Tolak TFFF: Solusi Palsu Kapitalisme Hijau untuk Hutan Tropis

Brasil akan menjadi tuan rumah COP 30 pada tahun 2025, dan dalam momen itu, Bank Dunia bersama pemerintah Brasil, Indonesia, dan Republik Demokratik Kongo tengah merancang peluncuran Tropical Forest Finance Facility (TFFF). Skema ini digadang-gadang sebagai solusi baru untuk menyelamatkan hutan tropis melalui mekanisme insentif finansial berbasis pasar. Tapi di balik retorika hijau dan jargon keberlanjutan, TFFF justru menyimpan persoalan besar: ia bukanlah solusi, melainkan ilusi.

💰 Apa Itu TFFF?
TFFF adalah fasilitas pendanaan yang bertujuan memberikan insentif sebesar USD 4/hektare/tahun kepada negara-negara yang berhasil menjaga tutupan hutan tropis tetap utuh. Dana ini dikumpulkan dari investor: 80% berasal dari pasar modal dan 20% dari sponsor negara kaya, dengan total target sebesar USD 125 miliar. Dana tersebut dikelola dengan target return sebesar 7,5%, yang kemudian disalurkan ke negara-negara pemilik hutan jika mereka memenuhi kriteria pengurangan deforestasi.
Namun pembayaran ini bersifat bersyarat. Jika angka deforestasi naik, negara bisa kehilangan insentif atau bahkan dikenai penalti. Skema ini membuat hutan tropis menjadi semacam instrumen pasar: dievaluasi, dihitung, dan dijadikan objek pertaruhan keuangan.

🔍 Di Mana Masalahnya?
TFFF dibangun di atas logika kapitalisme hijau yang menyesatkan. Ia menganggap krisis iklim terjadi karena “kegagalan pasar” dalam memberi nilai pada jasa ekosistem, bukan karena model ekonomi ekstraktif yang rakus dan menghancurkan alam. Alih-alih melindungi hutan, TFFF justru memperdalam komodifikasi hutan tropis—mengubahnya menjadi aset finansial yang diperdagangkan dan dipertaruhkan.
"Hutan dinilai hanya USD 4/hektare—padahal menyediakan penyerapan karbon, pengatur iklim global, hingga habitat biodiversitas. Angka ini bukan hasil kalkulasi ilmiah, tapi sekadar imbal hasil investasi yang diinginkan Bank Dunia."
🧨 Skema Rapuh yang Menguntungkan Investor
TFFF bukan hanya tidak adil—ia juga berbahaya. Karena bergantung pada pinjaman dan investasi pasar modal, jika terjadi krisis keuangan, insentif bisa dihentikan. Bahkan dokumen resmi TFFF menyatakan bahwa fasilitas ini bisa dilikuidasi jika gagal memenuhi target keuangan.
Dengan kata lain, nasib hutan tropis ditentukan oleh stabilitas pasar global, bukan komitmen perlindungan lingkungan.
🧑‍🌾 Siapa yang Diuntungkan?
TFFF menjanjikan dana untuk perlindungan hutan, tetapi:
•⁠ ⁠80% dari dana dikendalikan pemerintah pusat, bukan komunitas penjaga hutan seperti masyarakat adat.
•⁠ ⁠Hanya 20% yang dialokasikan untuk masyarakat adat dan komunitas lokal—yang justru telah terbukti paling efektif menjaga hutan.
•⁠ ⁠Tidak ada sanksi untuk negara atau perusahaan yang melakukan deforestasi atas nama pembangunan atau investasi.
Sementara itu, korporasi bisa dengan mudah mengklaim bahwa mereka “berkontribusi pada penyelamatan hutan” hanya dengan menanamkan modal di TFFF. Greenwashing dilegalkan.
🔥 TFFF Gagal Menjawab Akar Masalah
TFFF tidak menyentuh penyebab utama deforestasi: ekspansi sawit, peternakan industri, tambang, dan proyek infrastruktur. Skema ini justru mengalihkan tanggung jawab dari negara industri ke negara tropis. Dengan membayar USD 4/hektare, negara-negara kaya bisa mencuci tangan tanpa harus mengurangi emisi mereka sendiri.
Ini bukan keadilan iklim—ini adalah outsourcing tanggung jawab moral dan ekologis.

✅ Alternatif yang Diabaikan
Alih-alih bergantung pada mekanisme pasar dan investor global, perlindungan hutan tropis seharusnya dibangun di atas prinsip keadilan ekologis dan pengakuan hak masyarakat adat. Beberapa alternatif nyata yang layak diperjuangkan:
•⁠ ⁠Pendanaan langsung ke masyarakat adat dan komunitas lokal.
•⁠ ⁠Hentikan insentif ekonomi untuk industri perusak hutan seperti sawit, tambang, dan agribisnis.
•⁠ ⁠Pajak emisi karbon dan industri minyak, serta realokasi sebagian anggaran militer global (hanya 1% saja) untuk perlindungan hutan.
•⁠ ⁠Hukum yang mengakui hutan sebagai subjek hukum, bukan sekadar objek ekonomi.
•⁠ ⁠Akuntabilitas hukum terhadap perusahaan-perusahaan perusak lingkungan.
"Daripada berharap pada skema pasar, kita perlu hukum yang mengakui hak hukum hutan sebagai subjek hidup, dan menuntut korporasi perusak bertanggung jawab."

🧾 TFFF: Ilusi Kapitalisme Hijau
TFFF adalah contoh nyata bagaimana kapitalisme hijau bekerja: membungkus pendekatan neoliberal dalam narasi keberlanjutan, sambil tetap mempertahankan struktur dominasi dan ketimpangan. Skema ini:
•⁠ ⁠Menguntungkan bank dan investor.
•⁠ ⁠Tidak mengubah sistem ekonomi ekstraktif.
•⁠ ⁠Mengorbankan masyarakat adat dan ekosistem hutan.
COP 30 berisiko menjadi panggung pencitraan global, sementara kebakaran hutan dan kriminalisasi pejuang lingkungan terus terjadi di lapangan.

📢 Seruan Kami: Tolak TFFF
Kami menolak TFFF bukan karena kami menolak perlindungan hutan. Sebaliknya, kami menolak karena kami ingin perlindungan hutan yang sejati, yang:
•⁠ ⁠Berbasis pada hak-hak masyarakat adat,
•⁠ ⁠Dilandasi regulasi ketat terhadap perusak lingkungan, dan
•⁠ ⁠Tidak menjadikan hutan sebagai objek spekulasi pasar.


📄 Baca kertas posisi lengkap: Baca lebih lanjut disini


🟩 Hutan bukan sekadar angka dalam laporan keuangan.
🟩 Hutan adalah rumah, roh, dan sumber hidup.
🟩 TFFF bukan jalan keluar—ia adalah jalan buntu.