
Siaran Pers
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia
Jakarta, 19 Desember 2025-Penutupan TPA Cipeucang telah memicu krisis sampah yang menggunung di jalan-jalan Kota Tangerang Selatan. Peristiwa ini mencerminkan kegagalan pemerintah dalam pengelolaan sampah yang sistematis, menyeluruh, dan berkesinambungan. WALHI mendesak pemerintah segera menetapkan kebijakan berbasis Zero Waste yang memaksa pengurangan di hulu, tanggung jawab produsen melalui skema Extended Producer Responsibility (EPR), dan desain ulang produk agar minim sampah. Penutupan TPA Cipeucang harus menjadi momentum koreksi total terhadap kebijakan pengelolaan sampah di Indonesia.
Selama ini TPA Cipeucang hanya mampu menampung 300–400 ton sampah per hari, sementara Kota Tangerang Selatan menghasilkan sekitar 1.000 ton setiap hari. Akibatnya, sejak 10 Desember 2025, tumpukan sampah menggunung di berbagai ruas jalan, termasuk di depan Pasar Cimanggis, Ciputat, meski telah dilakukan pengangkutan. Kondisi ini bukan sekadar masalah teknis, melainkan akumulasi dari ketidakmampuan pemerintah mengantisipasi lonjakan volume sampah melalui kebijakan berbasis data dan perencanaan jangka panjang.
Wahyu Eka Styawan, Manajer Kampanye Perkotaan Berkeadilan WALHI menilai bahwa penutupan TPA Cipeucang telah melanggar amanat UU No. 18 Tahun 2008 yang mewajibkan pengelolaan sampah secara sistematis, termasuk larangan pembuangan terbuka dan kewajiban pengurangan di hulu. Dalam hal ini pemerintah gagal menetapkan target pengurangan sampah, karena tidak menjalankan kebijakan pengurangan sampah dari hulu ke hilir.
WALHI melihat bahwa masalah ini seharusnya tidak hanya menjadi tanggung jawab Pemkot Tangsel, tetapi juga Kementerian Lingkungan Hidup yang selama ini gagal mendorong kebijakan strategis dan justru berkutat pada solusi semu seperti PSEL, WtE, atau RDF yang mahal dan tidak mengurangi timbulan sampah. Solusi jangka panjang harus berfokus pada pengurangan sampah dari sumbernya, bukan sekadar memusnahkan di hilir.
“Pemerintah harus memaksa penerapan kebijakan berbasis konsep Zero Waste City yang menekankan pengurangan di hulu, sistem guna ulang, dan tanggung jawab produsen melalui skema EPR, termasuk desain ulang produk agar minim sampah,” jelas Wahyu
Oleh karena itu, WALHI mendesak pemerintah dalam hal ini KLH untuk segera membuat kebijakan Zero Waste City, lengkap dengan roadmap kebijakan yang terhubung secara nasional dan daerah. Selain itu, KLH harus membuat regulasi yang mengikat skema EPR, agar tanggung jawab dari produsen bersifat mutlak. Tanpa perubahan paradigma ini, krisis seperti penutupan TPA Cipeucang akan terus berulang, sebagaimana terjadi di TPA Piyungan, Yogyakarta. Mengabaikan tata kelola sampah dari hulu ke hilir bukan hanya pelanggaran regulasi, tetapi juga pelanggaran hak asasi warga yang kini hidup dalam kepungan sampah dan dampak lingkungan yang merugikan.
Contact Person:
Wahyu Eka Styawan
Manajer Kampanye Perkotaan Berkeadilan WALHI
[email protected]
+628115501980