Respon Koalisi Pemantau Infrastruktur Indonesia Terhadap Siaran Pers PBB dan Pernyataan Pemerintah Indonesia

Pernyataan Pers
Respon Koalisi Pemantau Infrastruktur Indonesia Terhadap Siaran Pers PBB dan Pernyataan Pemerintah Indonesia

Jakarta, 05 April 2021— Pembangunan infrastruktur pada hakikatnya bertujuan untuk memudahkan dan mendukung aktivitas ekonomi rakyat. Selain itu, pembangunan infrastruktur seharusnya berorientasi pada peningkatan ekonomi masyarakat. Melalui pembangunan infrastruktur, usaha pertanian, perikanan, industri rumahan skala kecil, dan aktivitas perdagangan yang dikelola oleh masyarakat dapat berkembang yang secara langsung akan berkontribusi pada pendapatan negara, baik itu dari sektor pajak maupun non pajak. Artinya pembangunan infrastruktur harusnya bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat, terkhususnya kelompok rentan termasuk perempuan.

Di Indonesia, tidak sedikit pembangunan infrastruktur berakibat pada hilangnya mata pencaharian bahkan tempat tinggal masyarakat. Masyarakat yang sudah lama menetap di tanah mereka sering menjadi korban pembangunan infrastruktur atas nama kesejahteraan rakyat, yang pada kenyataanya hanya menguntungkan beberapa kelompok saja. Proyek-proyek infrastruktur yang besar sering membutuhkan lahan luas juga berakibat pada pemiskinan kelompok rentan karena tempat tinggal dan sumber penghidupan mereka dihilangkan tanpa kendali sadar.

Saat ini, salah satu proyek infrastruktur di Indonesia yang sedang menjadi perhatian dunia adalah proyek pengembangan Pariwisata Super Premium Mandalika yang berada dalam Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika (KEK Mandalika), Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Proyek ini telah menuai berbagai kritik dari organisasi hak asasi manusia dan lingkungan hidup di berbagai negara, termasuk organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Selain itu, proyek ini juga mendapat penolakan dari masyarakat, terkhususnya kelompok petani, nelayan, masyarakat dan perempuan Adat Sasak yang kehilangan tanah dan sumber kehidupannya karena proyek tersebut.

Beberapa alasan proyek pengembangan Pariwisata Super Premium Mandalika menjadi perhatian masyarakat dunia termasuk organisasi HAM PBB, dan Koalisi Pemantau Infrastruktur Indonesia diantaranya; (1) proyek yang dibangun di Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat ini dibangun melalui dana utang luar negeri yang bersumber dari Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB), salah satu lembaga keuangan infrastruktur. Artinya proyek ini dibangun melalui dana masyarakat dunia yang dipinjam oleh pemerintah Indonesia, (2) proyek ini telah disoroti media investigasi nasional dan media lingkungan karena terjadi praktik penggusuran dan penghilangan hak-hak masyarakat lokal, seperti hak mendapatkan penghidupan dan pekerjaan serta hak untuk mendapatkan tempat tinggal yang layak, (3) masyarakat telah beberapa kali mengirim surat protes dan meminta kepada Presiden AIIB agar menghentikan penggusuran masyarakat di lokasi proyek, namun pihak AIIB selalu mengabaikan permintaan masyarakat dengan klaim bahwa mitranya, yakni pemerintah Indonesia dan ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation) telah menjalankan prosedur perlindungan lingkungan dan sosial dengan benar.

Pada tanggal 31 Maret 2021, kantor Hak Asasi Manusia PBB (OHCHR) telah menerbitkan siaran pers terkait adanya ancaman HAM pada proyek pariwisata di Mandalika. Sehari setelahnya, Pemerintah Indonesia menjawab siaran pers tersebut dan menolak siaran pers UN.

Sebagai koalisi yang turut memantau pembangunan proyek infrastruktur utang di Mandalika, terutama terkait penerapan sistem perlindungan lingkungan dan masyarakat pada proyek tersebut, serta mendampingi masyarakat dalam melindungi hak hidup mereka, kami perlu menyampaikan pernyataan pers sebagai berikut:

  1. Koalisi Pemantau Infrastruktur Indonesia memberi apresiasi yang tinggi kepada OHCHR dan pakar PBB yang telah menyampaikan pernyataan pers yang tegas, serta kritik yang tepat terhapap AIIB, VINCI Construction Grands Project dan Pemerintah Indonesia. Sejak lama, kami telah mengkhawatirkan adanya pemiskinan massal akibat proyek ini. Hal ini ditandai dengan banyaknya masyarakat Adat Sasak yang terpaksa meninggalkan tanahnya karena proyek pengembangan Pariwisata Super Premium Mandalika dibangun tepat di lahan masyarakat. Nelayan di pesisir selatan Pulau Lombok juga tergusur karena proyek tersebut. Proyek ini akan memberikan dampak negatif terhadap kelompok rentan terutama perempuan yang terancam miskin secara turun temurun di lokasi proyek tersebut.
  2. Sebagai koalisi yang menghimpun organisasi HAM, bantuan hukum dan lingkungan hidup, kami menyatakan mendukung penuh semua pernyataan PBB terkait perlunya uji tuntas (due diligence) AIIB dan perusahaan swasta pada proyek pengembangan pariwisata Mandalika untuk mengidentifikasi, mencegah, mitigasi dan mempertanggungjawabkan dampak buruk proyek terhadap masyarakat dan hak asasi mereka sebagaimana diatur dalam prinsip panduan PBB mengenai bisnis dan HAM.
  3. Melihat banyaknya korban penggusuran yang termasuk perempuan dan masyarakat miskin (petani, nelayan dan masyarakat adat), kami sejalan dengan pernyataan PBB bahwa proyek pengembangan Pariwisata Super Premium Mandalika merupakan proyek yang berseberangan bahkan bertentangan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Oleh karena itu, kami meminta proyek ini ditinjau ulang, dan masyarakat yang menjadi korban atas proyek ini agar haknya dipulihkan kembali.
  4. Perlu kami tegaskan bahwa konflik lahan, penggusuran dan penghilangan aset-aset penghidupan masyarakat di Pulau Lombok, terkhususnya di area proyek Pariwisata Super Premium Mandalika tidak hanya terjadi di pembangunan sirkuit MotoGP, melainkan juga di proyek pengembangan kawasan wisata pantai, kawasan hotel dan resor mewah, hingga perkantoran ITDC. Dari sumber kami di lapangan, penggusuran masyarakat juga dialami oleh pedagang-pedagang kaki lima yang didominasi oleh perempuan. Dengan demikian, pemiskinan masyarakat dan konflik lahan tidak hanya terjadi di kawasan sirkuit, melainkan di hampir seluruh area proyek pengembangan pariwisata ITDC.

Berdasarkan pernyataan ini, kami Koalisi Pemantau Infrastruktur Indonesia meminta kepada Presiden AIIB dan direktur perusahaan-perusahaan swasta yang terkait atau terlibat di proyek pengembangan kawasan pariwisata mandalika seperti VINCI Construction Grands Projets, Club Med, Accor, Dorna Sports dan EBD agar meninjau ulang dukungan pendanaan dan pengerjaan proyek pariwisata Mandalika. Selain itu, kami juga meminta AIIB dan perusahaan-perusahaan swasta terkait untuk mendesak ITDC dan Pemerintah Indonesia agar segera menghentikan penggusuran masyarakat miskin, terutama perempuan di kawasan Mandalika dan menjalankan prinsip panduan PBB mengenai bisnis dan HAM. Kami juga mendesak kepada pemerintah negara-negara perusahaan swasta tersebut dan pemerintah negara-negara yang tergabung dalam AIIB untuk melindungi masyarakat miskin yang tengah memperjuangkan hak-hak mereka, begitupun para aktivis HAM dan lingkungan hidup, jurnalis yang sedang mendampingi masyarakat serta memantau proyek utang AIIB di Pulau Lombok, Nusa Tenggara Barat.

Kepada pemerintah Indonesia, terkhususnya Presiden Joko Widodo, kami mendesak untuk mematuhi dan menjalankan semua rekomendasi PBB yakni mendesak ITDC agar menghormati hak asasi manusia dan mengakhiri penggusuran dan konflik lahan dengan masyarakat, juga menghentikan pemiskinan kelompok rentan, terkhususnya perempuan yang sejak lama memperoleh penghidupan di lahan maupun di pesisir Lombok Tengah. Kami sangat mempercayai bahwa tujuan proyek ini tidak akan terwujud bila konflik sosial dan lahan di kawasan Mandalika tidak diselesaikan. Sebaliknya, proyek ini hanya akan dikenal sebagai proyek penggusuran massal dan pemiskinan kelompok rentan, terkhususnya perempuan dan masyarakat Adat Sasak.

Demikian pernyataan sikap Koalisi Pemantau Infrastruktur Indonesia.

Jakarta, 5 April 2021
Koalisi Pemantau Infrastruktur Indonesia.

Eksekutif Nasional WALHI, Edo Rakhman (0813 5620 8763)
Amnesty International Indonesia, Usman Hamid (0811 812 149)
Eksekutif Daerah WALHI Sulawesi Selatan, Muh Al Amin (0822 9393 9591)
Eksekutif Daerah WALHI Jawa Barat, Meiki Paendong (0857 2145 2117)
Eksekutif Daerah WALHI Nusa Tenggara Barat, Murdani (0819 0991 9748)
Indonesia for Global Justice, Parid Ridwanuddin (0812 3745 4623)
Indonesia Legal Resorce Center, Uli (0878 7668 9771)
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA), Susan Herawati (0821-1172-7050)
Pusat Studi Keadilan Sosial Publik Virtue Research Institute, Naufal Rofi.