Penyampaian Kertas Kebijakan oleh Koalisi Selamatkan Lembah Grime-Nawa

Siaran Pers

Penyampaian Kertas Kebijakan oleh Koalisi Selamatkan Lembah Grime-Nawa

Pada tanggal 19 April 2022, perwakilan masyarakat adat dan Koalisi Selamatkan Lembah Grime-Nawa, bertemu dan menyerahkan kertas kebijakan berjudul ‘Selamatkan Lembah Grime Nawa’ kepada instansi berwenang, yakni Dinas Pertanian dan Pangan Provinsi Papua, ATR BPN Kabupaten Jayapura dan DPRD Kabupaten Jayapura.

Kertas kebijakan tersebut memuat kajian hukum dugaan pelanggaran atas penerbitan izin-izin perkebunan kelapa sawit milik PT. Permata Nusa Mandiri, yang mencakup; pelanggaran administratif, dugaan perbuatan pidana kejahatan kehutanan dan lingkungan hidup, dugaan proses perjanjian yang catat hukum, dan pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat, serta rentetan rekomendasi yang ditujukan kepada institusi pemerintah.

Perwakilan dari Organisasi Perempuan Adat Namblong, Rosita Tecuari, saat bertemu dengan perwakilan Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Jayapura, menyampaikan sikapnya terkait keberadaan PT. PNM;

“Kami melihat secara hukum, PT. PNM tidak berhak lagi melakukan aktivitas di atas tanah kami, karena perusahaan ini sebenarnya sudah dicabut izinnya. Kami datang mewakili perwakilan masyarakat adat untuk menolak aktivitas PT. PNM, kami merasa tidak dilibatkan dalam proses perizinan. Perusahaan harus segera angkat kaki dan menghentikan aktivitasnya.“

Ia menambahkan bahwa wilayah yang sedang dibuka oleh perusahaan saat ini merupakan wilayah kelola masyarakat, tempat di mana mereka melakukan aktivitas pemenuhan kehidupan sehari-hari, seperti berburu, meramu dan berkebun. Sehingga, ketika wilayah tersebut dialihkan untuk perkebunan kelapa sawit, maka secara otomatis mereka juga akan terusir dari ‘tempat hidup’ mereka tersebut.

Hal serupa juga disampaikan oleh Abner Tecuari, salah seorang pemilik tanah adat (Iram) marga Tecuari yang wilayahnya terdampak konsesi perkebunan PT. PNM. Ia menekankan pentingnya persetujuan penuh masyarakat adat dalam semua tahapan proses perizinan;

‘Kami merasa tidak dilibatkan. Memang Marga Tecuari pada awalnya ada yang menyetujui masuknya PT. PNM, tapi tidak semua. Itu hanya sebagian. Lebih banyak yang tidak sepakat, saya salah satunya. Perusahaan tidak bisa klaim kami semua menerima. Itu tidak benar’.

Sementara itu, Natalia Yewen dari Yayasan Pusaka Bentala Rakyat, yang juga merupakan anggota koalisi, mendorong DPR Kabupaten untuk dapat mengawal dan berdiri bersama masyarakat.

‘Kita semua, koalisi ini, mendukung penuh masyarakat adat dalam mempertahankan hak-haknya. Di dalam kertas kebijakan yang kami serahkan ini, telah memuat berbagai argumentasi yang berkenaan dengan dugaan pelanggaran-pelanggaran oleh PT. PNM terkait aktivitas bisnisnya. Sudah saatnya mendengar keinginan masyarakat Grime-Nawa untuk Bupati dan pihak terkait untuk segera mencabut izin perusahaan’.

Kabid Perkebunan, Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan Provinsi Papua, Karel Yarangga, yang mewakili Kepala Dinas dalam menerima audiensi koalisi, memberikan pernyataan sebagai berikut:

‘Pada prinsipnya apa yang dikehendaki oleh masyarakat adalah tujuan dari pemerintah. Program-program pemerintah sudah seharusnya menyejahterakan masyarakat, termasuk di dalamnya perkebunan kelapa sawit. Saya juga sudah lama dengar kabar soal perusahaan yang bapak ibu maksudkan ini. Pada intinya, memang sudah tidak ada lagi izin baru, yang ada hanya izin-izin lama yang mau kita tertibkan, dan yang tidak ada aktivitas (perusahaan) memang harus dicabut. Sudah ada evaluasi perizinan dari pemerintah, dari hasil evaluasi 55 perusahaan, 34 di antaranya memang harus dicabut. Salah satu perusahaan yang direkomendasikan dicabut ya PT. PNM ini’.

Ia menambahkan bawah dalam waktu dekat tim untuk percepatan evaluasi perizinan tersebut akan segera bekerja dan mendorong realisasi pencabutan.

Dukungan yang serupa juga mengalir dari DPRD Kabupaten Jayapura. Klemens Hamo, Ketua DPRD yang menyambut audiensi koalisi, mengakui bahwa ini adalah kali pertamanya mendengar kasus terkait PT. PNM dan masyarakat adat di Lembah Grime Nawa tersebut. Ia mengaku cukup terkejut dan hendak melakukan penelusuran lebih lanjut terkait kasus tersebut.

‘Aspirasi ini baru saja kami tahu, kami tidak tahu sama sekali. Namun, Kita pastikan akan memanggil pimpinan perusahaan untuk mendengarkan klarifikasinya. Kita juga akan mengumpulkan perwakilan OPD untuk berkoordinasi. Kertas kebijakan ini juga akan kami pelajari, ke depan tidak menutup kemungkinan, audiensi terbuka akan dilakukan untuk mendengarkan suara dari semua pihak’.

Penyampaian kertas kebijakan ini merupakan salah satu tahapan perjuangan yang sedang ditempuh oleh Masyarakat Adat di Lembah Grime Nawa dalam  mempertahankan wilayah adatnya. Dukungan publik untuk gerakan ini amat diperlukan, tidak hanya karena rentetan dugaan pelanggaran oleh PT. PNM, tapi juga dikarenakan pentingnya Lembah Grime Nawa bagi keberlanjutan lingkungan hidup ke depan.

Narahubung:
Rosita Tecuari, 0821 1420 0413 (Organisasi Perempuan Adat Namblong)
Natalia Yewen, 0813 1753 7503 (Yayasan Pusaka)