Polda Riau Tidak Serius Menangani Perkara Penghentian Penyidikan Tiga Korporasi dalam kasus Kebakaran Hutan dan Lahan

Siaran Pers Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Riau Pekanbaru, Rabu, 12 Juli 2017 – Tahapan sidang permohonan praperadilan WALHI terhadap Polda Riau terkait penghentian penyidikan perkara karhutla atas nama PT. Riau Jaya Utama (PT RJU); PT. Perawang Sukses Perkara Indonesia (PT. PSPI); dan PT. Rimba Lazuardi (PT RL) telah memasuki sidang ketiga dengan agenda penyampaian replik oleh WALHI selaku Pemohon. Pengajuan replik tersebut merupakan  tanggapan WALHI terhadap jawaban Polda Riau TERKAIT Permohonan Praperadilan yang diajukan WALHI. Dalam persidangan yang dipimpin oleh Hakim Tunggal Sorta Ria Neva, WALHI dalam repliknya masih berpegang pada permohonan awalnya. Dalam jawaban yang disampaikan Polda ditemukan beberapa kekeliruan mendasar dalam proses penerbitan surat penentapan pengehentian penyidikan terhadap tiga korporasi tersebut. “Dalam jawaban yang disampaikan Polda Riau, terlihat terdapat kekeliruan penerapan pasal dan proses pengumpulan bukti yang tidak maksimal guna membuktikan pemenuhan unsur ketentuan pidana yang disangkakan kepada tiga korporasi tersebut. Andaipun unsur sengaja sangat sulit untuk dibuktikan oleh Penyidik Polda Riau, maka paling tidak unsur kelalaian sudah dapat diterapkan dengan adanya atau terpenuhinya sejumlah bukti permulaan yang telah dikumpulkan Polda Riau,” sebut Nurkholis Hidayat, salah seorang Tim Kuasa Hukum  WALHI. “Beberapa prosedur dan kriteria dalam pelaksanaan gelar perkara yang dijadikan dasar penghentian penyidikan menurut kami bertentangan dengan beberapa aturan internal Polri, seperti ketentuan Standar Operasional Prosedur Gelar Perkara Biasa yang dimuat dalam Peraturan Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Standar Operasional Prosedur Pengawasan Penyidikan Tindak Pidana.

Untuk memperlihatkan kekeliruan tersebut, kami akan uraikan lebih lanjut pada proses pembuktian pada sidang lanjutan praperadilan ini di hari jumat nanti,” ujar Even Sembiring, Manager Kajian Kebijakan Eksekutif Nasional WALHI. Aditia Bagus Santoso, Direktur LBH Pekanbaru menyebutkan bahwa pengajuan praperadilan ini bukan sekedar untuk mendorong dibuka kembali tiga perkara karhutla yang dihentikan penyidikannya oleh Polda Riau, namun suatu usaha melahirkan rasa keadilan bagi korban asap di Riau.  Pada tragedi karhutla 2015 lalu, tercatat lebih dari 33.300 warga Riau yang terserang ISPA, 597 warga yang menderita radang paru-paru, 1.216 warga terserang asma, 1667 terserang infeksi kulit, 1079 warga yang menderita inspeksi mata dan 5 orang  yang meninggal lebih awal, terbunuh karena kabut asap. Riko Kurniawan Direktur Eksekutif WALHI Riau menyebutkan bahwa WALHI selaku pemohon dalam perkara ini secara konsisten mengawal setiap proses persidangan praperadilan ini dari sidang pertama hingga putusan yang dijadwalkan pada Selasa, 18 Juli 2018. “Pengawalan keseluruhan proses persidangan menegaskan keseriusan kami selaku pemohon praperadilan. Hal ini dilakukan agar keseluruhan proses berjalan sesuai dengan aturan dan berujung pada pemuliaan keadilan bagi lingkungan hak dasar warga atas lingkungan hidup yang sehat melalui putusan Pengadilan Negeri Pekanbaru yang memerintahkan Polda Riau untuk membuka kembali proses penyidikan terhadap PT. RJU, PT. PSPI dan PT. RL,” ujarnya menutup siaran pers ini. Narahubung:

  • Riko Kurniawan 081371302269
  • Aditia Bagus Santoso 081277741836
  • Nurkholis Hidayat 081519967110
  • Even Sembiring 085271897255