608 Hari Masyarakat Cawang Terlantar, Kembalikan Tanah Rakyat dan Usir PT. Musi Hutan Persada (Marubeni) dari Bumi Sumatera Selatan.

Siaran Pers Aksi Walhi Sumatera Selatan Jakarta, 15 Desember 2017. Sampai hari ini, lebih dari 608 hari masyarakat Cawang Gumilir terlantar. Pasca tergusur dari pemukiman dan tanah sebagai sumber penghidupannya oleh PT. Musi Hutan Persada (MHP/Marubeni Group).[1] Sikap PT. MHP merupakan bentuk perampasan hak-hak dasar warga negara Indonesia yang seharusnya terlindungi secara konstitusi, sesuai dengan Undang-Undang Dasar tahun 1945. Pasal 28H ayat (1) “setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan”. Kasus Cawang Gumilir, merupakan salah satu potret buruknya perilaku PT. MHP dalam menjalankan bisnisnya. Dalam catatan WALHI Sumsel sedikitnya 34 desa/komunitas berkonflik dengan perusahaan tersebut. Konflik-konflik tersebut merupakan konflik yang terbuka, yang telah terjadi dari tahun ke tahun dan terjadi sejak lama tanpa ada upaya dan itikad baik dari perusahaan serta pemerintah untuk melakukan penyelesaian.

WALHI Sumsel melihat apa yang dialami masyarakat Cawang dan komunitas-komunitas lainnya yang berkonflik dengan adalah bentuk pemiskinan yang dilakukan secara sadar oleh PT. MHP. Sebab sampai saat ini masyarakat masih mengungsi di beberapa tempat sejak terjadinya penggusuran tanpa ada kepastian untuk memenuhi kebutuhan dasar hidup, tempat tinggal, dan kehidupan sosial. Dengan kata lain PT. MHP telah “mencabut masyarakat hingga ke akar-akarnya”. Sementara selama dalam pengungsian dan keterasingan tersebut, baik pemerintah maupun perusahaan menelantarkan masyarakat begitu saja. Perilaku buruk lainnya yang dilakukan PT. MHP adalah dari aspek lingkungan hidup, dimana terdapat aktivitas illegal di dalam izin perusahaan yakni adanya perkebunan kelapa sawit yang tersebar di beberapa titik lokasi. Selain itu juga, didalam konsesinya sering terjadi kebakaran hutan dan lahan. Fakta ini telah menegaskan dan menunjukkan bahwa mereka telah melanggar Undang-Undang nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, salah satunya pasal 32 dimana pemegang izin berkewajiban untuk menjaga, memelihara, dan melestarikan hutan tempat usahanya. Namun kenyataannya perusahaan ini gagal dan tebukti tidak mampu menjalan kewajibannya.

WALHI Sumsel menegaskan cukup sudah PT. MHP yang merupakan bagian dari Marubeni Group melakukan perampasan tanah dan memiskinkan kehidupan masyarakat serta melakukan pengerusakan terhadap sumber daya alam di Sumatera Selatan. Dengan ini kami mendesak Pemerintah Jepang juga bertanggung jawab atas korporasi dan investasi yang berasal di negaranya yang telah merugikan masyarakat dan merusak sumber daya alam. Kami juga mendesak kepada Pemerintahan Joko Widodo menepati janjinya untuk mengatasi ketimpangan penguasaan lahan dan konflik sumber daya alam, baik melalui reforma agraria dan perhutanan sosial, yang dilakukan secara adil, berkelanjutan serta memprioritaskan pada wilayah-wilayah yang sedang mengalami konflik dan terpinggirkan oleh industri-industri berbasiskan lahan. (selesai)Narahubung: Hadi Jatmiko, Direktur Walhi Sumatera Selatan [email protected] | 081310068838 Tubagus Soleh Ahmadi, Deputi Direktur Walhi Sumatera Selatan [email protected] | 085693277933 [1] Dusun Cawang Gumilir, Desa Bumi Makmur, Kecamatan Muara Lakitan, Kabupaten Musi Rawas, Provinsi Sumatera Selatan.