Siaran Pers
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Papua
Pada Senin 06 Oktober 2025, untuk kedua kalinya kami WALHI Papua bersama Masyarakat Adat suku Namblong Marga Tecuari datang ke kantor Bupati menemui Bupati Jayapura untuk melakukan audiensi terkait perusahaan sawit PT Permata Nusa Mandiri yang masih aktif melanjutkan operasi di wilayah lembah Grime Nawa. Akan tetapi, untuk kedua kalinya tidak juga bertemu, karena Bupati Jayapura tidak ada di tempat.
Penyerahan aspirasi kertas kebijakan pelanggaran perusahaan PT Permata Nusa Mandiri kepada staf Wakil Bupati Jayapura.
Tanggapan dari DPRD Komisi D, “kami akan tindaklanjuti aspirasi ini melalui rapat komisi dan akan kami sampaikan kepada Bupati Jayapura.”
Kedatangan Masyarakat Adat Marga Tecuari dan Koalisi Selamatkan Lembah Grime Nawa ini dilakukan sebagai bentuk keprihatinan dan perhatian serius terhadap aktivitas perusahaan sawit PT Permata Nusa Mandiri yang masih lanjutkan beroperasi di wilayah lembah Grime Nawa, yang merupakan wilayah adat dan wilayah hidup masyarakat Grime Nawa.
Masyarakat Adat Grime Nawa berharap Bupati Jayapura dapat menerima secara langsung aspirasi dan keluhan masyarakat terkait aktivitas PT Permata Nusa Mandiri. Serta menindaklanjuti proses evaluasi perizinan perusahaan sawit tersebut melalui tim evaluasi yang telah dibentuk dan mengambil langkah-langkah tegas dan berpihak kepada perlindungan hak-hak masyarakat adat serta kelestarian lingkungan hidup di wilayah lembah Grime Nawa.
Temuan Dugaan Pelanggaran-pelanggaran
Gerakan selamatkan lembah Grime Nawa menemukan sedikitnya tujuh (7) pelanggaran yang terjadi dalam bentuk pelanggaran perizinan, pelanggaran maladministrasi dan dugaan pelanggaran pidana.
1. Perolehan tanah lokasi izin tanpa persetujuan utuh pemilik Hak Ulayat
a. Perolehan izin diduga tanpa melibatkan seluruh pemilik Hak Ulayat di wilayah izin konsensi, PT PNM hanya melibatkan segelintir masyarakat adat sebagai pemilik Hak Ulayat untuk memperoleh persetujuan. Marga Tecuari mengatakan proses pelepasan tanah yang mengatasnamakan marga Tecuari tidak melalui musyawarah adat;
b. Surat pernyataaan sikap yang ditujukan kepada Bupati Jayapura membuktikan perolehan izin PT PNM bermasalah, tidak didukung seluruh masyarakat yang terdampak dan tidak dituangkan dalam akta otentik;
c. UU Otonomi Khusus nomor 21/2001 Pasal 43 ayat 4 mengatur persetujuan dari para pihak pemilik Hak Ulayat dilakukan terlebih dahulu sebelum perolehan izin dari instansi berwenangan. Izin-izin yang diterbitkan tanpa didahului persetujuan dari Masyarakat Hukum Adat (MHA) sebagai pemilik Hak Ulayat. Hal ini bentuk pelanggaran hak masyarakat adat dan terjadi maladministratif perizinan karena tidak sesuai dengan pasal 43 ayat 4; “musyawarah antara para pihak yang memerlukan tanah ulayat dari masyarakat hukum adat yang bersangkutan mendahului penerbitan surat izin perolahan dan pemberian hak oleh instansi yang berwenang. Kesepakatan hasil musyawarah tersebut merupakan syarat bagi penerbitan surat izin dan keputusan pemberian hak yang bersangkutan.”
d. Perdasus Provinsi Papua No. 23/2008 pada Pasal 8 menyatakan bahwa untuk memperoleh pelepasan hak atas tanah ulayat harus disepakati bersama dan dituangkan dalam akta otentik.
2. Perizinan usaha bertentangan dengan keputusan perlindungan Hutan Adat
a. Tanggal 12 Maret 2018 Bupati Jayapura mengeluarkan keputusan nomor 188.4/150 tahun 2018 tentang Penetapan Kawasan Bukit Isyo Rhepang Muaif sebagai hutan adat masyarakat hukum Yawadatum adat terdiri masyarakat hukum adat marga Waisimon dan marga Wauw di wilayah Grime distrik Nimbokrang Kabupaten Jayapura seluas 19.000 hektar. Di dalam pertimbangan, wilayah hutan adat mempunyai fungsi strategis dalam pelestarian keanekaragaman hayati untuk melindungi keunikan ekosistem, merupakan kawasan penting burung yang penting bagi perlidungan jenis-jenis burung yang terancam dan endemik;
b. Semangat perlindungan hutan adat terancam dengan adanya perizinan PT Permata Nusa Mandiri yang berpotensi menggusur hutan adat sehingga keputusan penetapan hutan adat tidak memiliki fungsi;
c. Bupati Jayapura harus memprioritaskan perlindungan hutan adat dan menjaga kawasan penting perlindungan burung endemik dibandingkan mempertahankan keberadaan izin- izin PT PNM. Upaya mendorong pencabutan izin-izin PT PNM wajib dilakukan Bupati Jayapura untuk memperlihatkan konsistensi terhadap keputusan perlindungan hutan adat.
3. Pembukaan hutan tanpa izin dan dilakukan secara tidak sah
a. Pada tanggal 5 Januari 2022 Presiden Joko Widodo menyampaikan tindakan pemerintah mencabut izin-izin konsensi kawasan hutan, Menteri KLHK kemudian mengeluarkan SK.01/menlhk/setjen/kum.1/1/2022 tentang Pencabutan Izin Konsensi Kawasan Hutan yang di dalam lampiran ii nomor 66 mencabut SK Nomor 680/menhut-ii/2014 atas nama PT Permata Nusa Mandiri seluas 16.182,48 hektar. Pertimbangan keputusan didasarkan adanya pengendalian dan penertiban perizinan konsensi demi penyelenggaraan hutan lestari, telah dilakukan evalusi cukup mendesak untuk dicabut. SK memerintahkan kepada lembaga terkait atas nama Menteri untuk menerbitkan keputusan tentang pencabutan izin setiap perusahaan pemegang izin dan menyusun menetapkan peta arahan pemanfaatan hutan. Melalui SK ini telah merubah status kawasan hutan untuk perkebunan kembali menjadi kawasan hutan;
b. Berdasarkan analisis citra satelit di lokasi konsesi PT Permata Nusa Mandiri pada periode 1 Januari-12 Februari 2022 teridentifikasi pembukaan hutan seluas 70 hektar. Pembukaan ini dilakukan setelah adanya pengumuman pencabutan izin oleh pemerintah;
c. Perbuatan korporasi PT Permata Nusa Mandiri yang melakukan pembukaan hutan sejak Januari-Februari 2022 merupakan kejahatan yang melanggar Pasal 12 jo Pasal 82, Pasal 17 ayat 2 huruf b jo Pasal 18 UU No 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pengrusakan Hutan jo UU No 11 tahun 2020 Cipta Kerja;
d. Perbuatan korporasi PT Permata Nusa Mandiri yang melakukan pembukaan hutan sejak bulan Agustus 2025 merupakan kejahatan yang melanggar Pasal 12 jo Pasal 82, Pasal 17 ayat 2 huruf b jo Pasal 18 UU No 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pengrusakan Hutan jo UU No 11 tahun 2020 Cipta Kerja.
Kontak:
WALHI Papua: 0822 3800 0233