“Mempertegas Posisi Tawar Rakyat Dalam Pengelolaan SDA Yang Berkeadilan dan Lestari”

Kongres Rakyat Taman Budaya, 18 Juli 2017 Kejahatan lingkungan serta ketidakadilan dalam pengelolaan sumber daya alam menjadikan rakyat dan sumber-sumber kehidupannya menjadi korban. Kondisi tersebut terjadi di seluruh wilayah Indonesia, termasuk provinsi Bengkulu. Kondisi kewilayahan provinsi Bengkulu yang terletak di sebelah barat bukit barisan menjadikan nya sebagai wilayah yang kaya akan sumber daya alam, sekaligus rentan terhadap bencana. Dengan 46% kawasan nya adalah kawasan hutan lindung dan konservasi, yakni 924.631 ha (SK PermenHut Nomor 784 tahun 2012). Kawasan merupakan wilayah cadangan minerba  serta bagian dari kehidupan rakyat yang berada disekitarnya secara khusus dan wilayah lainnya secara umum. Seyogyanya seluruh kekayaan tersebut dapat dikelola secara adil dan berkelanjutan, tetapi fakta berkata sebaliknya. Saat ini luasan eksploitasi akibat aktivitas pertambangan  minerba mencapai 259 ribu hektar. Terjadi perciutan jumlah IUP dan luasan secara administrasi, tetapi dibeberapa kabupaten terdapat fakta aktivitas pertambangan yang IUP nya telah diakhiri oleh pemerintah (ilegal), seperti PT. Bukit Sunur.

Tercatat hingga saat ini, pertambangan di provinsi Bengkulu, keseluruhan ada 151 Izin Usaha Pertambangan (IUP), dari 151 IUP dibedakan berdasarkan jenis Mineral dan batuan yang dihasilkan, batubara ada 76 IUP, emas/mineral logam ada 12 IUP, pasir/bijih/batu besi 20 IUP, dan batu kali/batuan (galian C ada 43 IUP, keseluruhan tersebar di 6 Kabupaten di provinsi Bengkulu. Izin Konsesi perusahaan pertambangan yang sudah memiliki IUP baik tahap eksplorasi maupun sudah produksi secara keseluruhan adalah, batubara seluas 159.485,15 ha, emas/mineral logam seluas 169.253,22 ha, pasir/bijih/batu besi seluas 129.724,77 ha, batu kali/ batuan (galian C) seluas 1.226,70 ha, Total luasan IUP di provinsi Bengkulu adalah 459.689,84 hektar. Sehingga total luas areal perkebunan dan pertambangan saja di Bengkulu seluas 705.867,84, atau 70% dari kawasan APL di provinsi Bengkulu, dan di Bengkulu ada 9 Kabupaten, 1 Kota.(Data olahan WALHI Bengkulu). Penyebab munculnya konflik-konflik lahan di provinsi Bengkulu yang masif bahkan telah memakan korban baik jiwa, materil dan in materil. Tumpang tindih penggunaan lahan akibat pemberian izin konsesi oleh perusahaan bahkan sudah masuk ke kawasan hutan dan kawasan konservasi. Prencanaan dan pengembangan sektor kehutanan di berbagai daerah kabupaten di Bengkulu cenderung tidak transparan dan mengarah kepada pendekatan business as usual seperti pemberian konsesi untuk perusahaan Tambang atau Perkebunan Besar Sawit. Di lain pihak daftar panjang permasalahan kehutanan di Indonesia seperti tumpang tindih tata guna lahan, hak tenurial, ketidak jelasan dalam kebijakan dan korupsi, sehingga dikhawatirkan kegiatan ini akan gagal dalam pelaksanaan. Terdapat juga kekhawatiran bahwa kegiatan tersebut akan mengusir masyarakat sekitar dan didalam hutan.

Masyarakat dengan tingkat Pengangguran Terbuka 4,61 persen dan penduduk miskin per maret 2016 sebanyak 416.427 (17,16 %). Sedangkan berdasarkan data BPS Provinsi angka harapan hidup penduduk provinsi bengkulu ditahun 2015 berada di angka 68,50 ).Menjadi ironis justru Kabupaten yang jumlah Izin Konsesinya terbanyak di Kabupaten Bengkulu Tengah menyumbang angka intensitas kemiskinan multiimensi terbesar se provinsi Bengkulu, yaitu 0,4323. Oleh karena itu Masyarakat selalu akan menjadi korban dari konflik lahan dan sumberdaya alam Kehadiran pertambangan dan konflik di tingkat masyarakat adalah inheren. WALHI Bengkulu mencatat setidaknya dalam tiga tahun terakhir (2014-2017) terjadi 6 (enam) konflik di empat  kabupaten Provinsi Bengkulu, yaitu kabupaten Bengkulu Utara, kabupaten Seluma, kabupaten Kaur, serta kabupaten Bengkulu Tengah. Tidak hanya konflik yang terjadi, kehadiran Pertambangan batubara juga merusak lingkungan hidup. Sungai muara bangkahulu yang menjadi bahan baku PDAM pun ikut tercemar, juga meninggalkan warisan 22 lubang tambang yang belum dilakukan reklamasi pasca tambang yang berada di 11 konsesi perusahaan pertambangan di Provinsi Bengkulu. Selain persoalan dampak dan kejahatan pertambangan tersebut, Provinsi Bengkulu juga menyumbang konflik agraria di Indonesia, konflik ini muncul sebagai akibat dari ketidakadilan penguasaan tanah di Provinsi Bengkulu. Berdasarkan data yang dimiliki WALHI Bengkulu bahwa luasan perkebunan sawit berjumlah 289.034 Ha, dengan pembagian sebagai Berikut :

Penguasaan Luas
BUMN 4.677 Ha
Swasta 93.090 Ha
Kebun Rakyat 117.064 Ha
Total 289.034 Ha

Dari Sekian banyak perusahan diProvinsi Bengkulu di tunggangi oleh 24 perkebunan sawit skala besar. Luasan nya beragam. Mulai dari yang hanya ratusan hektar hingga puluhan ribu hektar. Dari data HGU yang dimiliki (yayasan Genesis Bengkulu) lima Perusahaan yang memiliki jumlah luasan HGU yang tebesar adalah PT. Agromuko (28.615 Ha), PT. Daria Dharma Pratama (13.920 Ha), PT. Alno (13.283 Ha), PT. Agri Andalas (10.677 Ha), dan PT. Mas Marandika (10.000 Ha) Keadaan tersebut juga memunculkan dampak serius yang harus disikapi oleh Pemerintah tersebut, karena ketimpangan penguasaan lahan di Provinsi Bengkulu memunculkan banyak konflik agraria, WALHI Bengkulu mencatat ada 4 (Empat) konflik agraria yang tersebar di 2 (dua) Kabupaten, yaitu Kabupaten Bengkulu Utara dan Kabupaten Seluma yang berakhir dengan penghilangan hak masyarakat Bengkulu akibat dari ketidakadilan penguasaan lahan. Tidak hanya komplesitas permasalahan diatas, hampir di beberapa kabupaten Provinsi Bengkulu juga terjadi pencemaran sungai sebagai dari praktek dumping yang dilakukan oleh Pabrik Crude Palm Oil. Seperti, PT. Sinar Bengkulu Selatan (SBS) yang berada di Kecamatan Pino Raya Bengkulu Selatan, berdasarkan hasil laboratorium uji sample yang dilakukan oleh Penegakan Hukum Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan  pada hari kamis tanggal 27 April 2017 telah terbukti bahwa PT. Sinar Bengkulu Selatan (SBS) melakukan pelanggaran Pasal 20 ayat (3) huruf a Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 mengenai baku air limbah yang melampaui baku mutu yang ditetapkan. Oleh karena itu dalam upaya mempertegas posisi tawar rakyat dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan masyarakat korban kejahatan lingkungan hidup, korban ketidakadilan penguasaan lahan perlu membangun komunikasi untuk saling mendukung upaya penyelamatan lingkungan hidup dan kemanusiaan lewat agenda Rakyat pada sebuah momen “Kongres Rakyat”.

Point besar dalam agenda Kongres Rakyat ini nantinya “Meningkatnya pemahaman dan komitmen bersama antar elemen masyarakat sipil di Provinsi Bengkulu, terkait keadilan dan kelestarian tata kelola sumber daya alam.” “Mengkonsolidasikan semua elemen kekuatan rakyat dalam bicara perjuangan atas kedaulatan Sumber Daya Alam yang ada di Provinsi Bengkulu.“ “Orasi publik dan Deklarasi Perjuangan Rakyat : Berita rakyat untuk penguasa” Mewadahi partisipasi publik bicara keadilan (people's political role) “Kongres Rakyat nantinya sebagai penghubung masyarakat satu dengan yang lainya dimana mereka menjadi korban dari konflik lahan dan sumberdaya alam sektor pertambangan, Sehingga perlu membangun komunikasi untuk saling mendukung perlawanan dalam rangka memperjuangkan hak-hak atas lahan dan lingkungan yang sehat dan demokratis. “ Pada tanggal 17-19 july 2017 Masyarakat Bengkulu akan menginisiasi sebuah agenda besar di Provinsi Bengkulu. Agenda inillah yang akan menjadi magnet kuat untuk mendorong dan melanjutkan perjuangan bersama dalam memperjuangakan rasa keadilan dan kelestarian atas sumber daya alam dan lingkungan yang lestari dan demokratis Serta melihat kompelsitas persoalan diatas WALHI Bengkulu, melalui Kongres Rakyat mendesak Pemerintah Bengkulu harus hadir dan mengambil langkah-langkah yang konkrit dalam upaya pengentasan persoalan diatas. WALHI mendorong agar:

  1. Pemerintah Bengkulu untuk melakukan :
  2. Moratorium Izin Pertambangan dan Perkebunan Skala Besar
  3. Percepatan Perhutanan Sosial
  4. Melaksanakan Reforma Agraria
  5. Aparat Penegak Hukum (Kepolisian, Kejaksaan, PPNS) dapat melakukan penegakan hukum terhadap kejahatan lingkungan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik Secara sendiri-sendiri dan/atau instansi.

Narahubung :

  • Awang Konaevi (085268628409)
  • koordinator Kongres Rakyat Bengkulu.