Jaga Karst Jaga kehidupan

Siaran Pers Pada 17-23 November 2017, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) telah mengadakan “Eksplorasi Karst Pegunungan Sewu”. Acara bertajuk “Mendorong Kebijakan Perlindungan dan Pengelolaan Kawasan Karst” ini berangkat dari keresahan makin terancamnya ekosistem karst oleh industri ekstraktif, maupun oleh investasi yang merusak lingkungan. Eksplorasi Karst ini diikuti oleh kurang lebih 70 anggota MAPALA (Mahasiswa Pecinta Alam) anggota WALHI dari 19 Propinsi. Kegiatan Eksplorasi ini juga dilakukan di 6 kawasan gua di sekitar Pegubungan Sewu. Fakta & Ancaman Karst Kawasan Karst merupakan ekosistem yang terbentuk dalam kurun waktu ribuan tahun, tersusun atas batuan karbonat (batu kapur/batu gamping) yang mengalami proses pelarutan hingga membentuk kenampakan morfologi dan tatanan hidrologi yang unik dan khas. Di Indonesia, dengan prakiraan luas kawasan karst mencapai hampir 20 % dari total luas wilayah, PBB sendiri memperkirakan ketersediaan air pada 25% penduduk dunia dipenuhi oleh Ekosistem Karst. (Ko 1997- PIT-IGI 1999) Saat ini ancaman terbesar kawasan ekosistem karst adalah industri ekstraktif, khususnya industri semen, sebab batu gamping dan kapur sebagai komponen utama karst merupakan bahan baku utama Indusri Semen. Limestone/ Calcium Carbonate ( CaCO3) atau yang biasa dikenal awam sebagai batu gamping merupakan komposisi penting dalam pembuatan semen, mencapai 49%-55% dalam tiap komposisinya. Ancaman lainnya berasal dari aktifitas manusia (Pembukaan perkebunan monokultur skala luas, industri pariwisata, dll) yang tidak mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Berdasar data proyeksi Asosiasi Semen Indonesia (Asosiasi Semen Indonesia, oktober 2017), kapasitas mill industri semen yang ada saat ini mencapai 107.971480 ton, padahal proyeksi konsumsi semen domestik hanya mencapai 65,1 Juta ton, angka proyeksi ini masih lebih besar dibandingkan realisasi kebutuhan semen hingga agustus 2017 sebesar 41.128.780 ton. Disamping ancaman langsung pada perubahan bentang alam ekosistem karst, hilangnya ekosistem karst juga mengancam keseimbangan iklim dengan rusaknya satu ekosistem penyeimbang siklus karbon. Parahnya pada sisi lain pertambahan industri ekstraktif, khususnya semen juga dicatat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai penyumbang emisi karbon terbesar mencapai 48% (Laporan Investigasi Gas Rumah Kaca KLHK, 2014). Pada sisi lain China justru menutup banyak Industri semennya –atau lebih tepatnya memindahkan ke luar negeri- setelah menyadari industri semen menaikkan emisi CO2 dari 57% pada tahun 1994 menjadi 72% pada tahun 2005 (SDRC 2004 & NDRC 2012). Pada saat yang bersamaan Kementerian Perlindungan Lingkungan Cina berencana mengurangi produksi semen hingga 37 Juta ton pada 2015. Industri Semen juga berpotensi sebagai penyumbang pencemaran udara terbesar, karena memproduksi Sulfur Dioksida (SO2), Nitrogen oksida (Nox), Karbon Monoksida (CO), serta debu dan Karbon Dioksida (CO2) sebagai penyumbang polusi terbesarnya. Ancaman terhadap ekosistem Karst terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia, di jawa Barat misalnya 40% kawasan karst terancam pertambangan. Sedangkan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah, dari 7.250.000 Ha kawasan Karst, 2.918.000 Ha diantaranya terancam pertambangan dan perkebunan sawit. Di Maros Pangkep(Sulawesi selatan) pertambangan mengancam 19.066 ha kawasan kaJawa di rst, Di Aceh Tamiang 2.549 ha kawasan karst terancam tambang semen, sedangkan di Pasaman Barat (Sumbar) 650 Ha kawasan Karst terancam pertambanga batu gamping. Di kawasan Karst Gunung Sewu yang membentang dari Bantul dan Gunungkidul di DIY, Wonogiri di Jawa Tengah dan Pacitan di Jawa Timur, kerusakan bukit Karst telah terlihat jelas karena pembangunan infrastruktur Jalan Jalur Lintas Selatan (JJLS), Tambang batu Gamping baik Legal maupun Ilegal serta pengembangan industri pariwisata dengan konsep pembangunan skala besar (Hotel, resort dll) dan wisata massal turut mengancam hancurnya bentang alam dan ekosistem karst. (data diolah dari laporan ED Walhi & anggota MAPALA pada acara “eksplorasi Karst 2017”) Rekomendasi Memahami ekosistem karst tidak bisa dilihat secara parsial, harus utuh. Setidaknya melihat sumbangsih dan dampak perubahan sebuah ekosistem terhadap lingkungan, valuasi ekonomi, serta sosial budaya, serta jasa lingkungan lainnya. Upaya perlindungan ekosistem Karst terus dilakukan oleh WALHI baik pada tingkat advokasi kebijakan maupun di tapak. Dalam konteks perlindungan ekosistem karst, maka pemerintah harus memperhatikan: Pertama, Harus segera melahirkan kebijakan perlindungan ekosistem esensial, termasuk karst didalamnya. Kebijakan tersebut harus komprehensif dalam pengelolaan dan perlindungan Karst. berprespektif keadilan-ekologis dan bukan berpresprektif eksploitatif. Pada sisi kebijakan kelembagaan wewenang pengelolaan Karst harus diletakkan pada satu Lembaga/Kementerian negara dengan prespektif perlindungan, sehingga upaya perlindungan bisa dilaksanakan menyeluruh dan terkoordinasi tanpa terpengaruh ego sektoral antara lembaga/kementerian pemerintah. Kedua, Kebijakan pengelolaan dan perlindungan yang baru harus mengakui Wilayah Kelola Rakyat dalam pengelolaan dan perlindungan ekosistem Karst, hal tersebut hanya bisa tercapai jika dalam penyusunan kebijakan melibatkan multi-pihak seluas-luasnya, khususnya kelompok masyarakat terdampak pada kawasan ekosistem karst yang selama ini haknya terampas akibat industri ekstraktif. Ketiga, upaya pemulihan ekosistem karst dalam jangka pendek harus dilakukan dengan moratorium penerbitan perizinan industri ekstraktif baru pada kawasan ekosistem karst, serta melakukan review terhadap izin-izin lama yang berada pada kawasan ekosistem karst. Upaya ini harus sinergis dan bisa maksimal jika dibarengi dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis di seluruh wilayah. Sesuai Undang-undang 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup pada pasal 15 Pemerintah dan pemerintah daerah wajib membuat KLHS untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Narahubung Halik Sandera 0852-2838-0002 Direktur - Eksekutif Daerah WALHI Yogyakarta Wahyu A. Perdana 0821-1239-5919 Manajer Kampanye Pangan, Air, & Ekosistem Esensial - Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia #JagaKarstJagaKehidupan Eksplorasi Karst 2017 ACEH : Eksekutif Daerah WALHI Aceh * SUMUT : GENETIKA UISU, KOMPAS USU * RIAU : Mapala WANAPALHI * SUMBAR : Eksekutif Daerah WALHI Sumbar, KOMMA FP_UA, Mapala Alpichanameru * JAMBI : Mapala Gema Cipta Persada Universitas Batang Hari Jambi. Himpunan Mahasiswa Pecinta Alam STIKES (HIMAPASTIK) * SUMSEL : Gemapala Wigwam. Mafesripala * BENGKULU : KOPASAM STAIN. BWC * BABEL : KOPASAM STAIN. * LAMPUNG : Mapala Ardena Suari. Matala Kampus UTB. Masapala Akademi Kesehatan Lingkungan. MAPALA UNILA. POLTAPALA. Mapala Ardena Suari * DKI : Aranyacala. Arkadia UIN. Kempala Univ. Terbuka. KPA Manunggal Bawana – ITI. Mateksapala. Ranita UIN. MAPASAT. SETIAPALA * JABAR : Eksekutif Daerah WALHI Jabar, FORUM PEMUDA PEDULI KARST CITATAH (FP2KC). ARGA WILIS. UKL FAPET UNPAD. PAMOR. BSBK Bandung * YOGYAKARTA : Eksekutif Daerah WALHI Yogya, MAPALA Janagiri. Mapala STTL. Mapala UMY. MAPALASKA. MAPEAL. MPA. CAKRAWALA. SASENITALA * JATIM : Eksekutif Daerah WALHI Jatim * BATURPALA (Barigade Arek Teknik) Univ Darul Ulum. MAHAPENA (Mahasiswa Pecinta Alam Fakultas Ekonomi Univ Jember) * JATENG : Eksekutif Daerah WALHI Jateng, Mitapasa Salatiga * KALTENG : COMODO Mapala FE Unpar. Mapala DOZER FakultasTehnikUnpar * KALSEL : Eksekutif Daerah WALHI Kalsel, Kelompok Mahasiswa Pencinta Alam dan Seni (KOMPAS) Borneo Universitas Lambung Mangkurat, Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) Graminea Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat, Mahasiswa Pecinta Alam (MAPALA) Justitia Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat, Mapala Apache STMIK Banjarbaru * KALTIM : Eksekutif Daerah WALHI Kaltim * SULSEL : Eksekutif Daerah WALHI Sulsel, SINTALARAS UNM * NTT : Eksekutif Daerah WALHI NTT.