Kasasi Karhutla Menangkan Warga, Jawaban Atas Visi Indonesia

Jakarta, 21 Juli 2019. Mahkamah Agung akhirnya memenangkan warga dalam gugatan CLS Karhutla di Kalimantan Tengah, pada tingkat kasasi. Pemerintah Indonesia dalam hal ini Presiden RI, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Menteri ATR/BPN, Menteri Kesehatan, Menteri Pertanian, Pemerintah Daerah Provinsi Kalimantan Tengah dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum. Selain memutuskan bahwa Pemerintah telah melakukan perbuatan melawan hukum, putusan perkara ini juga menghukum Pemerintah Indonesia /Tergugat untuk memenuhi 10 tuntutan Penggugat. Nur Hidayati, Direktur Eksekutif Nasional WALHI, menguraikan bahwa “dari ke 10 tuntutan yang dikabulkan Majelis Hakim, pada intinya meminta Pemerintah Indonesia dalam hal ini Presiden, Kementerian terkait dan Pemerintah Daerah untuk 1). Melaksanakan Perintah Undang-undang 32 Tahun 2009 tentang PPLH yang sejak disahkan tahun 2009 tidak dibuatkan peraturan pelaksananya oleh Pemerintah, sehingga UU tersebut tidak berlaku maksimal dalam mencegah kerusakan lingkungan hidup. Berkaitan dengan Karhutla, ada 7 Peraturan Pemerintah yang harus dibuat pemerintah. 2). Pemerintah Indonesia dalam hal ini tergugat untuk membentuk tim gabungan yang berkewajiban melakukan evaluasi terhadap perizinan penyebab kebakaran, penegakan hukum serta upaya pencegahan kebakaran. 3). Tergugat melakukan upaya yang menjamin keselamatan warga dari dampak Karhutla, dengan mendirikan rumah sakit khusus paru dan dampak asap, membebaskan biaya pengobatan korban asap, serta menyediakan tempat dan mekanisme evakuasi bagi korban asap. Yang ke 3). Keterbukaan Informasi, bahwa tergugat wajib mengumumkan kepada publik wilayah yang terbakar dan perusahaan yang terlibat, termasuk dana penanggulangan Karhutla oleh perusahaan yang terlibat” Henri Subagiyo, Direktur Eksekutif ICEL berpendapat bahwa “putusan ini seharusnya dapat menjadi bahan Pemerintah dan Pemerintah Provinsi untuk memperkuat langkah-langkah penanggulangan Karhutla. Dengan adanya putusan ini, Pemerintah perlu melihat kembali upaya mana yang harus diperkuat, misalnya segera mempercepat penerbitan regulasi sebagaimana yang ditentukan oleh warga. Dari semua regulasi yang dituntutkan warga, saat ini sudah ada setidaknya satu yang diterbitkan oleh Pemerintah pada tahun 2017 yang lalu yaitu Peraturan Pemerintah tentang Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup. Selebihnya, Peraturan yang dituntut warga, notabene juga merupakan mandat UU 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup untuk segera diterbitkan. Jadi, tuntutan-tuntutan warga tersebut sesungguhnya tidaklah berlebihan, karena warga menuntut regulasi yang seharusnya dibuat atas perintah UU itu sendiri”. Sedangkan Dimas Hartono, Direktur Eksekutif WALHI Kalteng menekankan bahwa "putusan Majelis Hakim pada angka 5). Menghukum TERGUGAT II, TERGUGAT III, TERGUGAT IV dan TERGUGAT VI untuk membuat tim gabungan, dimana fungsinya adalah : 1). Melakukan peninjauan ulang dan merevisi izin-izin usaha pengelolaan hutan dan perkebunan yang telah terbakar maupun belum terbakar, berdasarkan pemenuhan kriteria penerbitan izin serta daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah; 2). Melakukan penegakan hukum lingkungan perdata, pidana maupun administrasi atas perusahan-perusahaan yang lahannya terjadi kebakaran; 3). Membuat roadmap (peta jalan) pencegahan dini, penanggulangan dan pemulihan korban kebakaran hutan dan lahan serta pemulihan lingkungan; Dimas juga menggaris bawahi "angka 9). Amar Putusan : Menghukum TERGUGAT II dan TERGUGAT VI untuk : 1). Mengumumkan kepada publik lahan yang terbakar dan perusahaan pemegang izinnya; 2). Mengembangkan sistem keterbukaan informasi kebakaran hutan, lahan dan perkebunan di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah; 3). Mengumumkan dana jaminan lingkungan hidup dan dana penanggulangan yang berasal perusahaan – perusahaan yang lahannya terbakar; 4). Mengumumkan dana investasi pelestarian hutan dari perusahaan-perusahaan pemegang izin kehutanan". Arie Rompas, Pengkampanye Hutan Greenpeace Indonesia dalam kesempatan yang sama ikut mengungkapkan "Putusan Mahkamah Agung ini harus segera dieksekusi karena sudah incraht dan untuk menjamin rasa keadilan bagi warga negara untuk memiliki kepastian hukum. Karena putusannya adalah membuat dan memperbaiki kebijakan, maka seharusnya ini bisa dijalankan. Hal- hal yang sifatnya segera bisa di utamakan seperti penegakan hukum, membuka nama-nama perusahaan pembakar hutan dan fasilitas penunjang dan tempat evakuasi (safe house) karena kebakaran hutan dan lahan termasuk di Kalimantan Tengah masih dan sudah mulai muncul dan terus mengancam. Sebaiknya pemerintah tidak lagi mengambil langkah untuk peninjauan kembali (PK) karena seharusnya eksekusi putusan memang sudah harus di jalankan". "Ini bisa menjadi langkah maju untuk penegakan supremasi hukum dalam pemerintahan yang baru", lanjut Rio. Ibu Maryati, warga Palangkaraya yang menjadi salah satu penggugat CLS ini menyampaikan bahwa "kebakaran hutan dan asap setiap tahun, telah mencabut hak paling mendasar warga negara, yaitu bernafas, sehingga dengan telah inkracht-nya putusan ini kami mengharapkan pemerintah untuk memastikan bahwa Karhutla dan bencana asap tidak terulang, serta memastikan penanganan kesehatan dan pengobatan korban tidak menjadi beban warga". Dokumen lengkap silahkan donwlod Link berikut ini : https://bit.ly/2YgFLAt https://bit.ly/2Z8BMqP http://bit.ly/2SARiJB http://bit.ly/2OhTbfK Narahubung :
  • Dimas Hartono, Direktur WALHI Kalteng di 081352704704
  • Arie Rompas, Greenpeace Indonesia di 08115200822
  • Malik Diazin, Staf Media dan Komunikasi Eksekutif Nasional WALHI di 081808131090
  • Dona Rahayu, Staf Media ICEL di 6282172420299