Tolak Proyek PLTGU Batang: Transisi Energi Palsu, Ancaman Nyata bagi Masyarakat dan Ekosistem Pesisir

Pernyataan Sikap Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)

23 Oktober 2025. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menyatakan penolakan tegas terhadap rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Batang yang berada di bawah inisiatif Asia Zero Emission Community (AZEC). Penolakan ini bukan sekadar reaksi terhadap satu proyek, melainkan bentuk perlawanan terhadap pola pembangunan yang terus mengabaikan hak-hak masyarakat, merusak ekosistem, dan melanggengkan ketergantungan pada energi fosil atas nama transisi.

Pada Agustus 2024, melalui Pertemuan Tingkat Menteri AZEC yang ke-2 (2nd AZEC Ministrial Meeting) Electric Power Development Co.,Ltd. (J-POWER), PT Adaro Power, dan ITOCHU Corporation mengumumkan akan melakukan studi kelayakan untuk mengembangkan Combined Cycle Gas Turbine (CCGT) atau Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) di Jawa Tengah. Meskipun tidak secara langsung menyebut di mana lokasi persis proyek akan dilangsungkan, profil proyek menunjukkan bahwa PLTGU ini akan dibangun bersebelahan dengan PLTU Batang, di Kabupaten Batang, Jawa Tengah.

PLTGU Batang bukanlah proyek yang berdiri sendiri. Perusahaan yang tengah melakukan feasibility study untuk PLTGU Batang—J-POWER, PT Adaro Power, dan ITOCHU Corporation—adalah entitas yang sama yang membangun PLTU Batang melalui PT Bhimasena Power Indonesia. Perencanaan dan operasi oleh perusahaan ini di PLTU Batang sejak 2011, tidak memberi ruang penuh adanya partisipasi bermakna dari masyarakat, gagal melakukan mitigasi menyeluruh terhadap dampak sosial dan lingkungan, dan telah memberikan dampak serius kerusakan terhadap kawasan yang penting secara ekologis dan ekonomi.

Pembangunan PLTU Batang mengorbankan 226 hektar lahan, mayoritas adalah sawah dan perkebunan yang menjadi tumpuan hidup petani. Nelayan Roban Timur yang dulu hanya membutuhkan waktu 30 menit untuk melaut dan membawa pulang hasil tangkapan yang cukup untuk menghidupi keluarga, kini harus menempuh perjalanan 3–4 jam dengan konsumsi bahan bakar yang jauh lebih tinggi, sementara hasil tangkapan terus menurun. Karang Preketek, yang dahulu menjadi rumah bagi berbagai jenis ikan dan biota laut, telah berubah menjadi jetty industri. Lumpur hasil pengerukan untuk pembangunan jetty dibuang ke perairan sekitar, menutup habitat ikan dan merusak ekosistem. Lumpur buangan ini sering tersangkut di jaring nelayan, menyebabkan jaring rusak atau tak bisa diangkat, menambah beban kerugian yang mereka alami.

Abrasi pesisir juga semakin parah akibat perubahan arus laut yang dipicu oleh pembangunan jetty PLTU yang mengarahkan arus ke pesisir. Vegetasi pantai seperti Ketapang (Terminalia catappa) dan Cemara Laut (Casuarina equisetifolia) menghilang karena abrasi yang mengikis daratan dan penebangan pohon di lokasi pembangunan PLTU. Air laut pun tercemar akibat tumpahan batu bara dari tongkang saat bongkar muat serta dari air penyemprot batu bara yang terbuang ke laut. Ditambah lagi polusi udara dari pembakaran batu bara telah meningkatkan risiko kesehatan masyarakat, sementara lahan pertanian dirampas tanpa proses partisipatif yang adil. Jika perusahaan yang sama yang membangun dan menjalankan proyek semacam ini kembali membangun proyek baru, maka besar kemungkinan pola pengabaian dan perusakan akan terulang.

Kini, proyek PLTGU ini diklaim sebagai bagian dari transisi energi. Namun, pengalaman dari proyek serupa seperti Jawa-1 LNG-to-Power di Cilamaya menunjukkan bahwa PLTGU bukanlah solusi yang bersih dan adil. Alih fungsi lahan produktif, gangguan terhadap wilayah tangkap nelayan, penurunan kualitas lingkungan laut, serta risiko kecelakaan akibat pemasangan pipa gas adalah dampak nyata yang telah dirasakan oleh masyarakat. Operasi Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) dan pembuangan air regasifikasi berpotensi menurunkan suhu air laut dan mengganggu zona tangkap ikan. Jika PLTGU menggunakan pipa darat dari ladang gas sekitar, potensi bahaya ledakan, kebakaran, dan pencemaran juga bisa terjadi. Kebocoran dan ledakan pipa gas, seperti yang terjadi di Peninsular Malaysia pada April 2025, menunjukkan bahwa risiko terhadap keselamatan warga sangat nyata dan tidak bisa diabaikan.

Lebih dari itu, kami menolak narasi yang dibangun oleh inisiatif AZEC yang mempromosikan gas sebagai “energi transisi.” Narasi ini menyesatkan dan berisiko normatif, karena mengaburkan kenyataan bahwa gas adalah bagian dari energi fosil yang tetap menghasilkan emisi gas rumah kaca, bukan energi terbarukan yang sejati. Framing gas sebagai “jembatan” transisi memberi legitimasi teknis dan finansial bagi pembangunan infrastruktur baru yang justru memperpanjang usia bahan bakar fosil. Praktik greenwashing seperti ini tidak hanya menunda transformasi energi yang adil dan cepat, tetapi juga mengalihkan aliran dana dari energi terbarukan ke proyek-proyek yang mempertahankan ketergantungan pada energi fosil.

Gas fosil, yang kerap disebut sebagai gas "alam" oleh industri bahan bakar fosil, merupakan jenis hidrokarbon yang berasal dari sumber fosil dan mengandung metana sebagai komponen utama—gas rumah kaca dengan potensi pemanasan global jauh lebih tinggi daripada karbon dioksida. Meski dipromosikan sebagai energi yang lebih bersih, gas fosil tetap menghasilkan emisi CO₂ dan metana yang memperburuk krisis iklim. Ketergantungan Indonesia terhadap gas fosil justru dapat menjadi jebakan baru dalam transisi energi, karena metana yang timbul dari sepanjang rantai pasok—ekstraksi hingga pembakaran—menunjukkan gas adalah sumber energi yang tidak ramah iklim.

Kami juga menyoroti bahwa perencanaan PLTGU Batang ini tidak memberi ruang partisipasi bermakna dari masyarakat terdampak. Pengambilan keputusan berlangsung tertutup, tanpa konsultasi publik yang setara. Dampak negatif terhadap mata pencaharian nelayan, degradasi mangrove, dan gangguan ekosistem pesisir tidak pernah menjadi pertimbangan utama. Sementara itu, manfaat ekonomi lebih banyak dinikmati oleh investor besar dan elite politik. Dalam konteks keadilan lingkungan, pengabaian partisipasi publik bukan sekadar kekurangan prosedural, melainkan pelanggaran struktural yang melemahkan legitimasi sosial proyek dan meningkatkan risiko konflik serta biaya sosial jangka panjang.

Kami menolak keras pendanaan proyek PLTGU Batang melalui mekanisme pendanaan internasional yang lahir dari inisiatif AZEC. Risiko “financial lock-in” sangat nyata, di mana aliran pendanaan yang seharusnya mendukung energi terbarukan justru diarahkan ke proyek gas yang mempertahankan aset-aset fosil. Negara dan daerah akan terjerat dalam jalur pembangunan yang menghambat pencapaian target iklim nasional dan global. Oleh karena itu, kami menuntut transparansi penuh terhadap proyek-proyek, perjanjian, dan kerjasama yang diklaim mendukung dekarbonisasi.

Dengan ini, kami menyerukan kepada pemerintah pusat dan daerah untuk menghentikan rencana pembangunan PLTGU Batang dan mengevaluasi seluruh proyek dalam kerangka AZEC. Kami menyerukan kepada investor dan lembaga pendanaan internasional untuk tidak mendanai proyek PLTGU Batang yang merupakan kelanjutan penggunaan energi fosil dibungkus atas nama transisi. Kami menyerukan kepada masyarakat sipil untuk memperkuat solidaritas dan perlawanan terhadap proyek-proyek yang mengancam ruang hidup dan masa depan iklim.

Transisi energi yang adil tidak bisa dibangun di atas perusakan, pengabaian hak, dan ketergantungan pada energi fosil. Kami menuntut transformasi sistem energi yang berpihak pada rakyat, lingkungan, dan generasi masa depan. Batang bukan ladang eksperimen. Pesisir bukan ruang buangan. Transisi bukan dalih perusakan.

Kami menolak PLTGU Batang. Kami menolak solusi palsu AZEC. Kami menuntut transisi energi yang adil, setara dan berkelanjutan sekarang.

 

Penandatangan Pernyataan
1. Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) / Friends Of The Earth Indonesia
2. Eksekutif Daerah WALHI Jawa Tengah

 

Kontak:
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI/Friends of the Earth Indonesia)
Alamat: Jl. Tegal Parang Utara No 14, Jakarta Selatan 12790. INDONESIA
Email: [email protected]
Tel: +62-21-79193363

----- ----- -----

PDF Pernyataan sikap WALHI dalam Bahasa Indonesia
PDF Pernyataan sikap WALHI dalam Bahasa Inggris
PDF Pernyataan sikap WALHI dalam Bahasa Jepang