Degradasi Hutan dan Lahan Memicu Kebakaran di Aceh

Bencana kebakaran yang terjadi di Aceh telah berdampak serius terhadap kelangsungan lingkungan hidup dan kehidupan manusia. Wilayah Barat – Selatan Aceh merupakan wilayah yang memiliki potensi kebakaran hutan dan lahan setiap tahun,  di karenakan di wilayah tersebut memiliki area gambut dan hutan semak belukar dalam hamparan besar.  Berdasarkan peta potensi yang dikeluarkan oleh BMKG di wilayah Barat – Selatan Aceh masuk kategori mudah terbakar. Berdasarkan analisis Walhi Aceh dari berbagai sumber hingga akhir juli 2017 tersebar 35 titik panas yang tersebar di delapan kabupaten/kota di Aceh. Titik panas terbanyak berada di Aceh Barat 12 titik, Nagan Raya 11 titik. Sedangkan Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh dan Tengah terdapat tiga titik dimasing-masing wilayah, begitu juga di Aceh Singkil, Gayo Lues, dan Subulussalam masing – masing  satu titik. kerusakan hutan dan lahan mencapai 960.000 hektar menjadi area pertambangan legal maupun ilegal, perkebunan rakyat maupun industri, pembangunan 44 ruas jalan dalam kawasan hutan, dan proyek energi bagian dari faktor penyebab terjadinya kekeringan di Aceh. Hilangnya debit air sungai mengindikasi ada persoalan di kawasan hulu. Sebagai daerah hilir, perubahan fungsi lahan gambut menjadi perkebunan merupakan faktor utama penyebab kebakaran di Aceh. Lahan gambut mempunyai peran penting dalam menjaga siklus air di rawa,  disamping itu lahan gambut juga mempunyai daya menahan air yang tinggi sehingga berfungsi sebagai penyangga hidrologi areal sekelilingnya mencegah terjadinya banjir dan kekeringan.

Pada saat lahan gambut dikonversi menjadi lahan perkebunan, terlebih melakukan budidaya jenis tanaman monokultur, akan berdampak serius terhadap hilangnya fungsi alami lahan gambut tersebut. Lahan gambut akan mengering dan mudah terbakar. Kebakaran lahan dan hutan maupun gambut di Aceh Barat berdampak pada udara bersih yang menyebabkan terganggunya kesehatan warga. Selain itu berdampak juga terhadap pelayanan pendidikan, perekonomian warga, rusak lahan pertanian. Apa yang terjadi di Aceh Barat menjadi cacatan penting bagi pemerintah kabupaten dan provinsi. Sehingga kedepan lebih selektif dalam pemberian izin usaha perkebunan di area gambut maupun di area penyangga air bagi kehidupan, juga harus memiliki pola pengawasan yang tepat sehingga kasus serupa tidak terulang kembali. Walhi Aceh memberikan apresiasi kepada Polres Aceh Barat yang berhasil menangkap 6 orang tersangka pembakaran lahan, kepada anggota TNI, BPBD, dan semua pihak yang telah berperan aktif dalam membantu korban dan kegiatan pemadaman api. Aparat penegak hukum penting juga memeriksa perusahaan perkebunan yang lahannya terbakar, jika terbukti terjadi pelanggaran hukum maka harus ditindak dengan tegas. Terkadang ada unsur kesengajaan dalam pembakaran lahan, kegiatan land clearing usaha perkebunan jika tidak dilakukan pengawasan maka dilakukan dengan pola membakar. Selain berbiaya murah, dan tidak membutuhkan waktu yang lama, Walhi Aceh mendukung upaya penegakan hukum yang sedang dilakukan oleh Polres Aceh Barat terkait kasus kebakaran lahan yang objektif. Banda Aceh, 25 Juli 2017 Walhi Aceh Muhammad Nur Direktur Eksekutif