Upaya Kriminalisasi, Pembungkaman dan Operasi Hitam Intelejen Terhadap Pejuang Pembela HAM Dan Lingkungan Hidup di Kaltim dengan Menggunakan Modus Swab Test COVID-19

Samarinda, 31 Juli 2020, Upaya kriminalisasi serta pembungkaman pejuang pembela HAM dan Lingkungan Hidup Kembali dilakukan oleh sejumlah orang yang mengaku dari gugus tugas covid – 19 kota Samarinda. Upaya pembungkaman ini diawali pada tanggal 29 Juli 2020 dengan swab test acak tanpa diawali dengan tracing kluster dari suspect yang telah positif. Dengan dalih sample acak (random sampling) oknum petugas Kesehatan ini bersikeras agar pihak kantor menjalani proses uji test tersebut.

Sebagai warga negara yang baik tentu kita mendukung upaya bersama memutus rantai penyebaran virus corona di Kalimantan Timur. Namun upaya baik ini ternyata dimanfaatkan oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab dengan menunggangi situasi pandemi guna menjerumuskan 3 (tiga) aktivis pembela HAM dan Lingkungan Hidup dalam swab test abal-abal yang hasilnya prematur serta terburu-buru.

Hal lainnya, swab test hasilnya tidak jelas, dimana oknum petugas yang mengaku dari Dinas Kesehatan Kota Samarinda hanya menyampaikan secara lisan tanpa dibuktikan seara tertulis. Lazimnya dalan dokumen hasil test berisi antara lain informasi apakah positif atau negatif, menyebutkan asal laboratorium dan nama serta tanda tangan pihak yang bertanggung terhadap hasil laboratorium tersebut. Selain itu, dalam penjemputan yang dilakukan secara paksa tersebut dilakukan dengan cara melawan hukum yaitu membuka rahasia rekam medik seseorang kepada orang lain/publik tanpa ada pemberitahuan terlebih dahulu kepada aktivis yang dianggap positif covid – 19.

Oknum Petugas Kesehatan Kota Samarinda dalam menjalankan aksinya ketika mengambil sampel pada tanggal 29 Juli 2020 secara nyata mengabaikan sejumlah protokol Kesehatan yang telah diatur dalam sejumlah peraturan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan berikut aturan turunannya. Begitu pula pada saat melakukan penyemprotan desinfektan dan puncaknya ketika melakukan penjemputan secara paksa tidak dilengkapi dengan APD lengkap berdasarkan standard protokol penanganan suspek covid-19.

Dari rangkaian peristiwa tersebut, terdapat banyak kejanggalan yang terang benderang. Beberapa kejanggalan tersebut diantaranya seluruh petugas baik yang beroperasi pada tanggal 29 – 31 Juli 2020 tidak berkenan untuk memperkenalkan identitas pribadi, jabatan, serta instansi asal mereka yang lazimnya tertera pada kartu tanda pengenal. Hal lainnya adalah, saat pengambilan sampel pada tanggal 29 Juli 2020, para petugas tidak bersedia didokumentasikan dengan alasan tidak mengenakan APD lengkap hal mana berarti mereka telah melakukan kesalahan dalam prosedur pengambilan sampel, serta yang paling fatal adalah para petugas tersebut membuang limbah medis secara serampangan di tempat sampah kantor Pokja 30.  

Dalam rilis ini, WALHI Kalimantan Timur beserta LBH Samarinda hendak menekankan hal yang telah menjadi fakta tak terbantahkan yang terjadi di RSUD I.A. MOEIS Samarinda pasca penjemputan secara paksa terhadap tiga orang dari kantor WALHI Kalimantan Timur sebelum memasuki ruangan isolasi, terlebih dahulu meminta ruang perawatan terpisah dari pasien Covid-19 lainnya dan bersedia membayar biaya perawatan secara mandiri serta menolak biaya perawatan yang berasal dari Pemerintah. Selain itu tiga orang dari kantor WALHI tersebut meminta hasil Swab Test yang dijanjikan akan diberikan sesampainya di RSUD. I.A.MOEIS SAMARINDA, namun pihak RSUD I.A.MOEIS SAMARINDA tidak mengetahui mengenai hasil Swab test tiga orang dari kantor WALHI Kalimantan Timur yang diduga positif Covid-19 dan akhirnya pihak BPBD serta satpol PP yang melakukan penjemputan berlalu begitu saja sehingga membiarkan tiga orang tersebut terbengkalai luntang-lantung di halaman parkir rumah sakit.

Bahwa sampai di RSUD I.A.MOEIS SAMARINDA,

 

PERTANYAAN KRITIS DAN TUNTUTAN

Bagi kami upaya-upaya ini mendekati suatu Tindakan yang dapat dikategorikan sebagai operasi hitam apparatus keamanan dan intelejen dengan cara menunggangi dan memanfaatkan pemeriksaan Kesehatan melalui swab test covid-19 untuk merampas data-data pribadi maupun kelompok secara melanggar hukum terhadap para aktivis pejuang ham dan lingkungan hidup.

Membuat kami bertanya, apakah memang ada Kerjasama kementerian Kesehatan/Satgas Covid-19 dengan Intelejen/reskrim/polisi untuk melakukan pelecehan terhadap hak-hak warga negara dan rakyat sipil seperti yang terjadi saat ini, pada rabu 29-30 Juli 2020 ?

Perampasan data pribadi dan kelompok melalui operasi hitam intelejen dengan modus pemeriksaan swab test covid-19 ini patut disimpulkan sebagai cara kotor persekongkolan antara pemerintah dan aparat keamanan mulai dari intelejen/reskrim/polisi yang dengan berbagai cara menggunakan manipulasi penyamaran melalui satgas covid-19 adalah sebuah taktik yang bermuara untuk melemahkan, membuyarkan konsentrasi konsolidasi gerakan sipil dan mahasiswa sekjaligus untuk membungkam gerakan pro demokrasi yang sedang menguat saat ini untuk menghadang omnibus law cipta kerja yang menyesengsarakan rakyat dan melipatgandakan kerusakan lingkungan hidup, pembungkaman terhada penolakan terhadap uu pertambangan minerba hingga gangguan atas penegakan demokrasi indonesia yang saat ini dijerat oleh oligarki politik.

Rilis ini kami tujukan bukan hanya kepada kawan jurnalis dan institusi media, namun lebih luas lagi kami tujukan juga untuk perwakilan badan Kesehatan dunia (WHO) di Indonesia yang berkantor di Jakarta, untuk menjadikan ini perhatian atas skandal memalukan ini yang dilakukan oleh seluruh jejaring operasi intelejen yang memata-matai warga negara-nya sendiri di Indonesia hingga memanfaatkan pandemic covid-19 untuk ditunggangi menggunakan operasi hitam yang menyalahgunakan kewenangan dan melanggar hukum dan hak asasi manusia.

Melalui rilis ini juga kami mendesak Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Rumah Sakit Rujukan untuk covid-19, ikatan perawat, Gubernur Kalimantan Timur dan Walikota Samarinda untuk segera melakukan investigasi atas dugaan penyalahgunaan wewenang oleh para pengurus negara mulai level terkecil RT, Kecamatan, hingga level Kota dan provinsi, termasuk pada oknum-oknum yang terlibat dalam dinas Kesehatan, badan penanggunalangan bencana daerah termasuk satgas covid-19 abal-abal yang kami duga telah dimanfaatkan oleh operasi hitam kepolisian dan intelejen.

Mendesak tanggungjawab kapolda kaltim dan kapolres samarinda untuk membuka kepada publik keterlibatan anggota dan satuan intelejen yang telah memanipulasi dan membuat operasi hitam mengunakan swab test covid-19 sebagai pintu dan alat operasi intelejen dalam memata-matai, mengkriminalisasi, melecehkan hak-hak warga negara, membungkam, merampas data pribadi dan kelompok para pejuang HAM dan Lingkuingan Hidup, rilis ini akan kami sampaikan juga pada Kapolri, Propam dan Provost untuk melakukan Langkah investigasi internal kepolisian dan kami tembuskan pula pada Komnasham dan Ombudsman Republik Indonesia untuk memastikan operasi ini mendapatkan perhatian dan pemeriksaan secara sungguh-sungguh, termasuk ditembuskan pada Presiden republic Indonesia, Ir Joko Widodo untuk bertanggungjawab atas pelecehan serius terhadap hak warga negaranya yang dijamin perlindungannya oleh Konstitusi Indonesia.

Rilis ini adalah peringatan tanda bahaya bagi demokrasi Indonesia yang menghadapi titik nadir karena secara keji dan memalukan, bagi seluruh warga negara Indonesia dimanapun berada, jangan pernah mau untuk dipaksa dan dilecehkan hak-hak warga negaranya karena dalam kasus ini diduga keras, upaya yang dimulai dengan tidak transparan, abal-abal dan menggunakan paksaan dalam pengambilan swab test hanyalah kedok untuk operasi gelap diluar hukum atau operasi kejahatan bagi warga negaranya sendiri.