Ancaman Terhadap Pulau-Pulau Kecil Semakin Nyata, WALHI Maluku Utara dan Jaring Nusa Gelar Webinar

Rilis Media

Ancaman Terhadap Pulau-Pulau Kecil Semakin Nyata, WALHI Maluku Utara dan Jaring Nusa Gelar Webinar

WALHI Maluku Utara dan Jaring Nusa KTI menggelar Webinar pada Rabu (23/03/2022). Webinar ini mengangkat tema Mempertegas Otonomi Kampung, Resolusi Rakyat Terhadap Oligarki Industri Berbasis Kawasan.

Persoalan alokasi ruang di pulau-pulau kecil Provinsi Maluku Utara terancam dengan ekspansi industri ekstraktif yang sangat berpotensi merusak wilayah kelola rakyat. Terutama masyarakat yang tinggal di kampung-kampung yang mengelola sumber dayanya secara bijak.

Narasumber pertama, Raynaldo G Sembiring sebagai Direktur Eksekutif ICEL menjelaskan jika hadirnya UU Cipta Kerja membuat ancaman terhadap lingkungan hidup telah menjadi ancaman serius terutama bagi ruang hidup masyarakat di pulau-pulau kecil.

"Deregulasi perizinan dan dekriminalisasi menjadi semakin masif pasca ditetapkannya UU Cipta Kerja. Menjadi persoalan juga lantaran aturan turunan UU Cipta Kerja juga ditolak oleh partai dan beberapa kepala daerah," ujar Raynaldo.

Dari segi lingkungan hidup, terdapat beberapa hal yang merugikan masyarakat. Pertama yakni partisipasi masyarakat dalam Amdal. Kedua adalah penghapusan izin lingkungan yang menghilangkan kesempatan untuk menggugat.

Selanjutnya adalah relaksasi tata ruang yang membuka ruang untuk eksploitasi demi kepentingan nasional dan terakhir dekriminalisasi.

"Dampak paling signifikan terjadi pada masyarakat. Hak dasar masyarakat yaitu hak partisipasi dan akses informasi dibatasi dengan diterapkannya UU Cipta Kerja," terangnya.

Degradasi Pengelolaan SDA
Sementara itu narasumber kedua Dr. Aziz Hasyim, SE., MSI selaku akademisi Universitas Khairun Ternate memaparkan bahwa pengelolaan sumber daya alam saat ini mengalami degradasi.

Hal tersebut diakibatkan oleh ancaman perubahan iklim dan pemanasan global. Semakin berkurangnya sustainability kebutuhan manusia, pendekatan ekonomi hijau yang tidak menyeluruh serta pengelolaan SDA yang masih terdapatnya kesenjangan.

"Untuk alasan lingkungan, tetapi malah menghancurkan lingkungan. Jadi alasan-alasan kebutuhan energi dengan memasifkan industri ekstraktif seperti tambang nikel justru malah menyebabkan persoalan lingkungan," jelasnya.

"Perspektif kebijakan ekonomi yang diterapkan saat ini seperti industri tambang banyak mengabaikan partisipasi masyarakat lokal," tambahnya.

Ancaman Agraria Semakin Nyata
Benni Wijaya sebagai Kadep Kampanye dan Pengelolaan Pengetahuan Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) turut menjelaskan bahwa ancaman liberalisasi agraria dan peningkatan perampasan tanah di Indonesia semakin terang pasca UU Cipta Kerja diterapkan.

Menurutnya, realitas masalah agraria di Indonesia menghadapi lima masalah. Terdapat ketimpangan struktur agraria, terjadinya konflik agraria, deagrarianization. Selanjutnya adalah kemiskinan struktural akibat struktur agraria yang timpang dan kapitalistik. Terakhir terus meluasnya kerusakan ekologis.

"Saat ini kita menghadapi masalah agraria yang bersifat kronik dan sistemik. Terus terakumulasi akibat liberalisasi oleh sumber-sumber agraria," terangnya.

Konsorsium Pembaruan Agraria dalam laporannya memaparkan tahun 2021 total konflik agraria yang terjadi di Indonesia sebanyak 207 dengan luasan konflik mencapai 500.062,579. Korban terdampak akibat konflik tersebut mencapai 198.859 kk. Naik dibanding tahun 2020 sebesar 135.337 kk.

Terjadi kenaikan signifikan konflik agraria akibat bisnis proyek pembangunan infrastruktur sebesar 74% dan sektor pertambangan sebesar 167%. Dari 52 konflik agraria sektor pembangunan infrastruktur, 38 kasus berasal dari Proyek Strategi Nasional. Mengalami lonjakan sebesar 123% dibandingkan tahun 2020 yang mencapai 17 kasus.

"Ini menjadi sinyal jika konflik agraria semakin masif di era sekarang," ungkapnya.

Tantangan Advokasi di Maluku Utara
Manajer Kampanye Pesisir dan Laut WALHI, Parid Ridwanuddin turut memaparkan kondisi krisis di pesisir, laut dan pulau-pulau kecil di Maluku Utara. Adapun yang dihadapi yakni ancaman regulasi, khususnya UU Cipta Kerja dan UU Minerba, reklamasi pantai, industri ekstraktif pertambangan, minimnya alokasi ruang nelayan dalam RZWP3K.

"Alokasi ruang pemukiman untuk nelayan hanya 168,50 hektar sebagaimana tercatat dalam dalam RZWP3K Maluku Utara. Luasan ini tidak sebanding dengan jumlah nelayan di Maluku Utara sebanyak 26 ribu jiwa," jelasnya.

Ekspansi pertambangan di Maluku Utara semakin masif terjadi di beberapa pulaunya. IUP di Maluku Utara per Januari 2021 mencapai 87 untuk Mineral Logam dan Batubara. Sebagai contoh, Pulau Sula dengan luas wilayah 3.304,32 km persegi jumlah izin pertambangan sebanyak 27 dengan luas konsesi tambangnya mencapai 1.839.019,32 hektar.

"Ada ambisi pembangunan kendaraan listrik sehingga semakin masifnya proyek pertambangan nikel di Maluku Utara. Menurut kami kendaraan listrik itu solusi palsu, justru akan menghadirkan masalah-masalah baru lagi," tegasnya.

Profesi nelayan turut menjadi tantangan yang dihadapi utamanya akibat industri ekstraktif di Maluku Utara. Di Kabupaten Halmahera Timur, dalam kurun waktu 2004-2018 terjadi penurunan profesi nelayan dari 8.587 menjadi 3.532.

"Kerusakan lingkungan di daerah pesisir akibat industri tambang nikel menjadi salah satu faktor penurunan jumlah nelayan di Maluku Utara," terangnya.

Melihat berbagai tantangan advokasi yang dihadapi, WALHI mencatat beberapa poin terhadap sikapnya. Di antaranya putusan MK No. 91 tahun 2021 tidak boleh ada aturan turunan dibawah UU Cipta Kerja dan tidak boleh ada pembangunan PSN dalam dua tahun ini.

Kedua yakni WALHI telah membuat maklumat dan membuat daftar Proyek Strategis Nasional (PSN) yang berdampak luas terhadap degradasi lingkungan. Terakhir adalah perlunya penguatan di kampung-kampung atau desa-desa yang akan terdampak PSN, terutama mengenai hak masyarakat yang dijamin oleh konstitusi.

Webinar ini dilakukan secara daring di Ternate dan luring melalui zoom. Webinar yang dilakukan juga sebagai bagian dari kegiatan Pertemuan Daerah Lingkungan Hidup (PDLH) V WALHI Maluku Utara.

 

Narahubung:

Ahmad Rusydi Rasjid - Direktur Eksekutif Daerah WALHI Maluku Utara (082112932110)
Parid Ridwanuddin - Manajer Kampanye Pesisir dan Laut WALHI (081237454623)