Hasil Dari Temuan Investigasi, Diduga Ada Upaya Pembunuhan Secara Terencana Terhadap Direktur WALHI NTB dan Keluarga

Siaran Pers Hari ini (28/2) bertepatan dengan 1 (satu) bulan pasca peristiwa pembakaran rumah Murdani (Direktur WALHI NTB) di daerah Desa Gundul, Kecamatan Pringgarata, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Namun demikian, hingga kini, Polres Lombok Tengah belum mampu mengungkap dan mendapatkan titik terang siapa pelaku dari adanya peristiwa tersebut. Berdasarkan hasil investigasi yang KontraS lakukan di lapangan, peristiwa hukum yang dialami Murdani dan keluarga merupakan diduga kuat adanya tindakan percobaan pembunuhan secara terencana. Hal itu tampak dari temuan-temuan yang didapatkan di lapangan, KontraS mencatat terdapat 6 (enam) temuan, antara lain: 1. Bahwa dalam sebulan terakhir, rumah Murdani dilempari dengan batu oleh orang yang tidak dikenal dan mengenai atap rumah. Sekitar bulan awal bulan Januari, ketika Murdani sedang berada di Jakarta, Istri Murdani sempat bertelpon ke Murdani bahwa rumahnya dilempari batu oleh orang yang tidak dikenal. Pelemparan tersebut terjadi hingga seminggu sebelum peristiwa tanggal 28 Januari 2019; 2. Bahwa pada hari minggu, pada tanggal 27 Januari 2019 sekitar Pukul 09.00/10.00 WITA, saksi melihat ada orang yang tidak dikenal dan selalu mondar-mandir di depan rumah Murdani. Lebih lanjut, sekitar Pukul 20.00 WITA, saksi melihat ada orang yang memakai cadar/masker melintasi rumah Murdani dengan memerhatikan rumah Murdani dengan bahasa tubuh yang mencurigakan; 3. Bahwa diktehaui terdapat 5 (lima) titik api, yaitu; titik pertama ada di bagian depan mobil Avanza, tepat di bawah mobil tersebut diletakkan bantal guling yang tidak sempat dimasukkan ke dalam rumah, baju kaos anak pertama serta kain batik istri yang disulut dengan api; titik kedua ada di depan pintu utama yang mana sendal dan sepatu dikumpulkan lalu dibakar; titik ketiga ada di pintu dapur yang mana meja di depan mobil Avanza ditarik ke depan pintu dapur untuk dapat dibakar; titik ke empat ada di bagian depan dum truk yang berjarak sekitar 7meter dari mobil Avanza, yang mana dibawahnya ada sampah-sampah kain, bekas sak semen dan bekas kardus yang kemudian disulut oleh api; titik kelima berada di kursi kayu yang posisinya persis di sudut kanan depan mobil Avanza; 4. Bahwa selain itu, terdapat bola lampu yang sengaja dicopot dan CCTV yang sudah tidak aktif ditutup oleh songkok/topi milik anak pertama Murdani; 5. Bahwa bila dilihat dari pola pembakaran yang dilakukan oleh pelaku, Ia melakukan secara terencana, hal itu dibuktikan dari tindakan yang dilakukan pada dini hari, menyiapkan bahan bakar, menyulut api di lima titik, dan menutup CCTV yang berada di sebelah selatan dengan songkok/topi. Selain itu. Lebih lanjut, tindakan tersebut dimaksudkan untuk menghilangkan nyawa orang yang berada di dalam rumah, hal itu dibuktikan dari titik api yang berada di pintu utama serta pintu dapur rumah. Sehingga orang-orang yang berada di dalam rumah tidak dapat keluar rumah; 6. Bahwa diduga kuat pelaku datang dari sebelah selatan rumah sebab asumsinya bila datang dari Utara rumah maka ia juga akan menutup CCTV sebelah Utara. Berdasarkan temuan-temuan tersebut, kami menilai pemidanaan yang tepat ditujukan kepada pelaku ialah Pasal 53 ayat (3) Jo Pasal 340 KUHP dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun penjara. Bahwa diduga kuat peristiwa tersebut dapat terjadi oleh karena aktivitas Murdani yang kritis terhadap pertambangan pasir ilegal di wilayah Lombok Tengah dalam beberapa tahun terakhir. Salah satu diantaranya ialah pertambangan pasir illegal yang berada di desa bilebante. Dampak dari aktivitasnya tersebut, di tahun 2016, Murdani seringkali mendapatkan ancaman dan terror, diantaranya mendapatkan ancaman mau dimusnahkan dan dihabisi dari nomor yang tidak dikenal. Terkait ancaman dan terror tersebut, Murdani pernah meminta perlindungan ke Polda NTB namun tidak ada tindak lanjut secara serius. Selain itu, kami menilai Polres Lombok Tengah belum mampu mengusut secara tuntas dibalik kasus dugaan percobaan pembunuhan berencana terhadap Direktur WALHI NTB. Adapun argumentasi kami, antara lain: Pertama, sudah selama 1 (satu) bulan lamanya, Polres Lombok Tengah tidak ada perkembangan secara signifikan dan belum mendapatkan titik terang siapa pelaku dari terjadinya peristiwa tersebut. Kedua, dalam tahap penyidikan delik pidana yang digunakan oleh penyidik adalah Pasal 187 ayat (1) dan ayat (2) KUHP mengenai tindak pidana kejahatan yang mendatangkan bahaya bagi kemanan umum manusia dan barang. Bahwa penggunaan delik pidana tersebut tidak tepat, sebab berdasarkan fakta dan temuan mengarahkan kepada delik pidana percobaan pembunuhan berencana. Ketiga, AKP Rafles Girsang selaku Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah pernah membuat pernyataan di Lombok Post pada tanggal 29 Januari 2019, yang menyatakan terbakarnya rumah Murdani terjadi atas 2 (dua) hal kemungkinan yaitu dibakar orang atau dibakar atas perintah sendiri. Pernyataan tersebut tidak sepatutnya diucapkan, sebab kasus yang dialami Murdani masih dalam tahap penyelidikan. Terkait ucapan tersebut, diduga dapat mengaggu objektivitas penyidikan dan selain itu berpotensi melanggar Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya pada bab etika kemasyarakatan yang dimuat dalam Pasal 15 huruf c dan e. Berdasarkan penjelasan tersebut, maka sudah sepatutnya tahap penyidikan kasus dugaan percobaan pembunuhan berencana terhadap Direktur WALHI NTB dapat diambil alih dengan segera oleh Polda Nusa Tenggara Barat demi keadilan dan kepastian hukum. Berdasarkan hasil investigasi, kami menilai terdapat 4 (empat) bentuk pelanggaran, yaitu: Pertama, pelanggaran hak atas memperoleh keadilan sebagaimana diatur dalam diatur dalam Pasal 28G UUD 1945 dan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia ; Kedua, pelanggaran etika kemasyarakatan sebagaimana diatur dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya pada bab etika kemasyarakatan yang dimuat dalam Pasal 15 huruf c dan e; Ketiga, pelanggaran hak atas rasa aman sebagaimana diatur dalam Pasal 28 G Undang-Undang Dasar 1945 Jo Pasl 13 Undang-Undang Kepolisian Jo Pasal 9 Konvenan Hak Sipil dan Politik Jo Pasal 30 Undnag-Undang tentang Hak Asasi Manusia; Keempat, percobaan pembunuhan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (3) Jo Pasal 340 KUHP. Merujuk pada informasi dan temuan di atas, kami menuntut kepada: 1. Kapolda NTB untuk dengan segera mengambil alih proses penyidikan yang dilakukan oleh Polres Lombok Tengah dan lalu segera mengusut secara tuntas dan mengungkap motif dari dugaan adanya percobaan pembunuhan secara terencana terhadap Murdani dan keluarga, sebagaimana diatur dalam Pasal 53 ayat (3) Jo Pasal 340 KUHP. Serta menjamin upaya penegakan hukum yang akuntabel dan transparan dalam kasus tersebut. 2. Kepala Divisi Propam Polda NTB memeriksa secara objektif dan professional terhadap AKP Rafles Girsang selaku Kasat Reskrim Polres Lombok Tengah atas dugaan pelanggaran etika kemasyarakatan sebagaimana diatur dalam Perkap Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, khususnya pada bab etika kemasyarakatan yang dimuat dalam Pasal 15 huruf c dan e; 3. Presiden untuk segera menerbitkan peraturan dan kebijakan khusus yang memberikan jaminan dan perlindungan kepada pejuang lingkungan hidup dan pembela HAM lainnya. Kami yang menyatakan: 1. KontraS; 2. Eksekutif Nasional WALHI; 3. Amnesty International Indonesia; 4. Yayasan Perlindungan Insani Indonesia; 5. YLBHI.