Saatnya Pengadilan Lingkungan Hidup untuk Keadilan Ekologis

Siaran Pers Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Peringatan Hari Lingkungan Hidup, 5 Juni 2017 Jakarta- Setiap tanggal 5 Juni, seluruh dunia memperingati hari lingkungan hidup dengan berbagai tema yang ditetapkan oleh UNEP setiap tahunnya.[1] Peringatan hari lingkungan hidup selalu diperingati di tengah kenyataan bahwa krisis lingkungan hidup dari waktu ke waktu semakin massif, perubahan iklim sebagai keniscayaan yang berdampak pada seluruh makhluk bumi akibat dari kegagalan pembangunan juga tidak mampu merubah paradigma pembangunan global yang tetap bertumpu pada industri ekstraktif guna melanggengkan sistem ekonomi neo liberal, bahkan solusi yang ditawarkan juga tetap bersandarkan pada mekanisme pasar, yang bukan hanya tidak menjawab persoalan global yang terjadi, tetapi bahkan sesungguhnya solusi palsu, mesti dibungkus dengan kemasan hijau dan slogan berkelanjutan. Di Indonesia, peringatan hari lingkungan hidup tahun ini juga dihadapkan dengan kondisi lingkungan hidup yang tidak juga pulih. Bencana ekologis yang terus terjadi, belum mampu menuntun pengurus negara untuk berani mengoreksi model pembangunannya yang tetap mengabaikan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Kebijakan ekonomi dan pembangunan bertolak belakang dengan komitmen Presiden untuk memulihkan lingkungan hidup, menyelesaikan konflik struktural lingkungan hidup dan sumber daya alam/agraria, dan membangun ekonomi yang berkeadilan. Bahkan hingga saat ini, kebijakan moratorium belum juga diterbitkan oleh Presiden.

Sampai detik ini, kawasan ekosistem esensial antara lain ekosistem rawa gambut, ekosistem karst, dan mangrove terancam investasi rakus. Industri tambang terus mengeruk dan mencemari lingkungan, perkebunan sawit dan kebun kayu terus menerus ekspansi bahkan hingga ke pulau-pulau kecil sambil terus mengelak sebagai penyebab deforestasi,  pesisir dan laut yang telah rentan dari dampak perubahan iklim, dikepung berbagai proyek reklamasi dan privatisasi pulau, kesemuanya disokong dengan fasilitas berupa pembangunan infrastruktur skala besar. Dari ujung barat hingga timur Indonesia, korporasi terus menancapkan kekuasaannya. Sementara masyarakat yang memperjuangkan lingkungan hidup dan mempertahankan wilayah kelolanya, ruang hidupnya justru mengalami pelanggaran HAM, mendapat tindak kekerasan dan kriminalisasi. Pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup dan kekayaan alamnya sering kali dianggap tidak ada. Bahkan yang paling buruk sepanjang peringatan hari lingkungan hidup di Indonesia, bangsa ini dihadapkan pada kenyataan semakin terbukanya korporasi dan aktor-aktor perusak lingkungan hidup dan kemanusiaan membangkang terhadap Konstitusi, hukum dan perundang-undangan. Melakukan berbagai upaya sistematis untuk terus mendapatkan privilege dengan mengabaikan hak asasi manusia dan hukum. Intervensi politik melalui RUU Perkelapasawitan, mencoba melawan regulasi perlindungan ekosistem rawa gambut, dan intervensi hukum melalui JR terhadap UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Padahal kita tahu, bahwa UU 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup merupakan benteng terakhir bagi penyelamatan dan perlindungan lingkungan hidup dari ancaman kejahatan lingkungan hidup dan kejahatan korporasi. Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Nur Hidayati menyatakan, “melihat tantangan penegakan hukum lingkungan yang semakin berat di tengah dominasi kekuasaan ekonomi dan politik, peringatan hari lingkungan hidup tahun ini hendaknya juga dapat menjadi momentum bagi bangsa ini untuk secara serius merumuskan pengadilan lingkungan hidup. Pengadilan lingkungan hidup diharapkan mampu memutus rantai impunitas kejahatan lingkungan hidup yang dilakukan oleh korporasi, yang sudah masuk kategori extraordinary crime karena sudah mengancam hidup dan kehidupan manusia dan alam, generasi hari ini dan akan datang" "Pada peringatan hari lingkungan hidup tahun ini, WALHI juga mengajak seluruh warga negara bukan lagi hanya sekedar peduli, namun juga aktif mengkritisi kebijakan yang tidak pro lingkungan hidup dan rakyat, melawan lupa terhadap kejahatan korporasi, dan aksi untuk menyelamatkan UU 32/2009. Dukungan luas dari warga negara, dapat menjadi tekanan politik yang kuat bagi negara untuk menjalankan kewajiban Konstitusinya" tambahnya menutup siaran pers ini. -Selesai- Selamat Hari Lingkungan Hidup Jakarta, 5 Juni 2017.

Cp: Malik Diazin Staff Media dan Komunikasi Publik (081808131090)