Tolak Rencana Pemutihan Tunggakan Utang Pelaku Usaha Minerba di Tahun Politik

JAKARTA: Rencana Kementerian ESDM untuk melakukan pemutihan bagi ratusan perusahaan tambang yang masih menunggak Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di sektor mineral dan batubara (minerba) adalah kemunduran dari upaya reformasi tata kelola sektor minerba yang berjalan selama ini. Kelompok masyarakat sipil menyatakan rencana itu sudah sepatutnya ditolak. Alih-alih memutihkan, harusnya pemerintah memberlakukan sanksi tegas dan menyerahkannya kepada proses hukum. Kepala Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Melky Nahar menjelaskan opsi penghapusan tunggakan pertambangan menunjukkan secara langsung posisi negara yang tidak serius melakukan langkah penegakan hukum kepada perusahaan-perusahaan yang membangkang, tidak menyetor kewajiban. “Bahkan ada kesan opsi ini diambil sebagai ruang kompromi untuk kepentingan-kepentingan tertentu yang koruptif, Bahkan Pemutihan yang dilakukan oleh Kemen ESDM mendadak di tahun Politik ini harus dicurigai terkait dengan kompromi untuk membuka ruang mobilisasi dana politik. Sudah mafhum diketahui bahwa korupsi sumber daya alam salah satunya mineral dan batubara adalah sumber pendanaan para kandidat pilkada, pileg hingga pilpres tegas Melky, Selasa (28/8). Melky menyatakan, pihaknya mendesak pemerintah membuka daftar perusahaan-perusahaan itu kepada publik, terutama terkait Kepemilikan dan jenis tunggakan yang belum dilunasi. “Selain itu, pemerintah mestinya segera melakukan langkah penegakan hukum yang tegas, mencabut izin operasi perusahaan bersangkutan, bukan malah membuka opsi yang tidak masuk akal, penghapusan tunggakan,” jelasnya. Iqbal Damanik, Peneliti Auriga mengatakan, pemerintah sudah seharusnya berani lebih tegas sehingga tidak ada alasan bagi Kementerian ESDM untuk melakukan kebijakan pemutihan. Menurut dia, inisiatif Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui program Koordinasi dan Supervisi Sektor Minerba sejak 2012 lalu telah menegaskan dalam rekomendasinya untuk menagih semua temuan tunggakan piutang tersebut. Iqbal menjelaskan, ketimbang memutihkan, sekarang adalah momen tepat untuk memperkuat sinergi lintas kementerian dan sektor antara Kementerian ESDM, Kementerian Keuangan dan Kemenkumham serta aparat penegak hukum dalam meningkatkan reformasi tata kelola minerba. “Pemerintah juga perlu memikirkan mekanisme disinsentif lain agar pelaku usaha pertambangan minerba yang tidak patuh agar tidak lagi diberikan fasilitas pelayanan dan perpanjangan izin apapun,” tegas Iqbal. Agung Budiono peneliti Centre for Energy Research Asia (CERA) menuturkan, apabila tunggakan tidak tertagih, izin tambang harus dicabut. Pencabutan izin ini juga harus dilakukan ke seluruh perusahaan dengan penerima manfaat yang sama untuk menghindari sekedar perubahan nama. “Hal ini senada dengan payung hukum tentang beneficial ownership (penerima manfaat utama) sehingga dapat dikejar siapa pemilik dan penerima manfaat utamanya. Selain itu, Ditjen Pajak juga memungkinkan menelusuri dari aspek pajak dari si beneficial ownership dari perusahaan tambang yang menunggak,” tegas Agung. Untuk memberikan efek jera, Dwi Sawung, Pengkampanye Energi dan Urban WALHI Eknas mengusulkan, Kementerian ESDM memberlakukan daftar hitam (blacklist) bagi para pelaku usaha minerba yang menunggak itu nantinya. Data blacklist juga dapat dikoordinasikan dengan instansi lain yang memiliki keterkaitan dengan industri minerba termasuk pembekuan rekening perusahaan dan pengurus perusahaan. Penahanan (gijzeling) jika diperlukan harus dilakukan agar tunggakan dibayar,” paparnya. Seperti diketahui, Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal Minerba membuka opsi pemutihan bagi tunggakan PNBP milik perusahaan pemilik izin tambang yang sulit tertagih. Per Agustus 2018, total tunggakan yang berisiko macet mencapai Rp 2,1 triliun. Jumlah penunggak mencapai ribuan perusahaan. Kebanyakan diantaranya adalah pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang skalanya lebih kecil. Angka tersebut merupakan bagian dari total tunggakan PNBP sektor pertambangan yang tahun ini sebesar Rp 5 triliun. Nara Hubung: Melky Nahar - JATAM: 081319789181 Dwi Sawung - Walhi: 08156104606 Iqbal Damanik - Auriga: 08114445026 Agung Budiono - CERA: 081291697629