Siaran Pers
Pada 9 Desember 2025, publik dikejutkan oleh penahanan seorang pejuang rakyat, Christian Toibo, warga Desa Watutau, Kecamatan Lore Peore, Kabupaten Poso. Penahanan ini dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Poso setelah pelimpahan perkara dari Polres Poso. Ia dituduh melakukan tindak pidana penghasutan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 160 KUHP, tuduhan yang muncul dari aksi damai warga pada 31 Juli 2024.
Aksi tersebut sejatinya adalah bentuk penolakan warga terhadap klaim Badan Bank Tanah (BBT) atas lahan yang selama puluhan tahun menjadi sumber penghidupan mereka. Namun, bukannya mendapat perlindungan, warga justru menghadapi kriminalisasi. Sebanyak 12 orang dilaporkan, dan Christian ditetapkan sebagai tersangka melalui Surat Ketetapan Nomor S.TAP/20/VII/RES.1.10/2025/Reskrim tertanggal 14 Juli 2025.
Penahanan Christian menuai sorotan dari Koalisi Kawal Pekurehua, yang terdiri dari WALHI Sulawesi Tengah, Solidaritas Perempuan Palu, Solidaritas Perempuan Sintuwu Raya Poso, Simpul Layanan Pemetaan Partisipatif Sulawesi Tengah, AMAN Sulawesi Tengah, Perhimpunan Batuan Hukum Rakyat Sulawesi Tengah dan KPA Sulawesi Tengah. Koalisi ini menilai penggunaan Pasal 160 KUHP terhadap Christian adalah bentuk nyata dari kriminalisasi perjuangan rakyat dalam mempertahankan ruang hidup mereka, karena proses hukum ini sarat tekanan dan janggal. Hingga kini, tidak ada bukti kuat yang menunjukkan Christian melakukan penghasutan. Ia seharusnya tetap dapat menjalankan aktivitasnya secara normal tanpa dibatasi oleh tindakan penahanan dengan bukti yang belum bisa menyatakan bahwa ia bersalah.
Koalisi Kawal Pekurehua dan Tim Pengacara kini lagi berkoordinasi dengan kejaksaan negeri poso agar kiranya Surat resmi yang telah dikirimkan ke pihak kejaksaan negeri poso terkait permohonan peralihan tahanan pak Christian dapat di tindak lanjuti secepatnya. Tim hukum berkomitmen untuk mengawal jalannya proses peradilan, sekaligus melawan klaim Bank Tanah yang dianggap merampas lahan rakyat.
Konflik agraria di Watutau mencuat setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2021 dan Peraturan Presiden Nomor 113 Tahun 2021, yang memberi kewenangan luas kepada Bank Tanah untuk mengelola tanah eks HGU PT Hasfarm. Namun, klaim Bank Tanah meluas hingga masuk ke lahan yang sejak lama dikelola rakyat. Hak Pengelolaan (HPL) yang diberikan ATR/BPN RI dinilai dilakukan tanpa konsultasi publik dan tanpa peninjauan lapangan.
Koalisi Kawal Pekurehua juga secara tegas menolak narasi yang dibangun oleh Bank Tanah bahwa di area HPL tidak terdapat tanah masyarakat adat. Menurut Koalisi, klaim tersebut berupaya menghapus sejarah panjang penguasaan ruang oleh komunitas Pekurehua di Watutau. Berbagai bukti, mulai dari pola permukiman, kebun warga, hingga situs-situs megalit, menunjukkan bahwa masyarakat telah mengelola lahan tersebut jauh sebelum negara hadir.
Penahanan Cristian memiliki dampak berlapis dan signifikan terhadap perempuan, terutama istri dan anggota keluarga perempuan lainnya, yang sering kali harus menanggung beban ganda (ekonomi dan domestik) serta menghadapi berbagai kerentanan sosial, ekonomi dan psikologis.
Perempuan (istri christian) harus mengurus seluruh proses pertanian, mulai dari penyiapan lahan, penanaman, perawatan, hingga pemanenan dan penjualan, yang sebelumnya merupakan pekerjaan bersama. Situasi tersebut diperparah dengan waktu penahanan bertepatan dengan rangkaian ibadah natal bagai umat nasrani, situasi ini menjadi pukulan berat bagi keluarganya. Untuk itu kami meminta kepada kepala kejaksaan negeri Poso untuk menghentikan penuntutan kepada Cristian.
Kasus Watutau bukan sekadar konflik lokal, namun cerminan konflik agraria yang lebih besar di Indonesia. Ketika rakyat berusaha mempertahankan tanah dan ruang hidupnya, mereka justru dikriminalisasi. Negara, yang seharusnya hadir melindungi warganya, malah tampak memfasilitasi perampasan ruang hidup.
Penahanan Christian Toibo menjadi simbol betapa perjuangan rakyat untuk mempertahankan tanah seringkali berhadapan dengan kekuasaan yang lebih besar. Narasi ini bukan hanya tentang satu orang, melainkan tentang keberanian sebuah komunitas melawan ketidakadilan.
Narahubung:
Nanda, Solidaritas Perempuan Palu (085343886151)
Wandi, WALHI Sulawesi Tengah (082215534058)
Sandy Prasetya Makal, Kuasa Hukum (082344440979)
Agus Suleman, SLPP Sulawesi Tengah (081241964006)
Parawangsa, PBHR Sulawesi Tengah (085299224204)