Agar seluruh masyarakat Provinsi Bengkulu yang menerima ketidakadilan atas nama pembangunan untuk berkumpul, mengorganisir diri dan menyuarakan hak kita sebagai rakyat dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  7. Serta seluruh CSO, NGO, Kelompok Pecinta Alam, Mahasiswa Pecinta Alam, Badan Eksekutif Mahasiswa, Kelompok Kepemudaan, Organisasi Mahasiswa Kedaerahan, serta organisasi dan kelompok yang berjuang, untuk bersatu melawan ketidakadilan.

 

Narahubung :

  1. Direktur Eksekutif WALHI Bengkulu, Abdullah Ibrahim Ritonga (+62 823-4559-3001)
  2. Manager Kampanye Industri Ekstraktif WALHI Bengkulu, M.Frengki Wijaya (+62 822-8268-0078)