Pemeriksaan Setempat (PS) Gugatan TUN RAPEL Cirebon Atas Izin Lingkungan PLTU 2 Cirebon

Cirebon, 2 Maret 2017. Agenda sidang ke-8 gugatan Rakyat Penyelamat Lingkungan (RAPEL) atas surat Keputusan Badan Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Provinsi Jawa Barat Nomor : 660/10/19.1.02.0/BPMPT/2016 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Pembangunan dan Operasional PLTU Kapasitas 1x1000 MW Cirebon Kecamatan Astanajapura dan Kecamatan Mundu Daerah Kabupaten Cirebon oleh PT Cirebon Energi Prasarana tertanggal 11 Mei 2016 telah memasuki tahap sidang pemeriksaan setempat oleh Hakim Pengadilan Tinggi tata Usaha Negara (PTUN) Bandung. Alasan gugatan masyarakat adalah, dengan diterbitkannya izin lingkungan PLTU Cirebon 2 berdampak pada kerugian atau setidaknya potensi ancaman kerugian yang lebih besar akan diderita oleh masayarakat atas hilangnya mata pencaharian dan sumber kehidupan mereka. Kehidupan masyarakat desa Kanci Kulon yang hampir semua penduduknya bergantung oleh hasil laut akan semakin terdesak dan terpaksa beralih profesi menjadi pekerja kasar tanpa keahlian yang mereka miliki. Rencana lokasi pembangunan PLTU Cirebon 2 yang tepat bersisian dengan PLTU Cirebon 1 jelas akan berdampak signifikan dan akan semakin menggusur dan meminggirkan masyarakat dalam usaha penghidupannya yang sangat bergantung dengan hasil pesisir dan laut. Tidak hanya ancaman perubahan secara fisik tetapi juga ancaman jangka panjang terjadinya degradasi kualitas lingkungan yang berakibat pada menurunnya kualitas hidup masyarakat setempat.

PLTU 1 sudah mengakibatkan masyarakat kanci kulon tidak bisa lagi memperoleh kerang, ikan dan udang di daerah pesisir kanci kulon. Sidang setempat yang digelar selama 2 hari pada hari kamis - jumat tanggal 2-3 maret 2017 oleh hakim Pengadilan Tata Usaha Negara dilokasi setidaknya ingin melihat beberapa fakta antara lain, pertama terkait dengan tata ruang, hal ini sehubungan dengan adanya dugaan pelanggaran peraturan daerah rencana tata ruang wilayah Kabupaten Cirebon yang akan berujung pada sah atau tidaknya Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang diterbitkan oleh pemerintah provinsi Jawa Barat. Sebagaimana diatur dalam Undang – Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 27 tahun 2012 tentang Izin Lingkungan pasal 4 yang menyebutkan bahwa lokasi rencana usaha dan atau kegiatan wajib sesuai dengan tata ruang, jika terjadi ketidak sesuai antara lokasi rencana kegiatan usaha dengan rencana tata ruang wilayah maka dokumen AMDAL tidak dapat dinilai dan wajib dikembalikan kepada pemrakarsa. Artinya Izin Lingkungan yang diterbitkan pemerintah provinsi Jawa barat cacat hukum dan harus dibatalkan. Kedua, hakim ingin mengetahui keadaan para penggugat sebagai nelayan, pencari rebon dan kerang serta pembuat terasi apakah mereka memenuhi syarat dan memiliki hak mengajukan gugatan.

Kami berharap kepada para hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) agar lebih jeli melihat dan memastikan ketergantungan dan keterkaitan antara subject dan object sengketa secara adil dan berperikemanusiaan. Ketiga, terkait dengan dampak kerugian dan potensi ancaman kerugian lebih besar yang akan dialami oleh masyarakat apabila PLTU Cirebon 2 tetap dibangun diwilayah tersebut. hakim ingin memetakan potensi kerugian baik secara lingkungan dan ekonomi, seberapa dekat dengan pemukiman dan kebergantungan masyarakat atas wilayah peisisr dan kelautan atas kehidupan masyarakat setempat. Kami juga berharap hakim melihat kasus ini secara luas khususnya aspek lingkungan hidup dan kebijakan pemerintah indonesia terkait dengan isu perubahan ikilim. Bahwa Pemerintah Indonesia telah berjanji dan berkomitmen untuk menurunkan emisi dari sektor energi. Berdasarkan draft NDC (Nationally Determined Contribution) sektor energi diharapkan menyumbang 15,87% penurunan emisi di bawah scenario penurunan emisi 29% dan 18,76% di bawah skenario penurunan emisi 41%. Kebijakan untuk percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan tidak hanya menabrak peraturan perundangan dan mengabaikan hak dan keselamatan warga tetapi juga bertentangan dengan Undang – Undang Nomor 16 tahun 2016 tentang persetujuan paris atas konvensi kerangka kerja persatuan bangsa – bangsa mengenai perubahan iklim. Sementara itu, kami meminta kepada semua pihak termasuk pemerintah indonesia agar menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Kami juga mendesak agar proses perizinan dan non perizinan terkait pembangunan PLTU Cirebon 2 agar dihentikan terlebih dahulu hingga dibacakannya putusan oleh Hakim. Narahubung :

  • Dwi sawung, WALHI Nasional, 08156104606
  • Aan anwaruddin, Direktur Rakyat Penyelamat Lingkungan (RAPEL), 0877-8561-7564
  • Wahyu Widianto, WALHI Jawa Barat 081320423076