Buramnya Demokrasi dan Masa Depan Keadilan Ekologis dan Sosial Membayangi Pemerintahan Lima Tahun ke Depan

Siaran Pers Bersama
Jelang Pelantikan Presiden-Wakil Presiden 2019-2024
 
Jakarta, 16 Oktober 2019-Pelantikan Presiden-Wakil Presiden RI 2019-2024, tinggal menghitung hari. Nyaris tidak ada hak-hal substansial yang dilihat oleh rakyat dari elit politiknya, selain pembagian kekuasaan yang akan duduk dalam kabinet pemerintahan ke depan.
 
Organisasi masyarakat sipil yang selama ini bekerja untuk isu lingkungan hidup dan agraria/sumber daya alam, WALHI, AMAN, HuMa, KPA, dan RMI  melihat tidak ada perubahan substansial yang dapat membawa perubahan kebijakan bagi perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan sumber agraria/sumber daya alam yang berkeadilan yang lebih baik, setidaknya dalam lima tahun ke depan.
 
Dalam proses implementasi Nawacita pertama saja, angka merah menandakan bahwa persoalan lingkungan hidup dan agraria belum menjadi agenda prioritas. Senjakala Nawacita, menjadi pengingat mundurnya komitmen pemerintah terhadap perlindungan dan pengakuan hak-hak Masyarakat Adat, tegas Rukka Sombolinggi, Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).
 
Mardatillah, Direktur Rimbawan Muda Indonesia (RMI) menyatakan “Ada sejumlah catatan penting, antara lain (1) Rendahnya komitmen pemerintah dan DPR dalam melaksanakan Mandat TAP MPR IX/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Sumber Daya Alam; (2) Proses penyusunan perundang-undangan yang tidak partisipatif dan tidak berpihak pada keadilan ekologis dan sosial; (3) Ketertutupan informasi publik terkait pengelolaan lingkungan hidup dan sumber daya alam; (4) Mandegnya penyelesaian konflik agraria dan meningkatnya eskalasi konflik di berbagai wilayah di Indonesia; (5) Lambatnya pelaksanaan reforma agraria sejati dan perlindungan lingkungan hidup. Akankah sejumlah catatan atau pekerjaan rumah ini akan menjadi prioritas pemerintahan lima tahun ke depan, di tengah tantangan situasi politik bangsa ini.
 
“Padahal jika pemerintah menjalankan TAP MPR IX/2001 tentang PA-PSDA, akan menjadi peluang untuk memperkuat demokrasi ekonomi kerakyatan yang konon menjadi komitmen pemerintahan Jokowi, dan sayangnya itu belum dijalankan”, Dahniar Andriani, Direktur HuMa, Perkumpulan untuk Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) menambahkan.
 
Tantangan terberat ke depan, bangsa ini dihadapkan pada situasi darurat demokrasi. Pembungkaman suara rakyat yang kritis menuntut hak-hak rakyat terus terjadi. Demokrasi yang diperjuangkan bersama oleh berbagai elemen masyarakat sipil pada masa reformasi, berupaya terus dipangkas oleh oligarki. Demokrasi politik dibajak oleh oligarki untuk pelanggengan kekuasaan politik dan ekonomi.
 
Khalisah Khalid, Koordinator Desk Politik Eksekutif Nasional WALHI menyatakan, bahwa sesunggunya agenda keadilan ekologis dan sosial hanya memungkinkan dapat dilakukan dengan pra syarat adanya ruang demokrasi yang dibuka luas oleh pengurus negara sebagai pemegang mandat Konstitusi kepada rakyatnya”. Tanpa demokrasi yang baik, keadilan ekologis dan sosial tidak bisa diwujudkan”.
 
Tantangan ke depan semakin berat, karena wakil rakyat di DPR juga setengahnya adalah status quo.  Kita juga tahu hampir setengah dari anggota parlemen adalah pebisnis yang ditenggarai akan semakin memperkuat  oligarki dan ancaman legislasi yang membawa kepentingan investasi dan mengabaikan kepentingan lingkungan hidup, seperti RUU Pertanahan, RKUHP dan RUU Perkelapasawitan. Dan secara bersamaan baik legislator maupun pemerintah melakukan upaya pelemahan KPK. Hingga saat ini, Presiden bahkan tak juga menerbitkan Perpu KPK. Padahal praktik tata kelola sumber daya alam yang koruptif telah merugikan keuangan negara dan memicu meningkatnya bencana ekologis dan kemiskinan.
 
“Fakta bahwa semakin banyaknya para pebisnis menduduki kursi parlemen menjadikan masa depan agenda kerakyatan, terutama reforma agraria semakin suram. Pasalnya, salah satu prasyarat terwujudnya agenda tersebut adalah terpisahnya elit politik dengan elit bisnis”, ujar Beni Wijaya, dari Konsorsium Pembaruan Agraria menutup siaran pers ini. (selesai)