Pemerintah Daerah Harus Konsisten Memberlakukan PSBB, Berikan Jaminan Kebutuhan Hidup Selama Masa Darurat Kesehatan Masyarakat!

Pernyataan Sikap Bersama
Organisasi Masyarakat Sipil Sulawesi Tengah

Pemerintah Daerah Harus Konsisten Memberlakukan PSBB, Berikan Jaminan Kebutuhan Hidup Selama Masa Darurat Kesehatan Masyarakat!

Setelah mendapatkan penolakan dari masyarakat, organisasi masyarakat sipil dan gerakan sosial akhirnya Presiden Joko Widodo membatalkan rencana mengeluarkan kebijakan penentuan status darurat sipil terhadap penularan wabah pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Akibat tekanan publik, sebagai gantinya Presiden Joko Widodo kemudian mengeluarkan Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 11 Tahun 2020 Tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease 2019 (COVID-19). Dalam Kepres tersebut pemerintah memilih untuk memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Namun terhitung tiga hari pasca pemberlakuan kedaruratan kesehatan masyarakat di Sulawesi Tengah sepertinya belum dijalankan secara konsisten oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Realitasnya sejak pemerintah memberlakukan PSBB selama tiga hari, ribuan orang penumpang pesawat udara yang tiba dan mendarat di Bandar Udara Mutiara SIS Al-Jufrie dibiarkan langsung pulang ke rumah tanpa adanya proses pemeriksaan ataupun diarahkan untuk diisolasi selama 14 hari sesuai dengan protokol yang telah ditetapkan oleh pemerintah sebagai penanganan terhadap Orang Dalam Pemantauan (ODP). Fakta yang cukup mencengangkan beberapa hari sebelum penetapan status kedaruratan kesehatan masyarakat oleh pemerintah pusat, tanggal 27 Maret 2020 Bupati Sigi Iwan Lapata merilis bahwa terdapat 363 orang dalam resiko merupakan Tenaga Kerja Wanita (TKW) dan orang dari luar daerah yang masuk ke wilayah Kabupaten Sigi.

Di Kota Palu Satgas Relawan COVID-19 Sulawesi Tengah menemukan 6 orang ODP yang baru saja melakukan perjalanan dari Jogjakarta dan langsung tinggal di Huntara belakang terminal Mamboro yang telah melaporkan diri namun belum mendapatkan pemeriksaan dan penanganan oleh petugas dan Dinas Kesehatan Kota Palu. Bukan tidak mungkin di tenda-tenda pengungsian dan huntara-huntara yang lain juga terdapat ODP yang belum dilakukan penanganan dan pemeriksaan ataupun isolasi. Padahal warga korban bencana 28 September 2018 adalah kelompok paling rentan terserang dan terjangkit wabah pandemi COVID-19. Karena mayoritas dari mereka masih tinggal di tenda-tenda pengungsian dan huntara yang sangat jauh dari kondisi layak huni. Disamping itu mereka belum punya pekerjaan tetap sehingga sangat rentan karena asupan gizi dan pangan yang kurang terjamin. Belum terpenuhi hak para penyintas, mereka langsung diperhadapkan dengan pandemi COVID-19 yang setiap saat mengancam kehidupan mereka.

Demikian pula dengan nasib kaum buruh yang bekerja di berbagai sektor. Seperti yang terjadi dengan puluhan ribu buruh pabrik nikel PT. IMIP di Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali yang terus dipekerjakan dalam situasi darurat kesehatan masyarakat ini. Bahkan belum diketahui apakah pekerja dan orang yang keluar masuk bandara PT. IMIP di Bahodopi telah diberlakukan standar protokoler pencegahan pandemi COVID-19. Terlebih lagi migrasi penduduk dari wilayah zona merah Kota Kendari Sulawesi Tenggara masih terus berlangsung hingga hari ini tanpa ada penanganan dan pencegahan dari pemerintah daerah.

Demikian pula dengan perusahaan-perusahaan perkebunan sawit yang terus mempekerjakan buruhnya. Tak hanya di sektor pertambangan dan perkebunan. Buruh-buruh di sektor perdagangan dan jasa masih juga terus bekerja dalam kondisi kedaruratan kesehatan ini. Pemerintah provinsi dan Kabupaten/Kota seharusnya memberikan ketegasan kepada perusahaan-perusahaan tersebut untuk melaksanakan protokoler pencegahan dan penanganan COVID-19 untuk menjaga kesehatan dan keselamatan kerja para pekerjanya. Karena dengan beban kerja yang tinggi dan waktu kerja yang panjang daya tahan dan imun tubuh seorang buruh semakin berkurang dan rentan terjangkit wabah pandemic COVID-19.

Sejak pemerintah pusat menetapkan pandemik COVID-19 sebagai bencana nasional non alam, potensi penularan dan perluasan spasial wabah pandemi COVID-19 terus meningkat di Sulawesi Tengah. Sampai hari ini 3 April 2020, PUSDATINA Provinsi Sulteng merilis bahwa sudah ditemukan 4 orang positif terjangkit COVID-19, 1 orang diantaranya meninggal dunia. Sementara 107 orang dalam kategori Orang Dalam Pengawasan (ODP) dan 25 orang dalam kategori sebagai Pasien Dalam Pengawasan (PDP).

Pendataan dan penanganan yang dilakukan oleh pemerintah provinsi dan kabupaten/kota sesungguhnya belum dapat dikatakan menyeluruh. Karena orang yang didata hanya orang yang melaporkan diri secara sukarela kepada petugas kesehatan. Bukan tidak mungkin masih terdapat orang-orang yang seharusnya masuk dalam kategori ODP, PDP dan positif terjangkit COVID-19 yang belum terdata. Karena faktanya belum ada pemeriksaan massal yang dilakukan. Belum lagi dengan belum adanya data terpilah perempuan, anak-anak dan lanjut usia bagi ODP, PDP, dan positif terjangkit. Sehingga dapat dilakukan penanganan khusus bagi kelompok rentan.

Di tengah ancaman pandemi COVID-19, di Sulawesi Tengah terjadi kelangkaan dan kenaikan harga Alat Pelindung Diri (APD), hand sanitizer, disinfektan dan obat-obatan lainnya. Bahkan APD bagi dokter dan tenaga kesehatan sebagai garda terdepan tidak cukup tersedia. Sehingga mereka juga rentan terserang wabah pandemi COVID-19. Ditambah lagi dengan belum tersedianya laboratorium dan alat pendeteksi pandemi COVID-19 di Sulawesi Tengah yang semakin menghambat proses penanganan dan pencegahan penularan pandemi COVID-19. Disisi lain belum terlihat upaya serius dari pemerintah provinsi dan untuk melakukan penyadaran terhadap masyarakat akan bahaya pandemi COVID-19.

Bahaya pandemi COVID-19 dan pemberlakuan PSBB sebagai langkah strategis pemerintah telah berdampak terhadap perekonomian masyarakat menengah ke bawah. Betapa tidak sektor-sektor informal dan UKM kini dalam kondisi memprihatinkan dan terancam gulung tikar. Harga-harga kebutuhan pokok juga mulai meroket di pasaran. Sementara jaring pengaman dan perlindungan sosial yang dijanjikan oleh pemerintah belum terdistribusi hingga saat ini. Terlebih lagi bagi warga korban bencana Padagimo 28 September 2018 yang hingga saat ini masih menunggu kepastian pencairan dana jaminan hidup.

Jika tidak ada penanganan serius dari pemerintah daerah, maka krisis multidimensi mengancam setiap saat. Karena itu dibutuhkan upaya bersama dari berbagai pihak untuk melakukan penanganan khusus, baik dari sisi kesehatan maupun dari sisi dampak sosial ekonominya. Sinergitas antara pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, pihak swasta, organisasi masyarakat sipil, akademisi, relawan sangat diperlukan guna menyatukan energi dan sumber daya dalam rangka pencegahan perluasan penularan dan penangangan pandemi COVID-19.

Pasca diterbitkannya Perppu Nomor 01 tahun 2020, Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah dan Kabupaten Kota serta DPRD bersinergis guna melakukan penghitungan ketersediaan anggaran dalam APBD provinsi dan kabupaten/kota serta sumber daya daerah lainnya guna memproyeksikan realokasi anggaran dan refocusing program pemerintah daerah dalam rangka pencegahan dan penanganan pandemi COVID-19 serta dampak sosial ekonominya.

Berdasarkan gambaran situasi di atas maka kami organisasi masyarakat sipil Sulawesi tengah menyatakan sikap dan tuntutan kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Tengah, DPRD Provinsi Sulawesi Tengah, Pemerintah dan DPRD Kab/Kota se-Sulawesi Tengah untuk :

  1. Perketat pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
  2. Penghentian sementera migrasi penduduk antar pulau, provinsi dan kabupaten/kota.
  3. Pemberlakuan standar protokoler pencegahan dan penanganan COVID-19 bagi perusahaan untuk menjaga kesehatan dan keselamatan kerja bagi buruh.
  4. Segera lakukan pemeriksaan massal untuk mendeteksi sebaran penderita COVID-19.
  5. Transparansi data sebaran secara detail ODP, PDP, dan penderita positif COVID-19 sampai tingkat Kelurahan dan RT.
  6. Pemerintah dan DPRD Provinsi serta Kabupaten Kota harus melakukan penghitungan ketersediaan anggaran dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota serta sumber daya daerah lainnya guna memproyeksikan realokasi anggaran dan refocusing program pemerintah daerah dalam rangka pencegahan dan penanganan pandemi COVID-19 serta dampak sosial ekonominya.
  7. Tolak dana hutang untuk pencegahan dan penanganan COVID-19.
  8. Pencegahan dan Penanganan khusus bagi kelompok rentan seperti perempuan, anak, lansia dan disabilitas.
  9. Jaminan hidup bagi masyarakat miskin dan kelompok rentan selama masa darurat kesehatan masyarakat diberlakukan oleh pemerintah.
  10. Pemerintah daerah harus memberikan dukungan sumber daya dan teknologi bagi produksi pangan rakyat untuk menjamin ketersediaan pangan dan langkah mitigasi terhadap potensi krisis pangan dalam situasi darurat.
  11. Menggalang sinergitas pemerintah daerah, organisasi masyarakat sipil, relawan, ormas dan pihak swasta dalam upaya pencegahan dan penanganan wabah pandemi COVID-19.
  12. Hak korban bencana Padagimo 28 September 2018 seperti dana JADUP, Santunan Duka dan Dana Stimulan tidak boleh diabaikan dan tetap harus dipenuhi oleh pemerintah dalam situasi darurat kesehatan masyarakat pandemi COVID-19 ini.

Palu, 4 April 2020
Hormat kami,

Solidaritas Perempuan Palu, Solidaritas Perempuan Poso, Libu Perempuan, Yayasan Tanah Merdeka, Sekolah Mombine, Sulteng Bergerak, Walhi Sulteng, LPMS Buol, Sheep Indonesia, PBHR-Sulteng, KPA Sulteng

Kontak:
082291794751
Adriansa Manu