Memahami Pola Pertanian Terintegrasi (seri WKR-2)

MEMAHAMI POLA PERTANIAN TERINTEGRASI
Ahmad Farid

 

A. PENDAHULUAN

Perkembangan jumlah penduduk di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tahun 2018 ini setidaknya tercatat sebanyak 262 juta jiwa. Walaupun secara prosentase terjadi penurunan setidaknya sejak tahun 2010 dari 1,46% menjadi 1,27% di tahun 2016 berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik Nasional (BPS 2016). Pertambahan penduduk ini pastinya akan memiliki konsekuensi lanjutan, salah satunya terkait dengan penyediaan kebutuhan pangan.

Dalam situasi yang normal, dimana suplai dan demand terkait pangan masih terjaga keseimbangannya, tentu tidak akan menimbulkan masalah yang signifikan. Namun jika melihat situasi lapangan saat ini, keseimbangan tersebut mulai terkikis karena berbagai faktor, diantaranya:

  1. Penguasaan lahan oleh industri (perkebunan, kehutanan, peternakan, pariwisata dan pertambangan) semakin luas dan tidak mencerminkan asas keadilan.
  2. Perubahan iklim telah menyebabkan banyak situasi krisis yang berdampak terhadap ruang hidup dan kehidupan masyarakat, seperti siklus banjir dan kemarau yang semakin sering, perkembangan hama yang semakin meluas dan semakin resisten dll.
  3. Perilaku tidak ramah lingkungan, menyebabkan semakin menurunnya daya dukung dan daya tampung terhadap kehidupan masyarakat.
  4. Perubahan pola konsumsi masyarakat pada umumnya yang sudah menjurus pada sifat konsumtif.

Berangkat dari permasalahan tersebut, maka perlu upaya yang signifikan dalam menjaga keberlanjutan kehidupan masyarakat, terutama bagi masyarakat di pedesaan yang situasinya memiliki lebih banyak keterbatasan, salah satunya terkait akses informasi dan perkembangan pengetahuan.

Upaya melakukan perlindungan terhadap keberlanjutan kehidupan masyarakat disadari memiliki banyak irisan, seperti kebijakan, perencanaan keruangan, penataan produksi, pasar hingga pembangunan kelembagaan ekonomi masyarakatnya. Irisan-irisan tersebut tentu memerlukan kerjasama yang baik antar stakeholder terkait.

Dokumen panduan bertani dalam pola pertanian terintegrasi ini hanyalah bagian kecil dari upaya penataan kehidupan masyarakat (pedesaan khususnya) menuju kehidupan yang lebih mensejahterakan melalui pembangunan pengetahuan yang berhubungan erat dengan aktivitas ekonomi masyarakat khususnya di bidang pertanian. Dengan penataan aspek produksi ini, diharapkan dapat menjadi akselerator bagi pencapaian penataan aspek tata produksi-konsumsi dalam skala yang lebih besar.

B. MENGENAL POLA PERTANIAN TERINTEGRASI

Apa itu pola pertanian terpadu/terintegasi?

Secara harfiah, pertanian terintegrasi adalah pola pertanian yang saling mendukung antara satu komoditi dengan komoditi yang lainnya, sehingga biaya produksi dapat ditekan semaksimal mungkin dengan memanfaatkan komoditi lainnya yang ditanam dan atau dikelola secara bersamaan dalam satuan lahan petani. Termasuk didalamnya bagaimana pengendalian hama terpadu (PHT) dapat dilakukan dengan memadukan keselarasan antar tanaman.

Pola pertanian terintegrasi muncul sebagai pilihan bagi petani, banyak dilatar belakangi oleh situasi lapangan yang membuat miris, terutama menyangkut nasib petani gurem yang mendominasi kelas petani di indonesia. klasifikasi petani gurem ditandai oleh beberapa indikator seperti: a). Kepemilikan lahan yang minim; b). Akses atas sarana produksi pertanian yang sangat terbatas; c). Akses atas permodalan usaha yang terbatas serta d). Akses atas informasi dan pengetahuan seputar dunia pertanian yang juga terbatas. Situasi yang serba minimalis tersebut telah menyebabkan tingkat kesejahteraan keluarga petani sulit terangkat. Dalam banyak kasus, keluarga petani kemudian banyak terjerat skema tengkulak yang semakin mengikis sumber daya dan asetnya.

Dalam pola pertanian terintegrasi, luasan lahan tidak selalu menjadi syarat mutlak sebagai jalan utama untuk mengatrol kesejahteraan petani, karena yang paling dibutuhkan justru kreatifitas dalam melihat potensi yang dimiliki dan memanfaatkannya dalam mata rantai simbiosis-mutualis (saling menguntungkan). Praktek orang tua di kampung-kampung yang banyak memanfaatkan unggas (bebek, ayam) sebagai solusi atas penanganan sampah sisa dapur, dan kotorannya dipakai untuk memupuk tanaman sayur di pekarangan adalah contoh konkrit dari pola pertanian terintegrasi dalam skala rumah tangga.

Sebagai praktik yang memiliki jejak historis, pola pertanian terintegrasi diyakini mampu cepat beradaptasi dengan lingkungan keluarga petani, karenanya pendekatan nilai-nilai tempatan menjadi strategis dalam memulai perbincangan tentang isu ini. Adapun konteks pengembangannya hingga menjadi satu metode pendekatan kekinian dalam dunia pertanian, lebih untuk merespon dinamika masyarakan tani saat ini serta perkembangan pengetahuan yang semakin terbuka dan inovatif.

Bagaimana menata pertanian terintegrasi

Dalam pola pertanian terintegrasi, desain lahan, pilihan komoditi, metode budidaya, target pendapatan dll. Dapat disesuaikan dengan rancangan usaha yang diimpikan. Yang perlu diperhatikan dalam menata pola pertanian terintegrasi adalah efektifitas kinerja usaha, efisiensi dalam proses produksi serta memiliki relasi/keterhubungan fungsional yang saling mendukung.

Untuk komoditi yang dapat diusahakan dalam pola pertanian terintegrasi hakikatnya tidak ada batasan, dapat disesuaikan dengan potensi yang ada di lingkungan setempat. yang terpenting adalah komoditi yang akan dikelola tetap harus dibagi dalam 3 kluster/kelompok (jangka panjang, menengah, pendek) serta keterhubungan yang saling mengisi dan saling menguntungkan antar komoditi baik dalam hal pemanfaatan komoditinya maupun dalam upaya pengendalian hama secara alami.

Berikut contoh pola pertanian dalam konsep yang terintegrasi dengan menggandakan fungsi dari komoditi dan atau sumber daya yang dimiliki petani, contoh ini dapat berubah polanya tergantung target output dari pola yang akan dijalankan:

Pola ini telah diterapkan di lahan pertanian milik pak udin, desa panca agung, bulungan – Kaltara (farid.doc)

Bagaimana membagi ruang untuk berbagai jenis komoditi dalam satu ruang kelola?

Dalam perencanaan ruang di lahan pertanian terintegrasi yang perlu dirancang pertama adalah: a). Berapa luas lahan yang akan dikelola; b). Apa saja komoditi yang akan dikelola; c) Jelaskan juga skema peruntukan hasil usahanya, apakah untuk keperluan jangka pendek-menegah, panjang atau kombinasi dari seluruh jenjang kebutuhan. Termasuk berapa estimasi kebutuhan rata-ratanya; d). Perhatikan juga faktor keterhubungan antar komoditi, seperti kandang kambing yang feses dan urinnya akan dikelola harus dekat dengan gudang komposter, atau kolam sebagai penampung limbah pakan dan bahan organik lainnya harus berada pada siklus terakhir dalam alur drainase lahan.

Nah jika beberapa pertanyaan dasar diatas sudah terjawab, maka tinggal aspek teknis pengaturan ruang dan pemilihan jenis komoditi (utama dan pendukung), berikut contoh pengaturan ruang dengan memperhatikan kebutuhan kombinasi yang terinspirasi potensi komoditi di desa Imano-Papua:

Tanaman pagar sumber pakan ternak

1. Indigofera

T a n a m a n  i n i d i m a n f a a t k a n sebagai pakan ternak yang kaya akan nitrogen, f o s f o r d a n kalsium. Dari hasil pengujian nutrisi Indigofera di Balai Pengujian M u t u d a n Sertifikasi Pakan (BPMSP) Bekasi tahun 2015 adalah sebagai berikut: kadar air 72,65%, abu 15,23%, protein kasar 29,16%, lemak kasar 1,25%, serat kasar 21,60%, Ca 0,48% dan P 0,36%. Dengan kandungan protein yang cukup tinggi dan palabilitas yang baik menjadikan tanaman ini banyak diminati oleh peternak. Indigofera umumnya dikembangkan dengan generatif melalui biji. Uji coba palatabilitas dan penggunaan hijauan segar Indigofera zollingeriana pada kambing kacang menunjukkan peningkatan efisiensi pakan dan bobot badan hingga 45% (Tarigan 2009).

Gamal

Gamal yang dalam bahasa ilmiahnya Gliricidia sepium merupakan tanaman yang sudah tidak asing di telinga masyarakat. Orang sunda menyebutnya “cebreng” karena saking mudahnya tumbuh di berbagai macam kondisi. Cara penanaman gamal ini bisa dilakukan dengan biji atau stek. Batang tanaman gamal dipotong dan ditancapkan ke tanah, proses selanjutnya gamal akan membentuk akar baru dan tumbuh menjadi tanaman baru. K a n d u n g a n nutrisi gamal hasil uji lab BPMSP Bekasi: kadar air 7 7 , 7 2 % , a b u 12,75%, protein kasar 26,29%, lemak kasar 1,94%, serat kasar 30,83%, Ca 2,00% dan P 0,35%.

Lamtoro Gum

Lamtoro gung (Leucaena leucocephala L) ini banyak dikenal oleh masyarakat sebagai petai cina atau peuteuy selong sebutan orang sunda . Lamtoro ini adalah jenis leguminosa yang sudah cukup lama digunakan oleh masyarakat untuk area penghijauan atau sebagai pencegah erosi, termasuk sebagai sumber pakan untuk ternak. Kandungan nutrisi untuk kebutuhan ternak dari Lamtoro ini sangat baik, dengan kadar protein yang tinggi, Lamtoro ini bisa menjadi alternatif sumber protein dari hijauan. Hasil pengujian nutrisi di BPMSP Bekasi Tahun 2015, menunjukkan : kadar air 76,63%, abu 8,31%, protein kasar 36,37%, lemak kasar 0,66%, serat kasar 21,00%, Ca 0,99% dan P 0,35%.

Turi

Tanaman Turi atau dalam bahasa latin Sesbania grandiflora syn merupakan  tanaman yang dapat tumbuh dengan cepat, mempunyai akar yang dangkal, dan memiliki cabang cabang yang menggantung. Dengan kadar protein yang tinggi, tanaman ini cukup potensial untuk pakan ruminansia dan non ruminansia. Hasil uji lab BPMSP Bekasi Tahun 2015: kadar air 80,55%, abu 9,29%, protein kasar 27,59%, lemak kasar 2,93%, serat kasar 23,17%, Ca 1,49% dan P 0,31%. Namun dibalik nilai nutrisi yang cukup bagus, turi memliki saponin yaitu zat anti nutrisi yang cukup berbahaya bagi ternak sehingga dalam pemberiannya perlu proses pengolahan terlebih dahulu

 Alfalfa

Sebagai pakan ternak, alfalfa (Medicago sativa) memiliki kualitas yang sangat bagus. Selain karena nilai nutrisi dan produksinya yang menguntungkan, tanaman ini juga disebutkan memiliki rasa yang enak sehingga banyak diproduksi. Dibandingkan dengan tanaman pakan lainnya, alfalfa memiliki k a n d u n g a n p r o t e i n d a n k a l s i u m y a n g t i n g g i , t e t a p i e n e r g i termetabolisme dan kadar fosfor di dalamnya relatif rendah. Alfalfa juga termasuk berserat rendah sehingga mudah mencapai rumen (perut besar) dan mudah dicerna oleh hewan ternak Hasil pengujian Lab BPMSP Bekasi Tahun 2015 menunjukkan: kadar air 90,69%, abu 14,75%, protein kasar 32,63%, lemak kasar 3,08%, serat kasar 29,24%, Ca 1,14% dan P 0,92%. Alfalfa selain dapat dikembangkan dengn biji dapat pula dengan menggunakan pols atau sobekan rumpun.

Sumber: http://biblembang.ditjenpkh.pertanian.go.id/read/146/tanaman-legum-sebagai-sumber-protein-hijau-untuk-pejantan

C. PENGETAHUAN DASAR YANG PENTING BAGI PETANI

Dalam dunia pertanian, ada 5 (lima) komponen yang harus difahami sebagai pengetahuan dasar karena berkaitan erat dengan keseluruhan proses budidaya, yakni: 1). Media tanam, 2). Bibit, 3). Pupuk dan nutrisi tanaman, 4). Pengendalian hama tanaman serta 5). Teknik budidaya berdasarkan karakter jenis tanamannya. Kelima komponen ini disebut sebagai komponen dasar, karena seluruh proses dalam budidaya pertanian dipastikan akan melalui irisan-irisan ini terlepas dari  apapun jenis tanaman yang akan dibudidayakannya.

  1. Media tanam

Secara definitif, media tanam adalah tempat/wadah dimana pohon tumbuh dan akarnya dapat berkembang untuk menyerap hara yang diperlukan bagi pertumbuhan tanamannya itu sendiri. Pada umumnya media tanam lebih banyak diidentikan dengan tanah, tempat dimana kebanyakan vegetasi bersandar di dalamnya. Pemahaman ini tentu saja tidak salah, walaupun  tidak juga seluruhnya benar, mengingat ada beberapa jenis tanaman yang dapat hidup di air, pasir dan juga di media-media selain tanah. Karena fungsinya hanya sebagai media/tempat dimana pohon itu dapat tumbuh dan berkembang, maka penting bagi kita untuk membedakan antara media tanam dengan unsur hara sebagai makanan tanaman.

(...)

Bacaan selengkapnya dapat didownload DISINI.