Warga nyatakan keberatan atas pernyataan banding Pemerintah Provinsi Jawa Barat

Siaran Pers Bandung, 4 Mei 2017 -- Tim Advokasi Untuk Keadilan Iklim atas kuasa para penggugat (RAPEL) Rakyat Penyelamat Lingkungan menyikapi pernyataan banding kuasa hukum Kepala Badan Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang dilayangkan pada hari jumat tanggal 21 april 2017 atas izin lingkungan untuk PT. Cirebon Energi Prasarana. Sebelumnya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Bandung pada tanggal 19 April telah memutuskan perkara nomor : 124/G/LH/2016/PTUN-BDG bahwa izin lingkungan tersebut DIBATALKAN/DICABUT karena mengandung kesalahan atau cacat yuridis. Peraturan yang dirujuk dalam pernyataan banding adalah Peraturan Presiden Nomor 4 tahun 2016, pasal 31 yang menyatakan “Perubahan RTRW dimungkinkan bagi proyek – proyek yang menjadi bagian program strategis ketenagalistrikan". Proses perubahan RTRW harus melalui proses dan ketentuan yang berlaku. “Perubahan tata ruang melibatkan DPRD dan dalam prosesnya pemerintah tidak bisa memaksakan perubahan ruang sesuai keinginan proyek. Jika ternyata perubahan tata ruang ditolak maka proyek tersebut selamanya melanggar tata ruang," ujar Dwi Sawung, juru kampanye WALHI. Kenyataannya, perubahan RTRW Kabupaten Cirebon belum rampung prosesnya, tetapi izin lingkungan PT. Cirebon Energi Prasarana tetap diterbitkan. Kejahatan tata ruang ini sangat jelas dan tidak bisa diperdebatkan lagi, karena sudah jelas diatur dalam Undang – Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang, pejabat yang menerbitkan dan badan usaha/orang yang melanggar tata ruang maka ancamannya adalah pidana. Sementara terkait peraturan perundangan tentang lingkungan hidup, berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang izin lingkungan bagian kedua, pasal 4, angka 3 menyatakan bahwa “Dalam hal lokasi rencana Usaha dan/atau Kegiatan tidak sesuai dengan rencana tata ruang, dokumen Amdal tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan kepada Pemrakarsa.”

"Jelas ini bukan hanya kesalahan kecil atau teknis semata tetapi kesalahan yang dilakukan dengan sengaja oleh pemerintah yang merupakan sesuatu yang bersifat fatal," ujar Wahyu Widianto, manajer kampanye WALHI Jawa Barat. Wahyu menambahkan: "Dalam hal ini pemerintah melanggar tata ruang yang mereka sepakati dan buat dan  berusaha memutihkan pelanggaran yang telah mereka buat. Hal ini merupakan moral hazard karena masyarakat bisa dengan mudah mencontohkan perilaku pemerintah." Perda RTRW Kabupaten Cirebon Nomor 17 tahun 2011 telah memperhitungkan kajian lingkungan hidup strategis “Cirebon-Indramayu-Majalengka-Kuningan”, maka tidak bisa pemerintah dengan mudah begitu saja merubah luasan, fungsi, peruntukan dan penata gunaan wilayah Cirebon. Perubahan rencana tata ruang wilayah harus dibarengin dengan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) sehingga daya dukung dan daya tampung suatu wilayah dapat terukur apakah suatu wilayah dapat dibangun PLTU Batubara atau tidak. "Sekali lagi kami tegaskan ini bukan sekedar kesalahan teknis tetapi kehajahatan yang tidak hanya merampas ruang hidup nelayan tetapi juga kerusakan ekosistem pesisir dan kelautan wilayah Cirebon." ujar Wahyu. WALHI juga mempertanyakan urgensi dari proyek pengembangan PLTU Cirebon 2. "Proyek ini juga tidak dalam posisi yang genting  karena saat ini saja sistem kelistrikan jawa-bali sudah kelebihan pasokan listrik banyak sekali, dan diperkirakan sampai tahun 2022 masih cukup tanpa membangun pembangkit listrik baru," ujar Dwi Sawung. Hari ini Tim advokasi hak atas keadilan iklim atas kuasa Rakyat Penyelamat Lingkungan menyampaikan surat nota keberatan pernyataan banding pemerintah provinsi terkait pencabutan izin lingkungan PT. Cirebon Energi Prasarana (PLTU Cirebon 2) ke Pengadilan Tata Usaha Negara Bandung dan meminta untuk disampaikan kepada para tergugat.

  • Dwi Sawung - 08156104606
  • Wahyu Widianto - 081320423076