Mahkamah Agung Tolak Kasasi Penuntut Umum, Tiga Nelayan Pulau Pari Bebas dari Segala Dakwaan

Siaran Pers
Koalisi Selamatkan Pulau Pari

Mahkamah Agung Tolak Kasasi Penuntut Umum, Tiga Nelayan Pulau Pari Bebas dari Segala Dakwaan

Jakarta, 7 April 2022 – Mahkamah Agung Republik Indonesia menolak kasasi Jaksa Penuntut Umum (JPU) Pengadilan Negeri Jakarta Utara terhadap tiga nelayan pejuang Pulau Pari dengan nomor 873 K/Pid/2021.Jo. No. 575/Pid.B/2017/PN.Jkt.Utr. dan nomor 922 K/Pid.Sus./2020.Jo. No. 483/Pid.Sus/2019/PN.Jkt.Utr.

Putusan yang dikeluarkan Mahkamah Agung semakin menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Jakarta yang memutus bebas ketiga nelayan Pulau Pari karena tidak terbukti melakukan pemerasan dan mengutip kontribusi masuk pantai pasir perawan di Pulau Pari.

Baca juga, kilas balik perjuangan nelayan Pulau Pari berjuang mempertahankan ruang hidupnya.

Putusan ini menjadi kabar baik setelah melalui serangkaian kejanggalan dalam proses kasasi mulai dari tidak adanya pemberitahuan kasasi hingga waktu pemeriksaan kasasi yang tidak wajar setelah putusan banding yang sangat merugikan para pejuang Pulau Pari. Pada 31 Maret 2021 lalu, warga Pulau Pari menggeruduk PN Jakarta Pusat memprotes kejanggalan tersebut.

Warga dan kuasa hukum menyampaikan ada dugaan pelanggaran serius ketentuan KUHAP maupun Peraturan Mahkamah Agung yang mewajibkan pemberitahuan atas upaya kasasi maupun memori kasasi untuk menjamin hak terdakwa melakukan pembelaan. Pada 19 April 2021, warga dan kuasa hukum kemudian mengajukan Kontra Memori Kasasi.

Tiga Pejuang Pulau Pari ini adalah Mustaghfirin alias Boby, Bahrudin alias Edo dan Mastono alias Baok yang pada 2017 lalu dikriminalisasi karena dituduh melakukan pemerasan hanya karena meminta donasi Rp 5.000 kepada turis untuk pengelolaan Pantai Pasir Perawan di Pulau Pari. PN Jakarta Utara memvonis ketiganya bersalah. Putusan tersebut dibatalkan Pengadilan Tinggi DKI pada 2018 dan kini dikuatkan Mahkamah Agung RI. Hakim memvonis bebas ketiganya karena tidak terbukti melakukan pemerasan. Hakim juga menyatakan aktivitas warga mengelola Pantai Pasir Perawan sah dan dilindungi Pasal 33 UUD 1945.

Penolakan kasasi ini menjadi angin segar bagi perjuangan warga di Pulau Pari yang terancam terusir dari ruang hidupnya akibat korporasi yang memiliki sertifikat-sertifikat, baik atas nama korporasi maupun perorangan. Ombudsman Republik Indonesia melalui Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) menyebutkan bahwa enam puluh dua (62) Sertifikat Hak Milik (SHM) dan empat belas (14) Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) merupakan maladministrasi.

Koalisi Selamatkan Pulau Pari menegaskan, dengan adanya putusan ini, kedudukan dan martabat para pejuangan Pulau Pari yang telah dikriminalisasi harus segera dipulihkan oleh negara. Putusan ini juga semakin memperkuat warga pulau Pari yang berhak atas ruang hidupnya.

 

Informasi Lebih Lanjut

Charlie Albajili, Pengacara Publik LBH Jakarta, +62 878-1995-9487
Suci Fitriah Tanjung, Direktur WALHI Jakarta, +62 822-9866-6138
Parid Ridwanuddin, Manajer Kampanye Pesisir dan Laut WALHI Nasional, +62 812-3745-4623
Muhammad Afif, Deputi Advokasi dan Jaringan KIARA, +62 821-9174-8798

 

KOALISI SELAMATKAN PULAU PARI

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
Eksekutif Nasional WALHI
WALHI DKI Jakarta
Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA)
Jaringan Kerja Pemetaan Partisipatif (JKPP)
Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI)
Lembaga Bantuan Hukum Dompet Dhuafa
Forum Peduli Pulau Pari