Korupsi Minyak Goreng: Jerat Korporasi dan Pembenahan Industri Sawit

Siaran Pers Bersama

Jakarta, 18 Juli 2023. Penyitaan aset Musim Mas Group (MMG), Wilmar Group, dan Permata Hijau Group, oleh Tim Penyelidik Direktorat Penyidikan Jampidsus pada 6 Juli. Diketahui bahwa penyitaan ini merupakan bagian dari penetapan tiga perusahaan tersebut sebagai tersangka dalam perkara tindak pidana korupsi minyak goreng.

Penetapan itu hasil penyidikan korporasi setelah hakim pada perkara tindak pidana korupsi pemberian fasilitas ekspor Crude Palm Oil (CPO/minyak sawit mentah) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022 memandang perbuatan terpidana adalah merupakan aksi korporasi.

Aset Musim Mas atau Musim Mas Group (MMG) yang disita berupa tanah dengan total 277 bidang seluas 14.620,48 hektare, (baca di sini). Aset Wilmar Group, yang disita berupa tanah dengan total 625 bidang seluas 43,32 hektare (baca di sini). Sedangkan aset PT Permata Hijau Group disita tanah dengan total 70 bidang seluas 23,7 hektare. Kemudian mata uang rupiah sebanyak 5.588 lembar dengan total Rp385.300.000. Selain itu juga mata uang dolar USD sebanyak 4.352 lembar dengan total US$435.200, mata uang ringgit Malaysia sebanyak 561 lembar dengan total RM52.000, dan mata uang dolar Singapura sebanyak 290 lembar dengan total Sin$250.450. (baca di sini)

Menurut Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional yang juga juru bicara Koalisi Transisi Bersih. Kasus korupsi minyak goreng yang menyeret Musim Mas Group (MMG), Wilmar Group, dan Permata Hijau Group, serta kasus korupsi sebelumnya, Surya Darmadi/Duta Palma Group terkait korupsi perizinan, membuktikan bahwa hulu-hilir industri sawit mempunyai banyak masalah dan begitu rentan menjadi ruang korupsi. Oleh karenanya, upaya perbaikan tata kelola dan tata niaga industri sawit wajib segera dilakukan.

Pengungkapan kasus korupsi dalam pemberian izin ekspor menunjukkan betapa mudahnya korporasi mempengaruhi kebijakan pemerintah, korporasi bisa dengan mengubah kebijakan agar bisa melakukan ekspor meski belum memenuhi kewajiban domestik.

Mansuetus Darto, Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) menambahkan bahwa Salah satu akar masalah rantai pengusahaan industri sawit adalah lemahnya pengawasan terhadap pasar CPO yang cenderung oligopoli, sehingga perilaku kartel kerap terjadi di pasar minyak goreng. Untuk itu, transparansi data dan penguatan penegakan hukum menjadi kunci pengawasan pasar.

Pemerintah juga harus serius membenahi tata kelola sawit Indonesia, salah satunya dengan kembali memberlakukan moratorium pemberian izin, serta melakukan audit korporasi sawit secara transparan. Desakan ini sudah berkali-kali disampaikan kelompok masyarakat sipil, termasuk lewat gugatan kelangkaan minyak goreng terhadap Presiden Joko Widodo dan Menteri Perdagangan ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta.

Penetapan tersangka korporasi ini merupakan langkah maju yang dilakukan oleh penegak hukum. Andi Muttaqien, Direktur Satya Bumi mengatakan selain sebagai momentum perbaikan tata kelola, pemidanaan korporasi mampu memberikan efek jera pada korporasi karena dimungkinkannya pidana tambahan terhadap korporasi melalui perampasan atau pengambilalihan korporasi oleh negara, bahkan pencabutan izin usaha.

Perampasan aset tersebut kemudian juga dapat dijadikan momentum untuk menyelesaikan persoalan lingkungan dengan melakukan pemulihan serta konflik agraria di daerah perkebunan kelapa sawit perusahaan tersebut, tambah Andi.

Jika negara terus berpihak pada kepentingan oligarki, maka tidak heran jika kasus kelangkaan minyak goreng akan terus berulang. Terlebih saat ini ada pintu pelarian pemasok CPO untuk kebutuhan biodiesel yang jelas-jelas lebih menguntungkan bagi korporasi.

Terakhir, Achmad Surambo dari Sawit Watch mengingatkan, bahwa banyak hal kebijakan dan institusi telah dikeluarkan dan dicanangkan oleh Pemerintah, tetapi semuanya belum menyentuh akar-akar pokok masalah dalam tata kelola perkebunan sawit, dimana ketimpangan penguasaan akan terus berlanjut, dan ketidaktransparan juga akan terus berlanjut, bahkan partisipasi publik pun minim. Pemerintah harus memulai untuk membalik semuanya lewat mengoreksi kebijakan pemupuk ketimpangan penguasaan, membuka data HGU untuk publik, mensharing hasil audit perkebunan sawit yang telah dilakukan, dan lain sebagainya.

 

Narahubung:

Juru Bicara Koalisi Transisi Bersih
Achmad Surambo, Sawit Watch, 0812-8748-726
Andi Muttaqien, Direktur Eksekutif Satya Bumi, 0812-1996-984
Iqbal Damanik, Forest Campaigner Greenpeace Indonesia, 0811-4445-026
Mansuetus Darto, Sekjen Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS) 0811-9266-663
Uli Arta Siagian, Manager Kampanye Hutan dan Kebun Walhi Nasional, 0821-8261-9212

Koalisi Transisi Bersih adalah koalisi lembaga non-pemerintah beranggotakan organisasi-organisasi masyarakat sipil yang terbentuk pada awal tahun 2023 yang memiliki visi bersama, yaitu pada 2030 Indonesia mencapai pembangunan rendah emisi dan berkeadilan iklim, melalui optimalisasi sawit rakyat bebas deforestasi, menjaga kedaulatan pangan dan gerakan percepatan transisi ke energi bersih.