Proyek Insinerator PLTSa Legok Nangka: Bukan Solusi Tapi Polusi

Siaran Pers
Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI)

Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil pada Rabu (9/8/2023) telah mengumumkan nama pemenang tender yang akan membangun dan mengelola Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Legok Nangka di Desa Citaman, Kecamatan Nagreg, Kabupaten Bandung. Dengan begitu, akan ada fasilitas pemrosesan sampah menjadi energi (Waste-to-Energy) atau insinerator Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di lokasi itu. TPPAS Legok Nangka nantinya akan membakar sampah yang dikirim dari enam wilayah, yaitu Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Sumedang.

Tidak lama sejak pengumuman itu, Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) Sarimukti mengalami insiden kebakaran selama lebih dari 7 hari dan berujung pada pengumuman status darurat sampah oleh Ridwan Kamil.[1] Merespon kedua hal ini, AZWI, Walhi Jawa Barat, Walhi Nasional, Global Alliance for Incinerator Alternatives (GAIA), menyerukan penghentian penggunaan teknologi termal seperti insinerator. Pemerintah Provinsi Jawa Barat dan Dinas Lingkungan Hidup Jawa Barat perlu meninjau ulang keputusan pemilihan teknologi pembakar sampah tersebut di tengah kondisi darurat sampah.

Meiki Paendong, Direktur Eksekutif Walhi Jawa Barat menyatakan “Besarnya biaya tipping fee insinerator dan mekanisme put-or-pay dalam kontrak kerjasama merupakan sebuah pemaksaan yang sangat berisiko dan membebani dana publik yang dimiliki Pemerintah Daerah Kabupaten dan Kota. Terbakarnya TPA Sarimukti merupakan salah satu indikasi bahwa anggaran saat ini masih jauh dari cukup untuk mengoperasikan TPA yang aman.”

Meiki menegaskan bahwa insinerator merupakan cara paling mahal untuk menangani sampah dan menghasilkan listrik.[2] Menurutnya kota dan kabupaten masih sangat memerlukan tambahan anggaran yang sangat besar untuk mengelola sampah secara terpilah dan mengurangi sampah dari sumber, terutama sampah organik yang mendominasi timbulan sampah Metro Bandung.

Dia juga menambahkan bahwa pendanaan untuk insinerator seharusnya dialihkan untuk mengelola sampah organik yang menjadi biang kerok insiden meledak dan terbakarnya TPA Sarimukti dan TPA Leuwigajah. “Investasi pada pengomposan berpotensi menghasilkan pekerjaan baru setidaknya 6 kali lipat dibanding insinerator,”[3] tambah Kata Meiki.

Abdul Ghofar dari Eksekutif Nasional Walhi mengatakan, “Proyek PLTSa Legok Nangka membebani dan merugikan keuangan negara dengan pinjaman hutang 100 juta dolar dari International Bank for Reconstruction and Development (IBRD), bagian dari Bank Dunia[4]. Ghofar juga mengkritisi pemenangan tender PLTSa Legok Nangka kepada perusahan konsorsium Jepang.[5] “Penentuan teknologi insinerator diduga dipengaruhi oleh hasil asistensi teknis oleh Japan International Cooperation Agency (JICA)[6] yang berujung pada pemenangan konsorsium Sumitomo-Hitachi Zosen, perusahan Jepang penjual insinerator di berbagai negara. Adapun tipping fee yang sangat besar itu akan menguntungkan pihak Jepang namun merugikan masyarakat yang membayar melalui pajak.” lanjut pengkampanye isu urban itu.

Selain itu, Aliansi Pemulung Internasional juga melaporkan bahwa insinerator dan privatisasi sektor sampah sangat merugikan para pemulung dan pekerja informal di sektor sampah.

Kesepakatan lain yang merugikan pemerintah daerah adalah terkait subsidi. Hal ini akan menyebabkan berkurangnya anggaran yang tersedia untuk upaya pemilahan, daur ulang dan pembatasan timbulan yang merupakan target JAKSTRADA.

Respons GAIA: Sampah dan Krisis Iklim
Sementara itu, Yobel Novian Putra dari Global Alliance for Incinerator Alternatives (GAIA) menekankan konsekuensi negatif insinerator pada krisis iklim. "Insinerator hanya akan mereplikasi terbakarnya TPA Sarimukti yang melepas gas rumah kaca dalam skala besar. Seperti terbakarnya sampah di TPA, insinerator membakar campuran berbagai jenis sampah, baik sampah organik maupun plastik yang terbuat dari bahan bakar fosil”. Berbagai studi terbaru menunjukan bahwa insinerator di Amerika Serikat[7], Inggris[8], dan Eropa[9] melepaskan emisi gas rumah kaca lebih besar daripada pembangkit listrik berbahan bakar batubara. “Pembakaran sampah organik hanya mengkonversi emisi gas metan dari sampah organik menjadi CO2 secara masif. Ini hanya akan menjauhkan Indonesia dari target Perjanjian Paris dan perjanjian Global Methane Pledge[10] yang ditandatangani Indonesia belum lama ini,” kritik Yobel yang merupakan Staf Kebijakan Iklim dari GAIA.

Menanggapi krisis sampah Bandung Raya terkait terbakarnya TPA Sarimukti, Meiki menegaskan, “Pembakaran sampah, apalagi sampah organik yang basah, sangatlah tidak efisien dan hanya mengkonversi satu masalah menjadi masalah lainnya. Di sisi lain, teknologi seperti pengomposan dan bio-konversi (misal: Black Soldier Fly) atau magot dapat mencegah emisi gas metan dengan biaya satuan yang jauh lebih murah, mudah, dan memiliki multi manfaat.” Dia juga menambahkan di saat TPA Sarimukti belum bisa digunakan, seharusnya TPPAS Legok Nangka bisa difungsikan mengatasi krisis timbulan sampah. Tapi karena fasilitas tersebut terikat dengan skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) malah tidak bisa dibuka.

Oleh karena itu, kami organisasi masyarakat sipil ini berpandangan bahwa insinerator PLTSa bukanlah solusi mengatasi persoalan sampah dan hanya akan menimbulkan permasalahan sosial maupun lingkungan yang baru. Tak hanya itu, tidak menutup kemungkinan akan membebani keuangan pemerintah daerah dan kota. (Selesai)

---- ---- ----

Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI)
Aliansi Zero Waste Indonesia merupakan perkumpulan organisasi yang terdiri dari YPBB, GIDKP, Nexus3 Foundation, PPLH Bali, ECOTON, ICEL, Nol Sampah Surabaya, Greenpeace Indonesia, Gita Pertiwi dan WALHI. AZWI mengkampanyekan implementasi konsep Zero Waste yang benar dalam kerangka pengarusutamaan melalui berbagai kegiatan, program, dan inisiatif Zero Waste yang sudah ada untuk diterapkan di berbagai kota dan kabupaten di Indonesia dengan mempertimbangkan hirarki pengelolaan sampah, siklus hidup material, dan pendekatan produksi dan konsumsi yang berkelanjutan.

WALHI Jawa Barat
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) adalah organisasi lingkungan independen dan non profit yang berdiri pada 15 Oktober 1980. Walhi memiliki lebih dari 500 lembaga anggota dan 28 kantor daerah, salah satunya adalah Walhi Jawa Barat. Walhi berafiliasi dengan Federasi Friends of the Earth International. Organisasi akar rumput internasional yang berada di 76 negara.
Contact Person: Meiki W Paendong-[email protected]

GAIA (Global Alliance for Incinerator Alternatives)
GAIA adalah jaringan kelompok akar rumput serta aliansi nasional dan regional yang mewakili lebih dari 1000 organisasi dari 92 negara. GAIA memiliki fokus pada isu sampah dan keadilan lingkungan dan bekerja dengan cara memperkuat gerakan sosial akar rumput yang memajukan solusi terhadap sampah dan polusi.
Contact Person: Yobel Novian Putra–[email protected]

 

[1] https://bandung.bisnis.com/read/20230827/549/1688688/ridwan-kamil-rilis-aturan-bandung-raya-darurat-sampah

[2] Global Alliance for Incinerator Alternatives (2021). The High Cost of Waste Incineration.

https://www.no-burn.org/wp-content/uploads/2021/11/The-High-Cost-of-Waste-Incineration-March-30.pdf

[3] Ribeiro-Broomhead, J. & Tangri, N. (2021). Zero Waste and Economic Recovery: The Job Creation Potential of Zero Waste Solutions. Global Alliance for Incinerator Alternatives. https://www.no-burn.org/wp-content/uploads/2021/11/Jobs-Report-ENGLISH-1.pdf

[4] https://www.worldbank.org/en/news/loans-credits/2019/12/05/indonesia-improvement-of-solid-waste-management-to-support-regional-and-metropolitan-cities

[5] https://jabar.jpnn.com/jabar-terkini/12244/konsorsium-asal-jepang-pemenang-tender-tppas-legok-nangka-begini-kata-ridwan-kamil

[6] https://www.jica.go.jp/Resource/english/news/press/2019/20190930_10_en.html

[7] Tangri, N (2023). Waste incinerators undermine clean energy goals. https://journals.plos.org/climate/article/file?id=10.1371/journal.pclm.0000100&type=printable

[8] UKWIN (2018). Evaluation of the climate change impacts of waste incineration in the United Kingdom. https://ukwin.org.uk/climate/#evaluation

[9] Zero Waste Europe (2019). The impact of Waste-to-Energy incineration on climate. https://zerowasteeurope.eu/wp-content/uploads/2019/09/zero_waste_europe_policy-briefing_the-impact-of-waste-to-energy-incineration-on-climate_en.pdf

[10] https://dinsights.katadata.co.id/read/2021/11/03/indonesia-joined-100-countries-to-slash-gas-methane-by-30-in-2030